img Hati Suamiku Milik Sepupuku  /  Bab 2 Rumah ini | 40.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 2 Rumah ini

Jumlah Kata:2005    |    Dirilis Pada: 12/07/2025

g sudah terasa lengket. Kemana ia harus pergi? Rumah ini, rumah orang tuanya yang dulu terasa begitu hangat, kini terasa asing. Ia tak ingin menambah beban pikiran kedua orang tuanya ya

tar, senyum Sekar yang licik, tawa mereka yang dulu ia anggap persahabatan, kini menjelma menjadi belati yang

mencoba menenangkan diri, menarik napas dalam-dalam, berharap oksigen bisa membersihkan pa

ap, kali ini bukan desahan, mela

s. Sahabat masa kecilnya yang paling setia, yang selalu melindunginya dari kenakalan anak-anak lain. Kirana ingat betul bagaima

n seiring berjalannya waktu, kesibukan sekolah menengah membuat komunikasi mereka merenggang, hingga akhirnya terputus sama sekali. Kirana pernah mencoba menca

apan. Ia tidak tahu mengapa, tapi ada dorongan kuat untuk menemukan Bara. Mungkin hanya untuk sekadar n

alam-dalam, mengaktifkan GPS di ponselnya. Tujuannya adalah sebuah kota kecil di Jawa Tengah, tempat di mana Bara d

erasa spontan, namun juga tak terelakkan. Kirana merasa ini adalah satu-satunya

am diam, sesekali air mata kembali membasahi pipinya. Pikirannya

pasar favorit Kirana. Mereka akan bermain petak umpet di taman belakang, atau membangun istana pasir di k

menangis. Bara, meskipun lebih kecil darinya, langsung menghampiri, mengobat

unya seolah-olah ia adalah pahlawan super. Kirana saat itu hanya tertawa, menganggapnya sebagai janji kekanak-kanakan. Tapi sekarang,

ang sudah lama tidak muncul di wajahnya. Namun, senyum itu

aimana Sekar akan datang ke rumah mereka, tersenyum manis, memuji Kirana. "Kak Kirana cantik sekali hari ini," atau "Gaun

inginnya Revan, betapa sulitnya meluluhkan hati suaminya. Dan Sekar akan mendengarkan dengan penuh perhatian, me

ar," kata Sekar kala itu. "Pria mem

ban pikiran, Kak. Coba

yang membara di hatinya. Betapa bodohnya ia tidak melihat kebenaran yang terpampang jelas di depan matanya. Seka

k dan segar menyambutnya, jauh berbeda dengan udara Jakarta yang selalu panas dan bising. Pemandangan pedesaan yang

lnya perlahan, mencoba mengingat jalan-jalan kecil yang dulu sering ia lalui bersama Bara

ya menyapu sekeliling. Toko itu, warnanya yang pudar, papan nama yang hampir usang, semua terasa familiar. Di seberang jalan, ada sebu

-rempah langsung menyeruak, aroma yang sama seperti dulu. Seorang wanita

a yang bisa saya bantu?

elamat pagi, Bu. Maaf, saya...

saya kenal," jawab w

eka tinggal di daerah sini." Kirana mencoba m

"Mahendra... Oh, keluarga Pak Budi Mahendra yang

Betul sekali! Pak Budi dan istrinya

u sering bantu ibunya belanja di sini." Wanita itu terdiam sejenak, sorot matanya ber

gi. "Tidak tinggal lagi? Lalu

t Bara pindah ke Yogyakarta. Katanya Bara bekerja di sana, di bidang arsitek," jelas

lah kota besar, bahkan lebih besar dari Magelang. Mencari seseorang bernama Bara Mahendra di

panjangnya seolah sia-sia. Ia duduk di bangku di bawah pohon beringin, menatap jalanan yang masih sep

alu berlari dari satu kek

ir dari Revan. Pesan yang penuh pengkhianatan. Ia ingin melempar ponse

ia yang ia kenal. Keluarga Wijaya, keluarganya sendiri, memiliki banyak proyek properti. Mungki

n luka-luka hatinya. Ia mencari penginapan terdekat, sebuah hotel kecil yang tenang, dan memutuskan untuk mengha

impan kenangan masa kecilnya bersama Bara. Candi Borobudur, yang dulu selalu menjadi tempat favorit mereka untuk bermain petak umpet di antara stupa-stu

angan Revan dan Sekar, menghancurkan ketenangan yang baru s

, memintanya untuk mencari informasi tentang arsitek bernama Bara Mahendra di Yogyakarta. Ia ta

a, jurusan arsitektur," Kirana memberikan informasi yang ia ingat dari

it terkejut dengan permintaan mendadak ini, namun ia profesional dan tidak banyak ber

tidaknya, ia sudah melakukan sesuatu. Ia tidak

nya menatap siluet senja yang memudar di balik gunung. Ponselnya berde

rsitektur UGM. Tapi yang paling menonjol adalah seorang Bara Mahendra yang kini menjabat sebagai direktur utama di sebuah firma ar

ng di telinganya. Firma itu memang cukup dikenal di kalangan pengemb

Rina?" Kirana bertanya, suaranya sedikit

us web perusahaan, Nona. S

an, Bu Rina. S

ngar. Kirana dengan cepat membuka tautan yang dikirim

yang teduh. Senyum tipisnya, meskipun dewasa, masih menyisakan jejak senyum lebar yang Kirana kenal dulu. Ada ke

erinduan yang mendalam. Ia masih sama. Bara-nya. Pahlawan masa kec

disi hancur seperti ini? Kirana merasa ragu. Ia adalah putri dari keluarga Wijaya, seorang wanita yang seharusnya

tikan oleh dorongan yang lebih kuat. Ia

u Rina," ucap Kirana, s

. Ada lagi yang

ntang pencarian ini, ya," pinta Kirana, teringat bahwa ia masi

aya mengerti,"

a mungkin, dengan kembalinya Bara Mahendra, ia bisa menemukan kembali potongan-potongan dirinya yang hancur. Mungkin, ia bisa m

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY