erayap masuk melalui celah gorden di kamar Citra tidak membawa kehangatan, melainkan bayangan-bayangan gelap dari keputusan yang baru
ya, janji yang terucap dari bibir seorang pria yang putus asa, yang mencoba m
terasa begitu tebal, dipenuhi dengan ketegangan yang menyesakkan. Ardi ingin mengatakan sesuatu, apa saja, untuk meredakan suasana, namun lidahnya terasa kelu. Semua skenario buruk be
nya serak. "Kita harus bicara. Bag
lingkaran hitam samar di bawah matanya. Tatapannya kosong, seperti jiwa yang baru saja ditarik paksa dari raga.
yang besok akan menikah, terbangun di ranjang pengasuh keponakannya setelah melakukan hal tak s
ih-bersih, dan kita akan bertemu lagi setelah aku... aku pikirkan sesuatu." Ia sadar, ini hanyalah penundaan, buk
klah," bisiknya. "Aku juga... aku harus meng
anak yang tidak bersalah itu, yang selama ini Citra rawat dengan pen
mbuka kenop, ia berhenti dan menoleh ke arah Citra. "Aku serius,
rnya. Senyum yang lebih mirip tangisan. "Kita lihat saja, A
tes alkohol yang ia teguk, setiap langkah yang ia ambil ke kamar yang salah. Namun, penyesalan
masih sepi, hanya ada beberapa staf kebersihan yang lalu lalang. Ardi berjalan cepat menuju kama
embersihkan bukan hanya kotoran fisik, tetapi juga rasa jijik pada dirinya sendiri. Namun, air itu tak mampu membilas memori buruk yang kini
amat pagi dan menanyakan apakah ia sudah siap untuk acara akad. Pesan itu terasa begitu menusuk, seperti pisau yang mengoyak-oyak hatinya.
lah langkah pertama. Tapi ia tidak sanggup. Tidak sekarang. Ia butuh waktu. Waktu untu
Citra sebagai pengasuh si kembar. Rio adalah orang yang paling ia percaya, dan kini ia telah menghancurkan
lah keluarga. Rio mungkin bisa membantunya mencari jalan keluar, atau se
terasa begitu panjang. "Halo, Bang?" Suara Rio terdengar ceriasa bersalah. "Rio... aku... aku harus b
ilang. "Ada apa, Bang? Kok su
b, mencoba menstabilkan suaranya. "Aku butuh kamu datan
beres. "Ada apa sebenarnya, Bang? Kamu bikin masalah apa lagi?
ku akan jelaskan sem
Wajahnya menunjukkan campuran rasa ingin tahu dan kekhawatiran. "Ada ap
Rio untuk duduk di sofa. "Aku... aku melakukan kesalahan fa
lam kamu pesta bujangan kan? Jangan bilang kam
k, salah masuk kamar, hingga akhirnya terbangun di samping Citra. Ia berusaha jujur, sejelas mungkin, tanpa menutupi de
nasaran kini berubah menjadi tegang, kemudian perlahan memerah. Na
ng membara. Ia bangkit dari sofa, menatap Ardi dengan tatapan tak percaya yang ber
nya. "Rio, dengarkan aku. Aku bersumpah aku tidak sadar. Ak
a bahwa mereka berada di hotel. "Omong kosong macam apa itu, Bang? Kamu
i. "Apa kau pikir aku tidak merasa bersalah?! Aku sudah menghan
ya mengepal. "Bagaimana dengan Citra, Bang?! Dia itu gadis baik-baik! Di
pantas menerimanya. "Aku tahu, Rio. Aku tahu. Itu sebabnya aku memanggilmu. Aku t
anya membelalak, amarahnya sejenak terganti
a lebih tegas. "Ini satu-satunya cara untuk memperb
h dengan Maya! Kamu akan menghancurkan hati Maya! Kamu akan menghancurkan keluargamu sendiri!
api aku sudah melakukan kesalahan. Aku tidak bisa hidup dengan beban ini. A
Citra? Apa kamu pikir dia akan bahagia menikahimu? Menikahi pria yang menidurinya dalam keadaan mabuk, yan
akan mencoba membuat Citra bahagia. Aku akan
gun di atas kebohongan? Di atas air mata Maya? Di atas penderitaan Citra?
jawab, mungkin akan menimbulkan lebih banyak penderitaan daripada yang ia bayangkan. Ia akan menikahi Citra, tetapi tidak dengan
"Jika ini terbongkar, Citra akan hancur. Reputasinya akan hancur. Dan kamu
Ardi benar tentang Citra. Sebagai seorang wanita lajang yang menjadi pengasuh, reputasi Citr
elan. "Kamu akan bilang apa padanya? Acara sudah disiapkan.
ad. Senyum sumringah Maya dalam gaun pengantinnya. Orang tua m
adi," Ardi mencoba merangkai kata-kata. "Kecelakaan
ya tak percaya. "Kamu akan menjadi bahan tertawa
erasa ingin pecah. "Tapi ini lebih baik daripada aku menikah dengan ke
ambutnya frustrasi. "Aku tidak percaya ini terjadi.
