Unduh Aplikasi panas
Beranda / Fantasi / ENTERNAL LOVE
ENTERNAL LOVE

ENTERNAL LOVE

5.0
30 Bab
670 Penayangan
Baca Sekarang

Pasca kedatangan penyihir hitam yang tak terduga dan membuat Carolina, tunangannya terbunuh, Elgar merasa hidupnya menjadi hampa dan putus asa. Demi membalaskan dendam sang tunangan, Elgar berusaha bangkit, dibantu oleh seorang penyihir agung. Elgar mencari tahu di mana tempat persembunyian penyihir hitam itu. Elgar juga mulai mempersiapkan diri agar bisa mengalahkan penyihir hitam itu. Banyak hal tak terduga yang harus ia hadapi. Seperti pengkhianatan Putri Liana yang ternyata bekerja sama dengan sang penyihir hitam, dan pertemuan Elgar dengan seorang gadis yang sangat mirip dengan mendiang Carolina, tunangannya. Sejak pertemuan itu, Elgar berada pada pilihan yang sulit: antara tetap pergi membalaskan dendamnya atau justru memilih untuk mencari tahu soal kebenaran gadis yang mirip tunangannya dulu?

Konten

Bab 1 Awal Pertemuan

Angin musim dingin menerpa wajah Elgar dengan ganas, membawa serta hembusan debu dan aroma darah. Bunyi bentrokan pedang dan jeritan kesakitan memenuhi udara, menciptakan simfoni kematian yang mengerikan.

Sebagai putra mahkota Kerajaan Xylosia, Elgar sudah terbiasa dengan medan perang. Namun, pertempuran di perbatasan kali ini terasa berbeda.

Musuh mereka, suku dari utara, jauh lebih kejam dan licik dari yang pernah mereka hadapi sebelumnya. Elgar mengayunkan pedangnya, menebas seorang prajurit musuh yang berusaha menyerangnya dari belakang.

Napasnya tersengal-sengal, keringat dingin membasahi dahinya. Luka terbuka di lengan kirinya terasa semakin perih, namun ia berusaha mengabaikannya.

Ia harus bertahan demi rakyatnya, demi kerajaan yang ia cintai.

"Mundur!" teriaknya kepada pasukannya. "Kita harus mundur!"

Namun, pergerakan mereka terhalang oleh pasukan musuh yang semakin mendesak. Elgar berusaha sekuat tenaga untuk membuka jalan bagi pasukannya, namun jumlah musuh terlalu banyak.

"Mau pergi kemana kau, Pangeran Mahkota Xylosia?"

Tiba-tiba, sebuah suara menghentikan pergerakan Elgar dan pasukannya untuk mundur. Suara itu berasal dari pemimpin suku utara yang ingin melakukan kudeta kepada pihak kerajaan yaitu, Antonio Conte Casillas.

Pria itu, saat ini tengah berdiri dihadapan Elgar dengan jarak kurang lebih 3 meter sambil membawa sebuah busur panah di tangannya.

Elgar tidak menghiraukan ucapannya dan hanya memandang Antonio dalam diam, seolah ia tidak mendengar apa-apa tadi. Hal itu membuat Antonio geram kepada Elgar karena telah mengabaikan perkataannya.

Sesaat kemudian, sebuah anak panah melesat dengan cepat ke arah Elgar tanpa bisa dihindari. Panah itu langsung mengenai tubuhnya tepatnya di bagian perut.

Darah segar mengalir dengan deras dari arah perutnya, membuat seluruh bawahannya sangat khawatir dengan keadaannya. Namun, Elgar masih bisa menahan rasa sakit itu dan kemudian ia menatap ke arah sang pelaku penyerangannya yang tidak lain adalah Antonio.

Karena keadaan Elgar yang terluka parah, membuatnya tidak bisa memimpin pasukannya lagi dan pada akhirnya ia memerintahkan pasukannya untuk terus mundur.

Dalam keadaan yang sudah terluka parah, Elgar tetap melawan musuh yang mencoba menghalanginya. Walaupun pergerakannya terbatas karena luka-luka yang ada pada tubuhnya.

Sampai akhirnya, ia terdesak hingga ke tepi hutan. Karena putus asa, akhirnya Elgar memilih melompat ke dalam hutan.

Ia terus berlari, tanpa peduli dengan ranting-ranting pohon yang mencakar kulitnya atau semak belukar yang menggores wajahnya. Ia hanya ingin menjauh dari medan perang.

Setelah berlari cukup jauh, Elgar berhenti di sebuah sungai kecil. Ia menenggelamkan wajahnya ke dalam air, berusaha untuk menenangkan diri.

Ditempat lain para prajuritnya telah berhasil lolos dari kejaran musuh. Namun, mereka semua terkejut dengan hilangnya sang pangera mahkota yang tidak ada dalam pasukan.

Dan hal itu membuat para prajurit dan jendral yang menjadi tangan kanan Elgar kalang kabut mencarinya.

