kembali membawaku pada panasnya malam. Mata kami kembali terkunci. Da
sabuk celanaku dan menurunkan retsletingnya dengan hati-hati,
kai daleman ternyat
kataku langsung terhenti saat mulutnya kembali
t di wajahku. Tangannya kini benar-benar memegang batangku, jemar
kejantanmumu sebesar dan sepanj
dak. Lututku gemetar, keringat bercucuran. In
a sudah kaya punya orang barat..." Tante M
seberapa kuat kamu bis
pa irama. Rasanya seperti terseret arus der
mu, Raka..." bisiknya lagi, suar
gkok tepat di depan selangkanganku. Aku refleks mundur seten
ku tercekat saat Tante Meta mencium kepala batangku
nunduk, menatap pemandangan yngah baya berjilbab, saat ini berjongkok tepat di depan selangkanganku yang
l di bibirnya. "Tenang, Raka. Justru itu yang tante mau. Rasa pertama
memasukan kepala dan seluruh batangku ke dalam mulutnya, walau hanya bisa setengahnya. Aku hanya bisa pasrah,
aaa..." suara itu nyaris
Sensasi asing yang menyambar sekujur tubuh membuatku hampir tak sanggup ber
anganku, matanya sesekali menatapku di atasnya, pipinya mengembung, ekspresinya penuh ke
i sela-sela gerakan kecil yang mem
. Malam ini kamu akan belaja
gazebo gelap ini, dunia terasa terhenti, menyisakan aku yang gemetar di ambang batas,
terbungkus jilbab, dan membantunya maju mundur, agar
ubuhku serasa tersambar p
narik selangkangan ke belakang hingga b
" Tante Meta b
i arah rumpun bambu sebelah kanan. Yang seorang sepertinya laki-laki sedang membereskan cela
matis loyo dan mengecil. Gairah
langsung merapikan celana celanaku dan mundur dua langkah.
Aku takut...." Suaraku serak, tulangku serasa
tajam tapi juga lembut. Ia merapikan gaun dan jilbabn
a belum siap. Tante yang salah, terlalu cepat, terlalu
tap wajahnya. Sementara dua sosok itu telah kembali m
n ya," ucapku tanpa menunggu jawabn
k, tawa, percikan air kolam renang. Semua te
dan cepat pulang, tak peduli Veron yang melambai-lambai
i kamar. Menutup mata, menarik napas panjang, m
.. jangan takut. Malam ini cuma awal. Tante nggak
tap layar ponsel dengan mata ter
engalaman yang hampir mirip, tapi t
pernah kemping di pinggir pant
-malam. Awalnya aku nggak curiga sama sekali, tapi ternyata maksudnya berbe
os, langsung panik dan kabur tunggan
tungnya beberapa bulan kemudian, pindah sekolah ke
bagian super gila yang mendebark
dua bersaudara. Aku lahir dan dibesarkan di sebuah kabupaten ternama di J
elas tiga SMP, orang tuaku memutuskan pindah domisili ke Bogor. Namun, k
emborong bangunan. Adik perempuanku tinggal bersama nenek di Bandung, sedangkan
atau mungkin sudah memiliki kehidupan lain. Meski begitu, mereka tetap bertanggung jawab terhadap kami anak-anaknya
sudah membelikan aku mkotor buat sekolah dan merenovasi rumah
ng sedikit berbeda dibanding teman-teman sebaya. Kulit kami lebih cerah, hidung lebih mancung. Postur tubuhku leb
batang tubuhku di balik celana. Tak jarang, tonjolannya menarik perhatia
oleh dengan tatapan yang sulit diartikan. Kadang, aku merasa sedikit risih dengan perhatian
aman berteman dan fokus belajar daripada ikut-ikutan urusan percintaan re
*