Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Di Antara Dua Pria Yang Kucinta
Di Antara Dua Pria Yang Kucinta

Di Antara Dua Pria Yang Kucinta

5.0
76 Bab
5.9K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Warning khusus dewasa!!! Novel ini dipenuhi dengan adegan hot dan 21+++ Blurb Hesti dan Haris adalah sepasang suami istri yang sudah menikah dua tahun namun belum dikaruniai anak. Tanpa sengaja Hesti mengetahui kenyataan kalau suaminya melakukan vasektomi agar dia tidak bisa memiliki anak. Padahal Haris tahu benar kalau Hesti sangat menyukai anak-anak dan ingin segera memiliki anak tapi karena masa lalunya yang suram ia memutuskan untuk tidak memiliki anak seumur hidupnya. Hesti marah dan mereka memutuskan untuk bercerai. Hesti berpikiran pendek dan dengan perasaan marah dan frustasi mencari pria untuk menghamilinya. Dia sudah memutuskan untuk memiliki bayi, bayinya sendiri! Di klub Hesti mabuk dan bertemu dengan Samuel. Malam itu mereka bercinta dan saat itu Hesti dan Samuel sama-sama menyukai gairah liar yang terjadi di antara mereka. Mereka sepakat dan memutuskan untuk bersama setelah Hesti resmi menjadi janda. Namun Haris mengajak Hesti bertemu dan meminta Hesti memaafkannya. Dia bersedia untuk melakukan operasi agar mereka bisa segera memiliki bayi yang Hesti inginkan. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Keputusan apa yang akan Hesti ambil pada akhirnya? Baca tuntas sampai tamat yah, semoga kalian suka

Bab 1 Hesti tahu Haris melakukan operasi vasektomi

Bab 1

Hati Hesti terasa hampa meski harus ia akui rumah tangganya berlangsung harmonis dan mesra terus. Ia juga selalu menikmati percintaan yang penuh gairah dengan suaminya tapi setelah dua minggu ia harus merasakan perasaan kecewa saat mendapat hasil tes kehamilannya hanya bergaris satu. Ia akan kembali merasa bersalah kepada suaminya, mas Haris.

Sudah beberapa tahun ini, meski mereka sangat rutin dan aktif melakukan hubungan intim, tetap saja ia tidak kunjung hamil! Apa masalahnya! keluh Hesti merasa sangat sedih dan kecewa pada dirinya sendiri kalau mengingat hal itu.

Beruntung selama ini mas Haris tidak pernah menyalahkannya sedikitpun. Ia malah selalu menyemangati dan selalu membela saat keluarga besarnya menanyakan hal itu kepada mereka. Ia akan menyela kalau dia masih belum menginginkan anak dan menanggung semua kesalahan. Secara pribadi dia mengatakan kalau hal itu akan terjadi sendiri bila sudah waktunya. Dia tidak pernah keberatan dengan situasi pernikahan mereka saat ini meski sampai saat ini mereka masih belum dikaruniai anak.

Saat mas Haris mengatakan hal itu memang beban yang ia rasakan agak terangkat sedikit tapi karena terlalu cinta perasaan bersalah belum bisa memberikan keturunan kepada mas Haris kembali datang dan membuat Hesti selalu mencari cara agar ia bisa segera hamil.

Ia sudah menjalani berbagai teknik bercinta yang bisa membuka peluang kemungkinan untuknya hamil dari menaikkan kedua kakinya ke atas tembok setelah mas Haris membanjiri rahimnya dengan benih cinta, sampai ia harus menahan diri untuk tidak bergerak terlalu aktif setelah mas Haris mencapai klimaksnya, ia menerima benih cinta mas Haris dengan senyuman penuh harapan agar sel sperma mas Haris bisa bekerja lebih maksimal lagi agar bisa bertemu dengan indung telurnya.

Berbagai hal yang meski terdengar janggal dan konyol ia telan bulat-bulat dan lakukan! Belum lagi ia selalu meminum obat penyubur kandungan dan berbagai ramuan rekomendasi dari para karyawannya agar bisa segera hamil dan memberikan anak untuk suaminya.

Semua sudah dilakukan tapi saat semuanya tidak berhasil, ia malah merasa geram dan frustasi, kenapa hal itu bisa berhasil kepada orang lain tapi tidak berhasil pada dirinya sendiri! keluhnya sambil terisak di atas bantalnya dengan frustasi.

Mas Haris hanya bisa memeluk dan menenangkannya bisa dia meluapkan perasaannya.

