Pernikahan ini adalah langkah yang dia pilih sebagai jalan keluar dari belenggu keluarganya. Namun, apa yang tidak dia ketahui adalah bahwa kebebasannya hanya akan membawa lebih banyak penderitaan.
Saat upacara dimulai, Liora dapat merasakan tatapan keluarga dan tamu yang terfokus padanya. Wajah-wajah penuh harapan, penuh kebanggaan pada gadis yang dipilih untuk menikahi Arvid, pewaris kekayaan dan kekuasaan keluarga Atwood. Namun, jauh di dalam hatinya, Liora tahu bahwa mereka semua salah. Mereka tidak melihat ke dalam dirinya, mereka tidak memahami perasaan yang melingkupi setiap langkahnya, setiap kata yang diucapkannya.
Keluarganya, terutama ayahnya, Lord Delvin, menganggap Liora sebagai alat untuk menjaga nama baik keluarga mereka. Tidak ada cinta, tidak ada perhatian, hanya tugas untuk mengukuhkan status keluarga mereka di masyarakat. Dan Eveline, adiknya, adalah putri yang selalu dimanja-sempurna dalam segala hal yang dilakukan. Semua orang mencintai Eveline, dan Liora, meski memiliki segalanya, selalu terabaikan. Mereka tidak pernah tahu bagaimana rasanya hidup dalam bayang-bayang adik yang lebih muda, yang selalu berhasil membuat semua orang tersenyum sementara dirinya terpuruk dalam kehampaan yang tak terlihat.
Liora menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dalam sekejap, dia keluar dari ruangan itu, berjalan menuju altar di depan keluarga yang penuh harap. Namun, sebelum dia benar-benar mencapai ujung koridor, matanya bertemu dengan sosok yang membuat seluruh tubuhnya beku. Eveline.
Adiknya berdiri di sisi ruang pelaminan, mengenakan gaun biru lembut yang memancarkan kesan tak bersalah. Senyumnya yang lembut dan sinar di matanya tidak pernah tampak lebih mempesona. Liora tahu-sebuah rasa pahit mengalir di tenggorokannya-bahwa Eveline adalah gadis yang selalu dicintai oleh semua orang. Namun, saat ini, dia bukan hanya seseorang yang membuat semua orang tersenyum. Saat itu, Eveline bukan hanya adiknya. Dia adalah kekasih Arvid.
Liora merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Setiap percakapan, setiap sentuhan yang mereka bagikan di hadapan orang-orang selama beberapa minggu terakhir, tiba-tiba terasa sangat berbeda. Seolah Arvid bukan lagi tunangannya-seolah dia bukan lagi orang yang telah dia harapkan untuk membebaskannya dari belenggu keluarganya. Liora ingin berlari, tapi kakinya terasa seperti terikat pada tanah, tak mampu bergerak.
"Kenapa kamu di sini?" Suara Eveline terdengar lembut, namun tajam. Tidak ada yang bisa mengabaikan nada itu-sebuah nada yang penuh dengan makna. Tidak ada senyum di wajahnya saat menatap Liora. Hanya sebuah tatapan yang penuh penyesalan, namun juga keengganan.
Liora menelan ludah. "Aku... aku hanya ingin memastikan semuanya berjalan lancar," jawabnya, berusaha menahan air matanya yang ingin jatuh.
"Berjalan lancar?" Eveline mengulang kata-kata itu dengan sinis. "Apakah kamu benar-benar berpikir kamu bisa keluar dari semua ini dengan mudah, Liora?"
Tanyaannya menggema dalam benaknya. Kenapa? Kenapa dia harus menjadi orang yang harus menjalani hidup seperti ini? Kenapa harus dia yang terjebak dalam pernikahan ini? Dan di mana Arvid? Mengapa dia membiarkan semua ini terjadi?
Liora hanya bisa mengalihkan pandangannya, mencoba menghindari tatapan tajam adiknya. Tetapi, kenyataan itu sudah jelas-Arvid, pria yang dipilih untuk membantunya keluar dari segala kekangan keluarganya, ternyata memilih adiknya untuk menjalin cinta diam-diam. Arvid dan Eveline telah menjalin hubungan yang lebih dalam daripada sekadar pertunangan yang mereka perlihatkan ke dunia luar. Mereka adalah dua orang yang saling mencintai, dan Liora hanyalah pion dalam permainan mereka. Pemain yang dipaksa bertahan hidup di atas penderitaannya.
Senyum Eveline semakin lebar, dan Liora merasa hatinya pecah. "Aku tahu kamu berpikir menikah dengan Arvid akan memberimu kebebasan, tapi kamu salah. Selama ini, kamu hanya menjadi alat. Alat untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya ada di antara kami." Eveline menambahkan dengan penuh ketegasan.
Liora merasakan dadanya terhimpit. Setiap kata Eveline adalah cambukan yang membuat luka lama semakin dalam. Selama ini dia hanya dianggap sebagai orang luar dalam keluarga, dan kali ini, dia benar-benar merasa seperti orang yang tak diinginkan.
Arvid akhirnya muncul dari balik pintu, wajahnya tampak kosong, seperti biasa. Tidak ada rasa bersalah, tidak ada penyesalan yang terlihat di wajahnya. Hanya ekspresi yang biasa-terlatih, seperti seorang aktor yang selalu berusaha tampil sempurna. Namun, di dalam matanya, Liora bisa melihat keraguan yang tidak bisa dia tutupi.
"Apakah kamu baik-baik saja, Liora?" Arvid bertanya, meskipun nada suaranya terdengar jauh dan tak peduli.
Liora menatap Arvid, menahan perasaan amarah yang mulai membengkak. "Aku baik-baik saja," jawabnya dengan suara rendah, namun penuh kebencian. "Aku akan baik-baik saja, meskipun aku tahu bahwa pernikahan ini hanyalah tipuan belaka."
Arvid terdiam sejenak, seolah tidak tahu apa yang harus dikatakan. Di sisi lain, Eveline hanya berdiri, menatap Liora dengan penuh penilaian, seolah semua yang terjadi adalah takdir yang tak bisa diubah.
Liora merasa tubuhnya lemas. Di hadapan semua orang, dia harus menjalani pernikahan ini-pernikahan yang tidak pernah dia inginkan, dengan suami yang lebih tertarik pada adiknya daripada dirinya sendiri. Cinta yang hilang, dan pengkhianatan yang membekas di hatinya, membuat langkahnya terasa lebih berat. Dunia yang tampaknya sempurna di luar sana ternyata adalah dunia yang penuh dengan kebohongan dan rahasia.
Namun, dalam hatinya, Liora bertekad. Dia tidak akan membiarkan dirinya dihancurkan oleh takdir ini. Jika keluarganya telah mengkhianatinya, dan jika Arvid tidak pernah menganggapnya sebagai seorang istri, maka dia akan menemukan caranya untuk membalas semua ini. Kekuatan dalam dirinya sudah mulai tumbuh, dan dia tahu bahwa permainan ini baru saja dimulai.