am dinamika kediaman Wibowo. Tekanan dari Raden Mas Surya kepada Mahardika sedikit mereda, digantikan oleh
elontarkan kalimat-kalimat menyakitkan. "Kau pikir kehamilan itu akan mengubah apa pun? Kau tetaplah orang luar. Dan ingat, anak itu
un, setiap kali ia mendengar kalimat-kalimat pedas itu, ia akan mengusap perutnya dan berbicara
dang ia akan menyentuh perut Kirana saat Kirana sedang tidur, seolah ingin merasakan kehadiran calon anaknya. Sentuhan itu seringkali membuat Kirana terk
asa kram. Ia merintih pelan. Mahardika yang sedan
?" tanya Mahardika, ban
k, menahan nyeri
kat, Dr. Karina sudah tiba di kediaman Wibowo. Sete
sebaiknya Kirana lebih banyak istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran," jelas Dr. Ka
gganis, tolong jangan terlalu menekan Kirana. Ini demi calo
tidak melakukan apa-apa! D
nis jika ia melihat perlakuan Rengganis terlalu keterlaluan pada Kirana, terutama di depan umum atau jika Raden Mas Surya ada di de
asa pada Kirana. Ia seringkali memeluk kaki Kirana, meminta Kirana membacakan cer
rut Tante?" tanya Anindya den
gguk. "Iya, sayang. Sebe
aku?" tanya
Status Anindya adalah anak dari Paramita, putri Mahardika dan Rengganis. Hubungan antara Anindya dan bayi yang dikandung Kirana akan menjadi saudara tiri, namun dalam konteks keluarga
Kirana, atau melarang Kirana bermain dengan Anindya. "Jangan terlalu dekat dengan Kirana! Dia bukan bagian dari kelua
napas. Ia tahu, Rengganis t
yi dari merek-merek ternama telah memenuhi ruangan. Raden Mas Surya tampak sangat bersemangat, ia bahkan sudah memesan berbagai ba
lam mimpinya, Bima akan memeluknya erat, menemaninya melalui proses persalinan, dan menyambut bayi mereka dengan senyum bahagia. Namun, ia
ncoba menahan, berharap itu hanya kontraksi palsu seperti sebelumnya. Namusekali," bisik Kiran
ke rumah sakit. Selama perjalanan, Mahardika menggenggam tangan Kirana. Genggaman itu terasa hangat, memberikan sedikit kekuatan pada
ahardika setia mendampingi di sampingnya, memegang tangannya, sesekali menyeka keringat di dahinya. Ia bah
Sedikit lagi," bisik Mahard
i cinta, memberikan kekuatan tersendiri bagi
ruang bersalin. Suara itu adalah suara paling indah yang pernah di
a! Selamat!" seru Dr. Kar
ang luar biasa. Ia menatap Kirana, senyum tipis, namun tulus,
gatan tubuh mungil itu, mencium aroma khas bayi yang baru lahir. Ini adalah buah hatinya, putra yang akan
umah sakit. Raden Mas Surya langsung menghambur ke arah cu
ru Raden Mas Surya, menggendong cucunya d
irana. "Aku belum m
benaknya, nama yang ia impikan sejak lama. "Saya... saya
engernyit. "Arjun
ap mata Mahardika. "Dan saya ingin dia m
lalu mengangguk pelan. "Ar
ap Kirana, dan bagaimana Raden Mas Surya terlihat sangat bahagia dengan bayi itu. Rasa iri dan
ini dipenuhi tangisan bayi dan gelak tawa Anindya yang senang memiliki 'adik' baru. Raden Mas Surya
ewaris utama. Meskipun Rengganis masih sering melontarkan komentar sinis atau mencoba mencari kesalahan, ia tidak lagi bis
a. Hormati dia!" kata Raden Mas Surya dengan tegas suatu kal
bahkan membantu Kirana mengganti popok. Kirana melihat sisi lain dari Mahardika, sisi seorang ayah yang penuh kasih sayang. Melihat Mahardika
, Mahardika masuk ke kamar dan duduk di samping
," kata Mahardika tib
menatap Mahardika. "
impikan. Kau telah menyelamatkan nama keluarga Wib
pis. "Dia adalah an
engulurkan tangan, mengusap kepala Arjuna l
erti itu. Hening menyelimuti mereka. Kirana merasakan sebuah ikatan baru terbentuk, ikatan yang dib
asalah baru muncul. Biaya pengobatan ibu Saraswati melonjak drastis. Kondisi ibu Ki
inya. Ia menghubungi Kirana, bukan untuk menanyakan
nuhi janjimu," kata Prawira dengan nada menuntut. "Kau harus memastikan
man? Aku sudah melakukan tugask
Kau punya posisi kuat! Gunakan itu untuk mendapatkan uang lebih banyak!" desak Prawira. "Jika tidak, aku akan bilan
a pernikahannya didasari oleh ancaman Prawira untuk biaya pengobatan ibunya, mereka mungkin akan
buran. Namun, nomor Bima sudah tidak aktif. Kirana merasa putus asa. Ia tahu Bim
s dan kecanggungan dengan Mahardika. Di sisi lain, ia kini diancam oleh pamannya sendiri.
ranya. Air matanya menetes. Ia merasa begitu lelah, begitu sendirian. Ia merindukan pelukan ibunya
ji-janji masa depan yang kini terasa begitu jauh. Cinta mere
masuk. Ia melihat Kirana yang menangis.
pa kau menangis?" tany
matanya. "Tidak ada apa-apa, Ma
k bisa membohongiku. Aku tahu kau punya
Mahardika tahu
angku untuk mencari tahu tentang dia. Apa yang dia lakukan pa
hardika. Ia menarik napas dalam-dalam. "Dia... dia mengancam akan memberitah
nak. Wajahnya mengeras
ya menolak, dia tidak akan membiayai pengobatan Ibu lagi. Ibu saya...
ulit diartikan. Ada penyesalan, ada kemarahan, dan juga... sedikit rasa iba.
enuh otoritas. "Dia tidak akan mengganggumu lagi. Dan masalah biaya pengobatan i
juk di tengah gurun. Kirana menatapnya t
nikahi denganmu karena desakan, tapi bukan berarti aku akan membiarkanmu menderita. Ap
Kirana merasakan secercah harapan. Mungkin, di balik semua kesepakatan dan tekanan ini, Mahardika meman
rdika," bisik Kiran
ini, ia mengusap kepala Kirana lembut, sentuhan yang pe
dikit lega, namun juga takut. Apa yang akan Mahardika lakukan pada Prawira? Apakah ini ber
encian Rengganis tidak akan hilang begitu saja. Dan ia sendiri, meskipun kini memiliki Arjuna, masih
ibunya, ia akan bertahan. Dan mungkin, hanya mungkin, di tengah badai ini, ia bisa menemukan sedikit kebahagiaa