Ia sudah memeriksakan diri ke dokter kandungan dan dari hasil tes juga pemeriksaan semuanya baik-baik saja. Dokter berasumsi mungkin saja karena Hesti kelelahan bekerja. Hesti merasa asumsi dokter memang benar adanya. Selama ini dia selalu aktif bekerja tapi di hari Sabtu dan Minggu, mereka selalu mengkhususkan diri untuk melepas kesibukan mereka dan menikmati masa bulan madu singkat.

Hubungan mereka selalu harmonis dan mesra selama ini, tidak pernah ada masalah apa lagi mereka sampai bertengkar. Hanya saja Hesti sangat merindukan kehadiran seorang anak!

Pernah beberapa kali ia meminta mas Haris untuk ikut bersamanya ke panti asuhan dengan tujuannya untuk mengirimkan donasi berupa sembako dan alat-alat tulis untuk seluruh anak panti kemudian dengan sengaja, ia akan mengajak mas Haris ke ruang bayi dan melihat bayi-bayi yang lucu-lucu di sana tapi sayangnya mas Haris seakan sudah mengerti maksudnya. Ia hanya tersenyum dan menggenggam tangannya keluar dari ruangan bayi tanpa mengatakan apapun juga.

Ketika ia mengungkit mengenai adopsi anak, mas Haris langsung menenangkannya dan memberinya semangat kalau mereka pasti bisa memiliki darah daging mereka sendiri kalau waktunya memang sudah tiba kalau sekarang ia hanya ingin menikmati kebersamaan dengannya berdua saja.

Hesti merasa bersyukur memiliki suami seperti mas Haris yang sangat penyayang dan pengertian terhadapnya tapi rasa syukurnya langsung berubah menjadi emosi dan penuh rasa kecewa, saat ini dia benar-benar kaget saat membenahi berkas-berkas lama, ia menemukan surat kontrol suaminya. Surat kontrol pasca operasi vasektomi!

Ia mengingat-ingat tanggalnya dan tanggal itu beberapa minggu sebelum dia menikah dengan mas Haris! Tubuhnya lemas dan gemetar. Ia menelan air ludahnya dengan susah payah sambil menangis pilu.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya pada dirinya sendiri. Kalau mereka tidak berbenah untuk pindah ke mansion yang baru mana mungkin ia akan mengetahui kenyataan ini! Berapa lama mas Haris akan membohonginya!

“Apa kau sudah selesai, Sayang? …” tanya Haris dengan senyuman menghilang dari bibirnya saat menyadari kertas dalam genggaman istrinya yang tampak memandanginya dengan tatapan kecewa.

“Ini apa maksudnya?” tanya Hesti dengan menahan kecewanya.

“Apa?” tanya Haris berusaha untuk tetap tenang meski dalam hati ia takut kalau Hesti akan meradang.

“Ini!” seru Hesti sambil melemparkan lembaran kertas pemicu emosinya.

Haris melihat salinan surat kontrol yang lupa ia buang! Ia mengumpat dalam hati kenapa waktu itu bisa melupakan melenyapkan hal sepenting ini! keluhnya lagi dalam hati. Ia mendekati dengan tujuan menenangkan kemarahan istrinya.

Hesti mendorong dan menepis saat mas Haris ingin menenangkannya. Ia berteriak dan mengumpat dengan kesal! Perasaan bersalah yang menumpuk dalam hatinya berubah menjadi rasa muak saat mengetahui apa yang telah dilakukan suaminya sendiri.

“Kau tahu dari awal pernikahan, aku sangat mendambakan untuk bisa memiliki bayi, Mas! Bayi kita! Tapi kenapa Mas Haris malah melakukan vasektomi?" serunya sambil memukuli mas Haris dengan perasaan kesal. Air matanya berderai merasa sangat sedih dengan tindakan suaminya. "Yah Tuhan! Dosa apa aku ini!” ratapnya dengan sikap menyalahkan nasibnya.

“Hesti! Jangan keterlaluan!” sentak Haris sambil menenangkan Hesti.

“Aku? Keterlaluan katamu, Mas!" sergah Hesti merasa sangat terluka dengan ucapan Haris. "Sekian lama aku merasa bersalah karena tidak bisa mengandung anakmu tapi Mas malah berpura-pura bodoh menghiburku!” seru Hesti tidak bisa menahan kegeraman dalam hatinya. Ia sangat marah karena mas Haris memperlakukannya seperti ini.

“Aku tidak suka anak-anak, Hes!” aku Haris berterus terang. Dari awal dia tahu kalau istrinya ini sangat menyukai anak kecil tapi berbanding terbalik dengannya. Baginya, anak-anak hanya membuat hari-hari mereka repot sementara mereka memiliki segudang aktifitas bisnis yang mesti mereka jalani secara profesional tapi Haris tidak berani berterus terang kepada Hesti karena ia takut Hesti akan menolak menikahinya karena itu secara diam-diam dia melakukan operasi vasektomi untuk mencegah mereka memiliki anak yang tidak diinginkan.

