ersengal, sinar matahari pagi menyelinap
i, meski tubuhnya tetap lemah, seola
k di sofa kecil, wajah mereka
jahnya kusut, matanya merah karena
ah cepat mendekat, disertai
amarah. Tas branded di tangannya bergoyang-
Bali, kulitnya sedikit kecokelatan, t
baru balik, eh, udah denge
mir sibuk sama cewek lain, dan k
Rafif dan Hana, yang tersen
t! Kamu bener-bener, ya, Erlang! Kit
hnya mengeras. Ia berdiri, mencoba
tanya, suaranya r
-anak ini nggak salah apa-apa. M
ah Rafif dan Hana, yang kini memeluk satu sama
dah nggak peduli, lihat tuh, asyik sama perempuan lain! Kamu kenapa sih, Erlang, bela-bela
sakan dadanya sesak, bukan karena penyakit, tapi
uhnya tak mampu. Matanya hanya bisa menatap Rafif dan
a pelan, hampir tak terden
k, wajahnya ki
dan Hana keponakanku! Kalau kamu nggak bisa terim
uat perawat di lorong m
pat kata-kata kayak gitu. Dia berjuang sendiri, E
aat, tapi egonya
a! Kita punya rencana, Erlang. Kita mau pindah ke k
g kini menutup mata, mencoba m
erdiri, tangannya
bu!" teriaknya, suaranya k
at! Ibu selalu bilang k
nya basah, tapi ia juga mengangguk
ecil itu berani melawan. Ia membuka m
dekati Rafif, berlut
at, Nak,"
bangga s
pemandangan itu dengan hat
hat Rafif membelanya, melihat Erlang berdir
knya pada Erlang, suar
, matanya penu
at tahu... terlambat bantu. Tapi sekarang aku di
t, wajahnya merah, tapi ia
kah cepat, meninggalkan aroma parfum mahal ya
h suara yang akan memudar, tapi Rafif,
mbawa sebungkus nasi hangat dan beber
mbuh aja," katanya, suaranya lembut namun
in sedikit, buat biaya rumah sakit.
tangannya gemetar saat
semua orang
nyum, mengelus
Rania. Kamu ibu yang
lelap lagi, tubuhnya masih
mentara Rafif dan Hana tertidur di pangkuannya,
erbisik bahwa Rania masih punya waktu, waktu untuk mencintai, waktu
t inap menyala pucat, menciptakan bayang-baya
ofa, wajah mereka masih meme
arung dekat rumah sakit, meninggalkan Rania dalam kehe
sar. Emir masuk, wajahnya merah, matanya l
eh perlahan, jantungnya berdegup kencang, bukan karena cinta, tap
entak Emir, suaranya mengg
di medsos, sekarang masuk rumah sakit, bikin orang-o
ng. Tak ada energi untuk marah
ya serak, mencoba mengingatkan pria itu
a! Kamu yang nggak becus ngurus dir
ngepal, seolah ingin melepaskan semua
uara keras itu, matanya
h sama Ibu..." katandi depan adiknya, matanya penuh keber
ntak Ibu!
elirik anak-anakn
alian bikin drama! Kalau nggak ada
tangannya gemetar me
, napasnya tersengal. "Per
tangannya memegang kanto
u, melihat Emir yang seda
a ini ia tahan akhirnya meledak. Rafif dan Hana
h marah-marah
anan ke lantai, matan
mir?!" bentaknya, suaran
lin anak-anakmu, sekarang dat
k, wajahnya
ur, Erlang! Ini u
maju, dadanya naik-turun. "
inis, mendoron
an? Kamu nggak
i, Erlang menarik kerah bajunya
mpu neon yang berkedip, Erlang mend
ema, membuat beberapa p
Emir!" teriak Erlang, ta
akmu takut, dan kamu cu
ang pipinya yang meme
nuh kebencian sebelum berbalik dan pergi
la ruang rawat, menyaksikan
ata-kata mereka, tapi i
n karena dingin, tapi karena melihat anak-anaknya pada Rafif dan Hana, m
asih tersengal. Ia berlutut di depan
a yang sakitin kalian lagi," katany
dari ranjang, air m
gatan, kehangatan dari kehadiran Erlang, dari cinta Rafif dan Hana,