Sementara itu, luka yang Elgar dapatkan semakin parah, bahkan anak panah yang tadi menancap di perutnya saja belum tercabut membuatnya sesekali meringis kesakitan dan darahnya terus saja mengalir.

Ditengah ketenangannya, tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia langsung waspada dan berusaha menyembunyikan diri di balik semak-semak dengan susah payah.

Seorang gadis muda muncul dari balik pepohonan. Rambutnya yang panjang terurai bebas, matanya yang besar berbinar, dan kulitnya yang putih bersih membuatnya terlihat seperti seorang peri hutan.

Gadis itu mengenakan gaun sederhana berwarna putih, dan di tangannya terdapat sebuah keranjang anyaman.

Elgar sebenarnya penasaran dengan suara langkah kaki itu, namun akibat lukanya yang semakin parah membuat kesadarannya semakin lama semakin menipis dan berakhir ia tak sadarkan diri.

Melihat pergerakan aneh dari semak-semak yang ada di depannya membuat gadis yang bernama Carolina penasaran. Setelah mengumpulkan keberaniannya, ia mulai melangkahkan kakinya mendekati semak-semak itu.

"Astaga!" Pekik Carolina sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan karena terkejut, dan membuat keranjang anyaman yang ia bawa terjatuh ke tanah.

Betapa terkejutnya ia, setelah mengetahui ternyata ada seorang pria yang tergeletak di balik semak-semak itu dengan keadaan yang cukup mengenaskan.

Bagaimana tidak, pria itu memiliki banyak luka yang sangat parah, darah merah yang belum mengering di setiap lukanya dan yang lebih parahnya sebuah anak panah masih menancap pada perut pria itu.

"Bagaimana ini? Aku harus bagaimana?" gumam Carolina bingung, matanya menatap intens ke arah pria yang tergeletak tak sadarkan diri di hadapannya. Pikirannya berkecamuk, perasaan bersalah dan dilema bercampur aduk dalam hatinya.

Carolina, gadis pencinta kesunyian yang lebih nyaman hidup menyendiri di pondok warisan orang tuanya, kini dihadapkan pada situasi yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Pria asing itu, dengan luka menganga di lengannya, tergeletak di depan matanya saat ini, seolah memohon pertolongan.

Ingatan tentang masa lalunya yang kelam kembali menghantuinya. Kejadian tragis yang merenggut kedua orang tuanya membuatnya menarik diri dari dunia dan memilih hidup terisolasi di dalam hutan.

Ia takut akan interaksi dengan orang lain, takut akan rasa sakit yang mungkin kembali menimpanya. Namun, melihat nyawa seseorang dalam bahaya, hatinya tergelitik.

Nilai-nilai kemanusiaan yang terpendam dalam dirinya mulai muncul, bertentangan dengan sifat antisosialnya. Di satu sisi, ia ingin menolong, tetapi di sisi-sisi lain, ia takut akan konsekuensi yang mungkin terjadi jika ia terlibat dengan orang lain.

"Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja, sebentar lagi malam akan tiba" gumamnya lagi, kali ini dengan nada lebih tegas.

Dengan hati berdebar kencang, Carolina perlahan mendekati pria itu. Ia berhati-hati memeriksa luka di lengan dan perut pria itu yang masih tertancap panah, kemudian dengan ragu-ragu, ia memutuskan untuk membawanya ke pondoknya yang tidak terlalu jauh dari tempat itu.

Dengan susah payah, Carolina memapah tubuh pria itu. Tubuhnya yang kecil membuatnya kerepotan. Berkali-kali ia hampir terjatuh, namun ia tetap berusaha. Akhirnya, dengan napas terengah-engah, ia berhasil membawa tubuh itu ke dalam pondoknya.

Pondok sederhana itu memiliki dua kamar. Satu kamar adalah miliknya, sedangkan kamar satunya lagi merupakan kamar mendiang orang tuanya. Dengan hati-hati, Carolina membawa tubuh pria itu ke kamar orang tuanya. Ia tidak mungkin membawanya ke kamarnya.

Setelah meletakkan tubuh pria itu di atas ranjang tua, Carolina menghela napas panjang. Ia menatap wajah pria itu yang pucat pasi. Hatinya dipenuhi oleh rasa iba dan pertanyaan.

Siapakah pria ini? Bagaimana bisa ia terluka parah seperti ini? Dan mengapa ia harus menemukannya dalam keadaan seperti ini?

Rasa penasarannya semakin memuncak saat ia memperhatikan pakaian yang dikenakan pria itu. Sebuah firasat aneh muncul dalam benaknya.

Pria yang terluka ini bukanlah orang sembarangan. Ia mungkin berasal dari kalangan bangsawan atau memiliki status sosial yang tinggi. Namun, mengapa ia berada di hutan belantara dalam keadaan terluka parah? Dan siapa yang ingin membunuhnya?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya. Carolina merasa semakin tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang pria misterius ini. Namun, ia juga merasa takut. Apa yang akan terjadi jika ia terlibat lebih dalam, dalam masalah ini?

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY