tepi hutan. Cahaya lampu minyak berkelip samar, menerangi wajah seorang gadis muda yang sedang duduk bersila di atas tik
dari pandan hutan, atau sesekali turun ke desa untuk menjual kayu bakar. Hidup mereka s
ia hanya tahu bahwa ayah dan ibunya meninggal dunia karena kecelakaan. Namun, semakin dewasa, ia mul
suara bergetar. "Apa benar ayah dan ibu tidak menin
panjang. Matanya berkaca-kaca, nam
al itu, Nak. Yang penting, kita haru
ra, rasa penasara
erpengaruh di desa, mengincarnya. Rangga dikenal kejam, haus kekuasaan, dan memilik
mereka bersama dua pengawalnya. Suasana mal
itu sudah besar. Wajahnya cantik, darah mudanya segar. Aku
unyi di balik pintu, tubuhnya gan diri, menundukkan kepal
sianya belum genap 19 tahun. Bersabarlah.
eakan menimbang-nimbang. K
ba-coba melarikan diri dariku. Kalian tak a
dan pengawalnya meninggalkan gubuk yang terdengar.
ia merasa diawasi. Setiap kali ia turun ke desa menjual kayu, orang-orang hanya berani menatap
ra bertanya suatu sore sambil menjemur kayu baka
ayu terse
uasa di desa ini. Dia bisa melakukan apa saja. Ora
sak. Rasanya seperti terpen
enatap langit penuh bintang. Ada rasa rindu yang mendalam pada kedua oran
nya yang lembut penuh kasih. Namun, kenangan itu cepat berlalu, digantikan bayangan samar tentan
a dibu
engaruh di bali
dan menoleh ke arah suara itu. Di bawah cahaya rembulan, terlihat sosok seorang lelaki ter
teriak Al
ing segera bangkit. Wajahnya pu
. siapa ini
u masih muda, mungkin sekitar awal dua puluhan. Nafasnya ters!" Almira berseru sambil ber
i sisi cucunya. "Cepat, bantu nenek. Kita harus me
uk ke dalam gubuk. Almira menyiapkan kain dan air, membersihkandia?" tanya
akan mencoba mengenali. "Nenek belum tahu, Nak. Tapi yang je
aligus takut. Malam itu, tanpa ia sa
sterius yang masih tak sadarkan diri. Sesekali, ia merendam
enarnya...?" b
r nyaring. Di kejauhan terdengar lolongan anjing hutan.
akoso duduk di kursi besar rumahnya, d
arah. "Cari dia. Kalau perlu, geledah hutan. Ak
rdarah yang kini ia rawat adalah