“Tapi Mas tahu aku menyukai dan merindukan kehadiran mereka di tengah-tengah kita!” seru Hesti merasa berang mendengar pernyataan mas Haris.

“Mas tahu karena itu hanya ini jalan satu-satunya yang bisa Mas lakukan untuk keharmonisan rumah tangga kita, Hes!” kata Haris berusaha untuk memberi Hesti pengertian. "Apa kau mau tubuh indahmu berubah dan membuatmu harus bekerja keras untuk mendapatkan tubuh idealmu lagi? Belum proses melahirkan! Bagaimana kalau kau sampai kenapa-napa! Mas tidak mau kehilanganmu, Hes!" sahut Haris dengan cepat.

Mata Hesti terbuka lebar. “Rumah tangga apa seperti ini, Mas! Rumah tangga tanpa kehadiran seorang anak? Tidak, Mas! Aku tidak mau!” seru Hesti dengan cepat menolak penjelasan mas Haris.

“Tapi selama ini kita bahagia tanpa anak, Hes! Kenapa perlu mempermasalahkannya sekarang?” sahut Haris merasa tidak mengerti dengan pengertian Hesti.

“Kau gila, Mas! Gila!” seru Hesti dengan penuh kemarahan melayangkan tangannya ke wajah suaminya.

“Hes!” sergah Haris tidak menerima tamparan Hesti tapi berusaha untuk menahan diri dan membujuk Hesti lagi untuk mendengarkannya.

“Lepaskan aku, Mas!" seru Hesti dengan cepat menepis tangan mas Haris yang ingin menyentuhnya lagi. "Jangan pernah berani menyentuhku lagi!" ucap Hesti dengan kesal. Air matanya kembali luruh. "Tega kau, Mas! Kau sudah membohongiku dengan keji!” lanjutnya di sela isak tangisnya.

“Aku hanya tidak ingin membuatmu sedih, Hes. Coba pikirkan, kalau kita memiliki anak, kita tidak akan fokus dan menikmati pernikahan kita. Selama ini kita bahagia mesti tanpa kehadiran seorang anak, bukan!” sahut Haris berusaha keras menenangkan kemarahan Hesti.

Dengan mata terbuka lebar, Hesti mengumpat perkataan Haris dengan kata-kata yang hanya ia dengar dari tayangan televisi untuk meluapkan kemarahannya.

“Hes!” seru Haris tidak menyangka Hesti semakin berani mengumpatnya.

“Kenapa? Apa Mas tidak terima dengan umpatanku!” serunya tidak menahan diri lagi. Selama ini dia sangat menghormati semua keputusan suaminya tapi kali ini ia sudah kehilangan rasa hormat terhadap suaminya itu.

Haris berusaha menahan diri dan memahami perasaan Hesti saat ini karenanya ia berusaha untuk mengalah. “Kau sedang marah sekarang, aku maklum …” kata Haris lagi.

“Maklum?” sela Hesti sambil mengeluarkan umpatannya lagi dengan penuh emosi. “Aku tidak mau tahu, Mas! Aku menginginkan anak karena itu Mas harus ikut bersamaku sekarang juga, ke rumah sakit untuk membuka membatalkan efek operasi yang sudah Mas lakukan selama ini,” sahut Hesti dengan tegas.

“Tidak!” seru Haris langsung menolak ajakan Hesti.

“Mas!” seru Hesti tidak percaya kalau Haris menolak ajakannya dengan tegas.

“Mas sudah katakan tidak maka tidak! Dan itu sudah keputusan final! Kau harus menuruti keputusan Mas atau …!” kata Haris tidak bisa menahan diri lagi saat harga dirinya terusik.

“Atau apa!” sahut Hesti menantang ucapan mas Haris.

“Atau Mas akan menceraikanmu!” sahut Haris mengatakan ekspresi dingin saat menatap istrinya.

Ucapan mas Haris bagaikan geledek di siang bolong di telinga Hesti! Air mata jatuh bergulir begitu saja di pipinya. Sambil tersenyum kecut, dengan berani ia menatap mas Haris dengan perasaan terluka. “Baik, kalau begitu ayo kita bercerai,” sahut Hesti pada akhirnya.

Haris mengumpat kesal melihat kekeraskepalaan Hesti. Ia meninggalkan Hesti sendirian di dalam kamar mereka untuk meredam amarah yang sedang mendera mereka berdua.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY