langsung menyambutnya dengan
, maaf,
ie langsung meraupnya dalam pelukan erat. Jade term
aru pagi tadi kita be
ng aneh di otak anak ini. "Kau ini kenapa? Bukankah kau sendiri yang bilang akan menghubungiku saa
nar
, "Ya, tentu saja. Dan apa yang sebenarnya terjadi pada
a ini membuat Cassie sedikit terpukul, tetapi gadis itu berusaha bersikap sabar, "Jade
enyiapkan alasan masuk akal yang bis
n tepat sekaligus mencerna kebingungan situasi ini, dia harus membawa diri dengan baik tanpa menim
alam rumah. Namun, dibandingkan mengomentari betapa mewah tempat ting
dap Jade. "Jelaskan padaku
ngir dan terlihat baik-baik saja, tetapi reaksi itu dianggap gaga
esau napas lelah. Gadis itu melipat kedua lengannya di dada dan berkata berat
kur pacarnya masih menaruh rasa perhatian kepadanya, tetapi semua afeksi ini malah membebani Jade seperti batu nisan yang ditimpakan di dada. Dia tak suka bila Cassie t
encemasmu. Aku bukan anak kecil yang harus m
n serapah karena lagi-lagi mulutnya begitu sembrono melontarkan sesuatu. Dia menggaruk belakang kepalanya yang tida
yang tadi belum lenyap, hanya saja kali ini ada sepercik keterkejutan yang membayang di sorotnya. Jade
kan noda mencurigakan di pakaiannya. Astaga, sial. Kin
erku tergores papan kayu, tapi sudah tidak apa-apa." Cassie berjinjit dan hendak me
u tidak berk
orang asing yang mau me
seketika membuat Jade merapatkan rahang. Cassie menatap mata sang pemuda dengan serius, "Denga
h datang kemari? Kau meninggalkan pekerjaanmu demi aku?" P
Jade dengan sorot frustrasi. Kemudian kepalanya celingukan mengitari ruangan, menilai semua properti berharga de
mati karena aku harus beres-beres sendirian. Bi
lagi untuk membantah hal itu, jadi dia
iki orang lain yang akan membantunya untuk beres-beres dan menyiapkan makanan layak, tetapi kerugiannya, Jade mulai dihinggapi gelisah tentang nasib Cordelia yang harus bersembunyi di ruang bawah tanah. Dia tidak mungk
ntar wajar yang dilesatkan Cassie ketika gadis itu mengitari lorong lan
gatannya berlabuh pada wajah ibunya yang berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan pipi cekung dan tubuh kurus,
Jade. "Dan sebaiknya kau mulai menyelidiki keluarga kakekmu lebih
erasakan genggaman Cassie terlepas. Gadis itu maj
n, Jade diam-diam melongok dari balik pagar balkon lantai tiga. Matanya nyaris keluar dari rongganya ketika dia melihat Cordelia menggelu
yang dia l
masuk kamar utama, lalu memutuskan u
di dinding. Keningnya berkerut seolah merasa takut terhadapnya. "Setelah kulihat dari dekat, lukisan ini lebih banyak seramn
ak melangkah maju untuk melihat lukisan lebih dekat. Dia tidak mau ada insiden kedua yang sama mengerikannya
ukisan itu, lalu dia bergumam, "Kelihatannya se
pa
n berhantu. Barangkali kau harus menyelidiki siapa dia dan mencaritahu asal-us
ah bagaimana setuju d
kita cari siapa pelukisnya," Lalu sesuai apa yang dia khawatirkan,
k, jangan sentuh b
ssie dan berusaha mengajak gadis
pisi cemas dan panik. "Tidakkah kau
aku," kata Jade, dan pemuda itu menatap mata sang kekasih dalam-dalam untuk merampas perhatian Cassie sepenuhnya; semacam jurus genit yang menurutnya konyol t
mpuan luluh, sementara si laki-laki merasa dirinya memalukan. Jade tidak pernah menganggap dirinya ahli memikat orang, tetapi kenyataan selalu berkata sebaliknya
sensasi aneh merambat dari dasar perutnya, menyebar sampai ke ujung kepala, membuatnya mendidih dengan cara yang menyen
dia melihat seorang gadis asing
ng mengempaskan Jade menjauh darinya. Di
an kebingungan. Dia mengikuti ke mana Cassie
s itu menatap mereka dengan sorot datar. Anehnya, ada ke
bergetar takut. "Siap