nti, tampaknya sudah membentuk kelompok mereka sendiri. Mereka sering berbicara tentang keluarga mereka yang tak pe
i. Setiap kali ia melihat anak-anak lain menerima kunjungan keluarga atau hadiah, hatinya terasa semakin k
, ia terbangun dengan mimpi buruk tentang neneknya yang meninggalkannya. Setiap kali
la kecil di atas tempat tidurnya. Kota Jakarta yang sibuk tampak jauh di luar s
nya. Nezha menggigit bibirnya, pikirannya penuh dengan kebimbangan. Setiap malam, ia seringg peduli padanya. Semakin lama, rasa terasing itu semakin membuncah. "Ti
da yang memperdulinya. "Mungkin, aku lebih baik pergi d
abur, mencari jalan keluar dari panti asuhan dan ingi
hanya beberapa pakaian lusuh dan sebuah boneka p
na di panti terasa hening. Beberapa pengasuh juga sudah lelah dan tampaknya tidak peduli dengan se
t-erat. Dengan suara bergetar, Nezha mengucapkan kata-kata dal
ku akan baik-baik saja," bisiknya lirih, seakan b
ak. Tanpa suara, ia mengintip ke luar kamar dan menuju pintu utama panti. Di sanantungnya berdetak lebih kencang, seolah memperingatkannya akan resiko yang dihadapinya. "Jangan ada yang bangun,
n sepi, dengan lampu jalan yang berpendar samar di kejauhan.
arapan. "Aku bisa, aku pasti bisa," gumamnya dalam hati, mencoba meyakinkan diri. Tangannya gemetar me
. Ia memandang jalanan yang kosong dan gelap. "Aku tidak tahu harus pergi ke
eninggalkan panti asuhan dan berharap akan mendapatkan kebebasan, ga
nya, berharap akan menemukan sesuatu yang lebih baik dar
epi. Suara langkah kakinya bergaung di jalanan kosong,
buah sudut sempit di pinggiran ruko. Sisa malam yang ding
membangunkan Nezha dari tiduran semalam. Ia baru saja membuka mata
seorang pria berumur yang keluar dari sebuah toko k
duk, menggenggam tas kecilnya erat-erat. "Ma-maaf." suaranik dan melangkah pergi, me
k ke hidungnya, membuat perutnya berdesir. Secara refleks, ia menelan ludah, menyadari betapa laparnya dirinya.
gan tenang. Rasa lapar semakin mendera, tapi ia tak tahu harus bagaimana. "Ya Allah, aku lapar...
buk menyusun piring diatas meja. Rasa malu dan takut bercampur dalam h
a berdegup kencang. Ia menarik napas dalam-dalam, berusa
lirih, terdengar ragu, tapi penuh harapan. Ia me
enyiratkan keheranan saat melihat gadis kecil yang tampak lelah berdiri di ambang p
?" tanyanya, masih d
bantu apa saja, cuci piring, bersihkan wa
mata yang sulit ditebak. Ada keraguan, tapi juga rasa iba
ring dan beres-beres meja. Kalau k
, Bu! Terima kasih!" serunya penuh semang
ulai mencuci piring, mengatur meja dengan hati-hati. Suara sendok dan piring berllah, aku harus bisa," batin Nez