/0/29124/coverbig.jpg?v=3652e21125bb7eb84eb182a68e2225b0)
am terpenting dalam karierku-
wanita lain dari badai kamera sementara seluruh isi
hir yang dingin dan menusuk: "Kania me
obi", lupa bahwa karya itulah yang menjadi fondasi per
gan sebuah rencana untuk menggunaka
kekayaan intelektual yang membosankan," kataku padanya. "Dia
a
Pandan
pertamaku di pusat kota Jakarta. Bukan pameran kecil di kedai k
Selama empat tahun, aku menjadi istri yang pendiam dan artistik dari miliarder teknologi, Bima Adin
ramai, aku merasakan hawa dingin yang familier
h notifikasi berita, berke
h su
nteng bagi wanita lain. Kania Cendrawasih. Dia tampak rapuh dan seng
angsung. Aku tidak bisa mendengar kata-katanya, tapi aku melihatnya dari bisikan-bisikan pelan dan tat
. Sebuah pesan darinya, d
a membutuhkanku. Kamu aka
ancur berkeping-keping. Lebih seperti bunyi 'klik' p
a bersinar di belasan layar di sekitar kami. "Aku turut prihatin, Arini," kata
ohongan itu keluar secara otomatis, sebuah ref
u ke seorang pria berjas mahal. "Kritikus da
perti robot. Aku tersenyum. Aku berjaba
desain-desain rumit dan unik yang telah menjadi jiwa "Nirmala", aplikasi yang membuat B
, dia menyukai apa yang bisa karyaku lakuka
malam ini. Dia telah menghap
kesalahan t
biasa stabil. Sungguh menakjubkan betapa tenangnya dirimu saa
nyi hak sepatuku menciptakan ritme
n suamiku. Aku men
ni Arini M
gaimana pe
dan asing bahkan bagi diriku sendiri. "Siap
ejenak. "K
hat persis seperti formulir pelepasan hak kekayaan intelektual. Aku akan bilang padanya gal
i urusan bisnis. Satu-satun
ini," katanya set
tebakan. Itu adalah fakta. "Dia tidak pernah me
merasa tak terlihat. Sekarang, aku akan
besok pagi," k
h." Aku menu
riku. Senyum sopan telah hilang dari wajah
tajam. Sesuat
 GOOGLE PLAY
 GOOGLE PLAY