bunyikan kegelisahan di wajahku. Ponselku diam, tidak ada pesan baru dari Tante Me
ap kata dan tindakan Tante Meta terasa membekas, me
nunduk sambil mencoba fokus pada buku yang ada di depanku, meskip
gerai bebas, senyum ceria menghiasi wajahnya. Begitu dia melihat teman-teman yang la
snack kali ini?" teriaknya sambil melan
am, Alisa jelas sudah pergi lagi dari pesta saat aku dan mamanya sedang berbuat mesum. Namun saat melihatnya sek
pi matanya sekilas menatap ke arahku. Aku buru-buru menun
wa mereka pecah, tapi aku tetap menunduk, mencoba me
n rasa gugup, ketika tiba-tiba suara cer
agaimana kalau kita bikin kelompok belajar lagi, kaya wak
t lurus ke mata Alisa yang berbinar-binar penuh antusiasme, s
aka kan pinter!" teria
berdetak kencang. Bagaimana aku bisa bilang "tidak"? Apalagi di depan Ali
nggak sanggup jadi ketua," jawabku terbat
gojek online... jadi nggak bisa fokus se
matanya masih bersinar, t
takut-takut gitu, Ka? Cum
terpojok, tak tahu harus bagaimana. Jantungku terasa sesak, campuran ant
i, tapi setiap kata dan tawa di sekitarku terasa seper
nya manis seperti biasanya, tapi kali ini a
tapi tetap ikut kelompok kita ya. Mama aku pasti setuju kalau kamu gabung lagi kelo
iap kata-kata Alisa terasa menekan, tapi aku juga ta
u," timpal He
lang sekolah, kita muali lagi ya, kumpul di rumah aku. Siiip deh!" Ia menyetujui tanpa mi
cang, campuran antara rasa gugup, takut,
eman yang mendukung Alisa. Sementara aku... hanya bisa menun
kan tubuh ke arah
sikat aja, nggak rugi juga ditaksir sama cewek taji
pipiku panas. Bukan karena rasa senang,
api keringat dingin sudah bercu
wek mana pun kalau suka sama lu, sikat aja. Gak usah ketakutan g
as panjang, lal
kacau, Heldi! Ini bisa bikin gu
tertawa, tapi hatiku tetap tegang, takut, bingung,
g bisa menempel di kepala. Bahkan saat pulang pun, motor ya
*
let, ketika tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Dengan langkah
ni ada seorang wanita di sampingnya. Wanita itu berpakaian muslimah rapi, wajahnya teduh tapi ada kesan tegas. Sebuah
lakan mereka mas
enyum hangat, "kenalkan, i
ayah. Istri? Tiba-tiba aku harus menyambut kehadi
ggung. Ayah tersenyum, lalu men
ama Vena menatapku dengan hangat, tapi ada sedikit kilatan rasa ingin
ertemu dengan Mama Vena..." katak
sedikit grogi karena ini pertama kalinya ayah membawa tamu begitu
etampananku, menyebut postur tubuhku hampir sama dengan ayah. Aku hanya tersenyum cang
lah, hobi, dan hal-hal sepele lainnya. Ayah sesekali menyela d
Vena selalu jelalatan, seolah tak pernah lepas dari tonjolan celana kolorku. Awalnya kukira hanya
risih dan malu membuncah, membuatku gagap,
u mau ke kamar dulu, y
tapi mengangguk. Sementara Mama Vena hanya ter
masih kacau. Sejujurnya, aku senang dengan kedatangan ayah dan hadirnya sosok
ikan peran ibu, tapi justru membawa cerita lain yang membuatku gelisah sejak awal perkenalan. T
pun keluar kamarku untuk merapikan ruang tamu, dan mencuci gelas-gelas kotor di dapur. Masih dengan hanya
*