a menggenggam erat tanga
awa aroma rumput basah, tapi tak mam
yang familiar, namun asing. Seperti kenangan yang terkubur terlalu dalam,
Hana, suaranya lembut, hampir ta
nyum tipis,
k. Seben
atanya penuh pertanyaan y
api cukup besar untuk merasakan beban yang Rania pi
bus yang mereka tump
menahan batuk yang kembali
pelan di tulang-tulangnya yang rapuh. Ia men
gkin? Tapi kenangan itu te
menggambar sesuatu di buku lusuhnya, gambar rumah dengan
tebal menumpuk, seolah siap mencurahkan d
dari sisa kangkung dan t
ring, sementara Rafif men
m, hanya suara sendok
wajah mereka yang polos, dan hatin
gi aku bisa be
mbuka ponselnya. Ia cek Saweria, masih sepi. Transfer R
engirim anonim itu: Jangan b
ti pegangan terakhirnya,
ntuk tetap hidup, ketika tub
ng tak kunjung dibaca. Ia menulis lagi, jari-jalian tahu: anak-anakku adalah dunia. Kalau aku pergi, tolong ingatkan me
el. Air matanya jatuh pelan, membas
n lagi, mengetuk atap sen
ngun dengan tubuh yang le
umnya. Ia mencoba bangun, tapi kepalanya
a bangun lebih awal, mema
yanya, suaranya kecil
maksakan
sayang. Bantu Ibu
kembali, ia menemukan Rania terd
un karena suara, dan matanya lan
erlari mendekat, tangannya
i tenggorokannya. Ia hanya bisa meraih tangan a
" bisiknya, meski suaranya
r demam. Ini adalah tubu
t, atau mungkin kankernya sud
ingin anak-anaknya me
rangkak ke ponselnya, men
bol panggil, ponsel itu jatuh da
ur!" teriak Rafif, m
k kaki ibunya. "Ibu,
annya, Rania mendengar
sepatu kulit di lantai kayu. Ia mencoba membuka ma
kejutan dan sesuatu yang sulit d
an tolong bant
ng" bisik Rania, ha
bar terkini adik iparnya. Ia terkejut melihat pintu ruma
hnya pucat melihat Rania yang terkulai di la
han, R
ngangkat tubuh Rani
ke rumah sak
hanya mengg
nya seperti daun kering yang
... Harus. Aku akan me
a, tak tahu tentang Emir yang pergi, tentang kanker yang menggerogoti, tentang pe
. Kamu harus bertahan,"rsenyum, senyum yan
u... Jangan biarkan
. Erlang menggendong Rania, berlari ke mobilnya, sementa
knya, menatap mereka dengan cinta yang tak aka
t, tapi wajah mereka penuh keraguan.
berdiri di samping, memegang tangannya, berbisik tentang ma
Maafkan Emir yang tida
k lemah, tak punya te
ng berdiri di sudut ruangan, memandan
suaranya hampir hilang, namun pe
a lebih erat, matanya basah
k mereka," katanya, suaranya penuh harap me
memeluk satu sama lain, wajah mereka puca
ah serius, membawa hasi
t dan terapi suportif. Kondisinya kritis, tapi masih
ania hanya menatap langit-langit, napasnya pelan, seolah ia
lat sesekali menyelinap, menyinari
tapi kehadiran Rafif dan Hana di sisiny
a di taman, berlari di bawah sinar matahari, b
ik Rania, matanya setenga
a, jaga mereka. Jangan
ng, air matanya
nia. Aku janji akan bantu, tapi k
s, senyum yang rapuh
a... dem
stik berisi makanan hangat dan beberapa lem
ari pedagang pasar d
uh kamu," katanya, suaranya bergetar saat
rlelap dalam pengaw
membawa obat yang menj
cil di sudut ruang rawat, tertidur
alam hati untuk menebus waktu yang hilang, untuk menjadi paman yang lebih b
inar matahari tipis
asih lemah, tapi matanya menangkap baya
nya, seolah tubuhnya mendengar doa-doa
pada dirinya sendiri. "Aku
um kecil melih
katanya lembut. "Tapi i
mandang anak-anaknya dengan
inggalkan genangan yang
, masih berjuang, masih menjad
detik yang ia perjuangkan adalah