Bertahun-tahun ia berjuang untuk menciptakan kehidupan yang biasa-biasa saja, jauh dari sorotan media, jauh dari dunia yang gemerlap dan penuh kepalsuan. Namun takdir tak pernah menanyakan persetujuan. Orang tuanya, yang selalu memegang kendali atas kehidupannya, membuat keputusan yang mengubah jalannya hidup. Tak ada pilihan bagi Vera selain mengikuti kehendak mereka. Kehendak yang melibatkan pernikahan dengan seorang pria yang bahkan belum pernah ia kenal sebelumnya, seorang pria bernama Dorian Ashford.
"Ini demi kebaikan keluarga kita," kata ibunya dengan suara yang penuh harapan, seperti biasa. "Dorian Ashford adalah pilihan terbaik untuk masa depan kita."
Vera tidak mengerti. Bagaimana mungkin hidupnya bisa bergantung pada pria yang hanya dikenal melalui berita dan iklan? Dorian Ashford adalah CEO dari Ashford International, perusahaan kapal pesiar terbesar di dunia, yang terkenal karena kekayaan dan ketampanannya yang membuatnya menjadi idola di kalangan wanita. Tapi di balik semua itu, Vera tahu sedikit tentang kehidupan pribadinya, dan bahkan lebih sedikit tentang apa yang benar-benar terjadi dalam hatinya.
Sementara itu, Dorian Ashford sendiri berada di sisi lain dunia, memandang pernikahan ini dengan kebingungan dan rasa enggan yang tak bisa disembunyikan. Baginya, pernikahan ini adalah kewajiban-sebuah keputusan yang dipaksakan oleh orang tuanya untuk memastikan kesinambungan kekuasaan keluarga Ashford. Ia tidak ingin menikah dengan Vera. Tak ada perasaan cinta yang membara di hatinya, hanya rasa terpaksa yang menghanguskan keinginan dan mimpinya.
Namun, meskipun perasaan itu tak ada, ada hal lain yang ia tidak bisa hindari: ketertarikan yang tak terduga terhadap Vera. Seiring berjalannya waktu, Dorian mulai menyadari bahwa wanita yang dulunya hanya dianggap sebagai bagian dari permainan keluarga itu memiliki sesuatu yang lebih-sesuatu yang tidak bisa dia singkirkan. Dia mungkin tidak mencintainya, tapi dia terpesona dengan keteguhan Vera yang tidak mudah dipengaruhi, yang tetap berdiri tegak meskipun pernikahan itu adalah hasil dari takdir yang tak bisa ia tolak.
Dorian mengingat kembali malam itu, malam pertemuan pertama mereka. Vera berdiri di altar dengan tatapan dingin, wajahnya tak menunjukkan rasa takut atau kebingungan. Tidak ada kegembiraan di sana, hanya kesedihan yang tersembunyi di balik matanya. Wajahnya cantik, tentu saja, dengan mata biru yang memancarkan keteguhan. Namun, di balik kecantikan itu ada sesuatu yang lebih gelap, yang membuat Dorian merasa ada tembok yang tak bisa ia tembus.
"Dorian Ashford, selamat datang di dunia baru," bisik Vera dalam hati, saat mereka berdiri di pelaminan.
Itu adalah kalimat yang terasa asing, bahkan bagi Vera sendiri. Tak ada cinta dalam kata-kata itu, hanya rasa terpaksa yang menggerogoti segala yang ada. Setelah pernikahan, Vera tidak kembali ke kehidupan yang nyaman. Dia terjebak dalam dunia Dorian, dunia yang penuh dengan aturan dan kesepakatan yang jauh lebih rumit dari apa pun yang bisa dia bayangkan.
Di luar istana keluarga Ashford yang megah, Dorian merasa terkungkung. Ia sudah lama hidup dengan tekanan berat dari orang tuanya yang menginginkan dia untuk menjaga reputasi keluarga dan memperluas kekuasaan mereka. Namun, hidup di bawah bayang-bayang nama besar itu tidaklah mudah. Dorian tidak pernah bisa menemukan kedamaian, bahkan dalam hubungan pribadinya.
