anyir kebohongan dan pengkhianatan yang selama ini melekat padanya di kota. Di sini, di desa kecil yang terpencil ini, ia adalah Lara yang baru. Bukan Lara Adistia, anak sopir ya
ih, tetangga sebelahnya yang sudah renta namun semangatnya tak pernah padam. Tangannya yang dulu terbiasa memegang buku pelajaran atau menyentuh kain-kain mahal kini mahir menggali tanah, menanam benih, dan memangkas
sesuatu yang bisa menyimpan aroma keindahan alam. Dengan modal nekat dan beberapa buku resep warisan Mbah Karsih tentang ramuan tradisional, ia mulai bereksperimen. Awalnya gagal. Sabunnya terlalu lembek, parfumnya cepat hilang aromanya. Namun Lara tak men
erapa bahkan memesan parfum khusus untuk acara-acara penting. Lara tersenyum. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa berharga, merasa karyan
gin, kelelahan yang tak kunjung hilang meski sudah beristirahat, dan nafsu makan yang berubah drastis. Hingga suatu pagi, saat ia terbangun dengan perut yang terasa begitu sensitif, ia akhirnya menydari Elara yang menganggapnya tak lebih dari sampah. Ia tidak ingin mengingatnya. Ia telah berusaha keras mengubur memori itu dalam-dalam. Namun kini, ingatan itu mencuat kembali, seperti ha
depannya dengan Elara. Kini, ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia membawa serta bagian dari pria yang begitu ingin melupakannya. Bagaimana mu
koma. Dan Elara... Elara mungkin akan lebih membencinya jika tahu tentang ini. Ia bahkan bisa membayangkan bagaimana Stella akan b
adisional. Dengan dalih sering merasa lelah, Lara meminta Mbah Karsih untuk meracikkan jamu. Mbah Karsih, dengan kebijaksanaannya, mungkin m
u. Ia mengenakan pakaian longgar, menghindari kegiatan fisik yang terlalu berat, dan mencari alasan setiap kali ia menolak makanan tertentu yang memicu m
adai. Ibunya selalu mengajarkan bahwa hidup harus terus berjalan, tidak peduli seberapa berat rintangan yang menghadang. Lara memandangi perutnya yang semakin mem
yang terbaik. Ia mulai mencari informasi tentang persalinan, tentang perawatan bayi, membaca buku-buku lama yang ia temukan di rumah Mbah
onflik baru bagi Elara. Ia ingin anak ini tumbuh dalam kedamaian, jauh dari intrik dan kebencian keluarga Bagaskara. Mungkin, ia harus menghilang lebih jauh lagi. M
uknya, tentang langit malam bertabur bintang yang begitu indah di desa. Ia ingin bayinya merasakan cinta, merasakan kehangatan, meskipun ia
ternama, hingga lokasi resepsi yang kabarnya akan menjadi pesta termewah tahun ini. Elara tersenyum di hadapan kamera, berpose mesra dengan Elena, menunjukkan kepada dunia bahwa i
udut hatinya, ada sesuatu yang terasa hampa, sebuah kekosongan yang terkadang mengusiknya di malam hari. Ia sering bermimpi aneh, tentang seorang wanita yang wajahnya samar, namun matanya begitu sedi
a. Ia terlalu mabuk, terlalu frustrasi, dan terlalu buta oleh amarah. Dalam pikirannya, Elena adalah satu-satunya wanita yang ada di sana. Kenyataan pahit itu, kebenaran te
gan putranya. Stella seringkali dengan bangga menceritakan tentang Elena kepada teman-temannya, membandingkannya dengan Lara yang ia anggap tak lebih dari sampah. Ia benar-benar yakin, ia telah berhasil menyingkirkan duri dalam daging d