piring-piring yang ada di rak, berusaha untuk tidak membuat keributan. Namun, tangannya yang masih gemetar karena lapar
an
Nezha berdiri kaku, matanya terbelalak memandang piring yang sudah hancur berkeping-
depan, langsung menoleh dengan raut wajah terkejut. Begitu
serunya lantang, membuat b
ya memerah, dan kedua tangannya berkacak pinggang.
i lantai dengan tangan kosong. "Maafkan saya, Bu, saya tidak senganti rugi? Kamu tahu, piring itu beli pakai uang, bukan daun!" Sua
n suara pelan. Ia menunduk, air matanya hampir jatuh. "Tapi saya
a tampak lelah dengan situasi itu. "Udahlah. Mau diapain
Dengan sedikit kasar, ia menyodorkannya ke Nezha. "Ini, ambil nasi bung
k bermaksud bikin masalah," ucapny
mau, saya kasih ke yang lain aja
a nasi bungkus itu. Matanya berkaca-kaca. "Tegi. Tanpa berkata apa-apa lagi, Nezha melangkah keluar dari wa
an. Aromanya begitu menggoda, membuat perutnya yang lapar kembali bergejolak. Tanpa berpikir panjang, ia mulai m
uri trotoar. Udara Jakarta yang panas membu
h yang kubayangkan," gumamnya lirih. "Tapi a
Ada yang mengamen dengan gitar kecil, ada yang meminta-minta dengan wajah memelas,
auhan. "Mungkin aku juga bisa seperti mereka,
harus mulai dari mana? Apa aku bisa?" Ia mena
rus dilakukan. Dengan langkah pelan, ia kembali berjalan, men
untuk masuk, hanya sekadar mencari tempat mandi dan beristirahat. Setelah membersihkan diri seada
nya yang dingin membuat kantuk lan
, Dik. Masjid ini sebentar lagi akan dipakai untuk sholat
h, maaf, Pak," ucapnya terbata-bat
pa-apa. Tapi kamu gak bisa tidur di sini lama-lama. Kala
ezha sambil berdiri. Dengan langkah g
enyesakkan. Nezha berjalan tanpa tujuan. Langkahnya lemah, dan pikirannya berkecamuk. Ia tak
batinnya. Air mata mulai menggenang,
ng sudah pudar, celana panjangnya penuh tambalan. Rambutnya acak-acakan, wajahnya kasar, namun matanya menyira
k," sapa
daan, meski tubuhnya terlalu lemah untuk b
lapar, kan? Ini, makan aja. Saya lihat dari tadi kamu
k, menatap pria itu dengan penuh kehati-hatian. "Bapa
lalu menghembuskan asap perlahan. "Panggil saya Bang Udin. Say
ahan, ia mengambil nasi bungkus itu dari tangan pria itu. "Makasih, Bang," uc
ghisap rokok sambil memperhatikan N
rbicara lagi. "Nama kamu siapa? Kenap
dengan suara pelan. "Nama saya Nezha, Bang. Sa
a, penasaran. "Terus, o
punya siapa-siapa lagi, Bang. Nenek saya meninggal kemarin.
ya lebih dalam. "Hmm, kasihan juga ya
hnya, kebingungan. "I
mu gak bakal kelaperan lagi. Saya juga akan kasih kerja
rdengar seperti penyelamat di tenga
amu harus kerja. Gampang kok. Di sana banyak anak-a
k. "Tapi kerja ap
h banyak tanya. Kalau mau, Ikut saya sekarang. Percaya s
. Pria itu membawa Nezha melalui gang-gang sempit yang kotor dan berbau
ap, hanya diterangi oleh cahaya dari jendela kecil yang kacanya