i bergumam. "Aku tidak pernah
rtanya, suaranya lelah. "Kamu akan bicara denga
pun ia tidak yakin dengan kata-katanya sendiri. "Sebelum s
"Aku tidak tahu harus berkata apa,
"Tapi aku harus melakukan ini. U
ambruk di tepi ranjang, membiarkan air mata yang tadinya tertahan tumpah ruah. Isak tangisnya
ian mengurus si kembar yang rewel, malah berubah menjadi mimpi buruk. Ardi, pria yang ia kenal sebagai ka
ini. Selama ini, ia hanya bermimpi tentang pernikahan yang didasari cinta, bukan rasa bersalah. Bagaimana mungkin ia bisa membangun rumah tangga denga
akan masa depan bersama dengan penuh semangat. Hati Citra mencelos membayangkan bagaimana perasaan M
pekerjaannya, ketakutan akan kehilangan martabatnya. Sebagai seorang wanita dari keluarga sederhana yang merantau ke kota besar
a bergetar. Ia memegangi ke
alanya, melihat ekspresi Rio yang kini sudah mengetahui semuanya. Rio mengh
parau. Ia berjongkok di hadapan Citra, meraih tangannya. "Aku ben
i Citra. "Rio..." Ia tidak san
wab," Rio melanjutkan, suaranya ber
an kesedihan. "Bagaimana bisa, Rio?
akan membatalkan pernikahan. Dem
njadi alasan kebahancuran pernikahannya, Rio. A
"Jika berita ini tersebar, kamu yang akan hancur. Masyarakat tidak akan p
an menghakiminya, bukan Ardi. Masyarakat akan me
apa, Rio," Citra mengakui, s
sulit. Tapi kita harus memikirkan pilihan terbaik untukmu. Ardi menawarkan untuk men
a kembali mengalir deras. "Bagaimana aku bisa menikah den
hidup tidak berjalan sesuai keinginan kita. Jika kamu menikah dengan Ardi, setida
un di atas kebohongan?
an pahit di baliknya," Rio mencoba meyakinkan.
ng yang bisa ia percayai saat ini. Adik angkat Ardi, yang kini b
ra kembali bertanya, pertany
ngan Maya. Dia akan menjelaskan ada masalah keluarg
gar berita itu. Hati Citra terasa sakit membayangkan kesedihan Ma
epala. "Aku tidak bisa merusak kebahagiaan M
ustrasi. "Kamu tidak bisa mengorbankan dirimu demi kebahagia
rban dari kecerobohan Ardi, korban dari takdir yang kejam. Tapi apakah
ergumam, air mata kembali memb
n mendukungmu. Aku akan selalu ada untukmu. Kamu sudah sepe
nda Citra. Ia memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya yang kalut. Keputusan ini,
ahnya. Hari ini adalah hari besarnya, hari pernikahannya dengan Ardi, pria impiannya. Ia memandang gaun
rmintaan untuk bertemu di lobi hotel sesegera mungkin. Maya sedikit heran. Mengapa Ardi ingin bertemu di lobi? Buka
ya terurai indah. Ia membayangkan momen di mana ia akan melangkah di altar, melihat tatap
a yang berbeda dari Ardi. Wajahnya pucat, matanya merah, dan ada ek
iri Ardi dengan cepat. Ia meletakkan tangannya di
enggamnya erat, seolah itu adalah satu-satunya pegangan yang ia miliki. "May
uk yang tiba-tiba melandanya. "Ada
" Ardi berbisik, kata-kata itu keluar dari mulutnya d
k untuk memprosesnya. "Apa? Apa yang kamu katakan? Kamu bercanda, kan?"
k bercanda, Maya. Aku sangat menyesal. Ada hal yang sangat mendesak terjadi. Hal y
emua impiannya, semua harapannya. Gaun pengantin yang ia idamkan, dekorasi yang sudah ia pilih d
ris tidak terdengar. Air mata mulai mengalir dera
dan kebingungan. "Aku... aku tidak bisa menjelaskannya sekarang, Maya. Ini te
di, memukul dadanya dengan kepalan tangan. "Kamu pikir menghancurkan hidupku seperti ini a
ini hancur berkeping-keping. Namun ia tahu, ia tidak berhak
n emosinya. "Aku benar-benar minta maaf. Aku akan menanggung semua ini. A
ang-orang di lobi yang mulai melirik ke arah mereka. "Kamu akan bilang apa pad
at Maya dalam kondisi seperti ini. Namun, ia tahu, ia tidak bisa menarik kembali k
isa mengulangi, kata-kata itu terasa hampa.
kak. Ia menatap Ardi dengan tatapan kosong, seolah tidak mengenali pria di depannya. "Aku...
sahi pipinya, meninggalkan Ardi sendirian, terpaku di tempat, dengan hati yang hancur. Ia tahu, ia baru s
g terjadi. Ardi menutup matanya, merasakan beban dunia menindih pundaknya. Pagi ini, ia telah membua