n, kali ini tampil sebagai undangan biasa dari kalangan a
pu bohlam kecil melingkari pepohonan, musik akustik terdengar pelan, dan meja-meja berjajar rapi. K
muda yang foto-foto, nyanyi bareng, atau ngemil. Ta
n senada, menambah kesan santai tapi tetap berkelas. Dari jauh, aura
ongol. Buktiin kalau kontol lu yang gede panja
h tertantang. "Entar gue buktiin, bro.
langsung ngilang
Saat ia berbalik, matanya tak sengaja menangkap t
danya mengalir, rambut tergerai, berjalan ke pesta sambil digandeng cowok tinggi pakai kem
a mamanya. Aku melirik Tante Meta. Dia tetap tenang, malah tersenyum tipis ke arahku
, berarti Tante Meta bebas kudek
Meta. [Alisa cuma sebentar kok, d
s, [Memang suami
beliau sudah dua bulan t
dut redup dekat gazebo kecil, cahaya remang, s
ari jauh, Tante Meta masih sibuk ngobrol dan mengatur acara, tapi matanya sesekal
onselku ber
ya, Raka. Tante b
basah oleh keringat. Aku menegakkan dudu
adi, Tante. Di sini remang
cepat
l doang, ya? Atau..
opot. [Boleh juga kalau m
elas disengaja, sambil pura-pura menyapa beberapa kenalannya, menepuk bahu, da
ran, apalagi nggak pakai celana dalam, bikin setiap gesekan l
erutu dalam hati. Kenapa juga harus nuruti
, jadi lebih enak gak pakai daleman, Bro!' itulah
i, tapi justru selangkanganku makin ses
pura-pura merapikan taplak meja kecil di samping kursi. Aro
..." katanya lirih, sen
selangkanganku yang tegang. Senyum itu berubah jadi naka
tapi matanya menyimpan kode. Ia meraih lenganku sek
dan agak jauh dari riuh pesta. Tapi Tante Meta jelas hap
lana seperti tak bisa kompromi, makin liar berdiri tanpa ada penghala
anya temaram cahaya dari kolam renang yang berkilau di kejauhan. Tan
banget, ya?
"I-iya, Tan... aku... aku
an santai merapikan kerah bajuku. Sent
alau tegangnya sampai keliatan gitu..." matanya turun seben
gkangan dengan kedua tang
itu, nanti kalau
unggung tanganku sebentar. "Di sini aman, nggak ada
ak karuan, tubuh gemetar antara takut ketahuan
ngusap tonjolan celanaku. Napasku tercekat, t
uaraku maki
erak pelan, menekan lembut, membuatku hampir kehilan
k jantungku menghantam dada seperti m
lahan menempel di bibirku. Awalnya lembut, seperti menyapa, tapi t
tungku berdetak keras, dada naik-turun cepat. Rasanya aneh,
ongkan kepala, meniru gerak bibirnya, belajar membalas dengan hati-hati. R
a tetap menatapku, seakan memberik
pelan, suara hangat
rtama terasa aneh, tapi membuatku penasaran dan ingin belajar lebih banyak. Dunia di sekitar ka
tar, refleks ingin menepis, tapi entah kenapa malah berhenti di piangganya. Tante Meta makin berani, me
ya, suaranya rendah, nyaris seperti dengung
iba-tiba mendengar suara langkah mendekat. Aku hampir mel
orang!" bi
hku langsung kaku begitu meliha
yata Veron
hatikan kami. Veron sempat menoleh sekilas, tapi sepertinya pura-pura nggak kenal at
halaman, area yang lebih gelap lagi. Nggak perlu imajinasi panjang bua
buka. Tante Meta menahan tawany
ma kita yang nakal
u yang selama ini masih polos terjebak di lingkaran orang-orang dewasa*