baik dari kamu. Apakah kamu pikir hanya kamu yan
*
ah ini!" teriak Tama. Matanya liar, menengok ke kiri
elite-bangunan dua lantai bergaya kolonial
ar berbingkai kayu cokelat tua. Taman depan yang biasanya terawat ki
tal yang temaram. Lorong-lorong panjang, ruang tamu yang luas dengan s
hanya gema langkah kaki Tama yang terdengar menggema saat
a. Dinginnya bukan lagi karena AC yang menyala, melai
eras dulu baru kamu ngerti?!" suaranya semakin lantan
mah itu. Ia membuka satu per satu ruangan. Dapur kosong. Ruang b
lek
menangkap sosok Ayu yang sedang duduk di tepi ranjang. Ia tengah menyeli
ngan tatapan menusuk. "Keluar! Sekarang jug
pi ia tetap menjaga nada suaranya lembut, "Tolong pelan-pelan, M
rgelangan tangan Ayu dengan kas
elan-pe
ut ibunya Tama tidak tersingkap. Dengan tangan bebas
lek
a napas mereka yang terde
Ibu Lestari, Ayu menghentakkan tanga
tahu!" Ayu mengusap lengannya yang memerah, matan
m. "Ayu, kamu ngapai
," jawab Ayu tenang, berusaha tet
kali saya bilang sama kamu nggak usah ikut campur
sombong dan merendahkan. "Saya bisa cari pengganti kamu. Y
ma ia meminta Ayu meninggalkan rum
an wibawa. Kata-katanya yang biasanya terdengar tenang dan penu
tu. Kewibawaan yang biasa ia jaga, luluh la
, menahan amarah. Tapi ka
membantu ibumu. Aku di sini karena
. "Kamu pikir kamu siapa?! Bera
amu. Anak dari ibu yang sedang tertidur itu. Tapi aku nggak ngerti-ken
idak semua orang di dunia ini
ngannya, merasa har
ni! Kamu cuma dokter rendahan! Jangan s
ementara kamu? Datang-datang cuma bisa marah dan menyuruh orang pergi. Kapan terakhir kali kamu d
Tama tersentak. Namun,
. Sekarang juga, pergi dari rumah ini!"
u nggak akan pergi. Selama Ibu Lestari m
sekarang, aku akan pang
u di sini karena permintaan ibumu. Bukan kamu. Dan hanya Ib
, jarinya menunjuk
siapa aku sebenarnya! Dan saat penyesalan i
ak peduli," katanya dingin, l
gung Ayu dengan a
u menyesal seumur h
ntikanku," jawabnya lantang, lalu melangkah m
njang. Tangannya sibuk merapikan tempat tidur dengan sapu lidi, me
nggak pernah berubah. A rogan, pemarah, dan sombong. Sekarang
u menepuk-nepuk bantal
kit, kalau anaknya kayak gitu?" bisiknya lirih
kamar, tatapannya koson
anak bosnya aja pasti langsung mikir dua kali. Kalau bukan karena ja
bisa merasakan dadanya sesak. Ama
angkan dirinya sendiri. "Ini semua karena Mama ... dan dem
menarik napas tenang dan mengusir
Detik demi detik berlalu, suara jangk
r berderit pelan ...
elangkah ma
sisi tempat tidur Ayu. Tanganny
ejap, bantal itu diangkat tinggi, siap diteka
et
*
ri sendiri, jika tidak dikendalikan