Sementara itu, di rumah baru Vera, semuanya terasa asing dan menyesakkan. Dorian mungkin tampak sempurna di luar, tetapi Vera mulai merasakan bahwa dia adalah seseorang yang jauh lebih rumit dari yang terlihat. Mungkin dia bisa menjadi pria yang baik-atau mungkin tidak. Namun, yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa mereka hidup dalam sebuah pernikahan yang bukan karena cinta, melainkan karena kewajiban dan harapan orang tua mereka.
Namun, hidup ini tidak pernah semudah itu. Dalam dunia keluarga Ashford, ada aturan yang tak boleh dilanggar, dan jika ada satu hal yang tak bisa Dorian tinggalkan, itu adalah warisan keluarga yang sudah dibangun bertahun-tahun. Meskipun ia merasa terperangkap dalam pernikahan ini, ia juga tahu bahwa untuk menjaga reputasi dan kekuatan keluarganya, ia harus mempertahankan pernikahan ini-dan menjalani semua peranannya dengan baik.
Vera tahu dia tidak akan bisa keluar begitu saja. Dorian Ashford bukan pria yang bisa ditolak. Bahkan jika perasaan itu tidak ada, mereka tetap harus bertahan di dunia yang penuh dengan manipulasi dan politik keluarga.
Suatu malam, setelah beberapa minggu mereka hidup bersama dalam kebisuan yang hampir membeku, Dorian mengundang Vera untuk makan malam di ruang makan besar rumah mereka. Ruangan itu dipenuhi dengan lampu kristal yang berkilau, menggambarkan kemewahan yang tak terhingga. Vera duduk di meja makan, menatap piring di depannya dengan rasa hampa.
"Vera," suara Dorian pecah, memecah keheningan yang telah menenggelamkan mereka selama beberapa minggu. "Kita perlu berbicara tentang masa depan kita."
Vera mengangkat kepala, menatap pria itu dengan ekspresi kosong. "Masa depan kita?" ucapnya, terdengar seperti ejekan. "Apa yang bisa kita bicarakan? Bukankah kita sudah tahu semuanya?"
Dorian menarik napas panjang. "Aku tahu ini sulit bagimu. Tapi kita harus menjalani ini seperti dua orang dewasa. Ada perjanjian yang harus dipatuhi, dan kita tidak bisa melangkah mundur."
Vera tersenyum tipis. "Perjanjian? Kau ingin mengatakan bahwa kita terikat oleh kesepakatan yang tak bisa kita ubah?"
"Ya," jawab Dorian dengan nada berat. "Tapi aku akan memastikan bahwa semua berjalan dengan lancar. Aku akan menulis beberapa ketentuan baru dalam perjanjian kita. Kita akan membuatnya bekerja, Vera."
Vera menatap Dorian dalam diam, menilai setiap kata yang keluar dari bibir pria itu. Keteguhan di matanya tidak bisa disangkal. Meskipun ia tahu Dorian tidak akan mengubah pikirannya, ada sesuatu dalam dirinya yang ingin mencoba melawan. Ada perasaan yang membangkitkan api dalam dirinya-perasaan yang tak bisa ia jelaskan, namun kuat sekali. Mungkin ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi satu hal yang pasti: dia tidak akan membiarkan dirinya hancur dalam permainan ini tanpa memberikan perlawanan.
"Jangan berpikir aku akan tunduk begitu saja," gumam Vera, meski lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Dorian. "Aku akan melawan, meskipun aku harus menghadapi segalanya sendirian."
Dorian menatapnya dengan mata yang seolah mengerti. "Aku tidak ingin melawanmu, Vera. Aku hanya ingin kita bertahan di dunia ini."
"Dan aku ingin lebih dari sekadar bertahan," jawab Vera, hampir berbisik. "Aku ingin hidup."
Namun, kata-kata itu mengandung lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Apa artinya hidup bagi Vera? Dan apakah Dorian Ashford bisa menjadi bagian dari jawabannya? Atau akankah hidup mereka tetap terperangkap dalam perjanjian yang mengikat tanpa ada ruang untuk kebebasan dan cinta yang sesungguhnya?
Hanya waktu yang akan memberi jawabannya.
Tiba-tiba, pintu terbuka dengan keras, memecah keheningan yang menguar di antara mereka. Seorang wanita masuk ke ruangan, wajahnya penuh dengan kemarahan yang jelas-Isabella Moreau, kekasih Dorian yang selama ini menjadi bayang-bayang dalam hubungan mereka.
"Selesai sudah," kata Isabella dengan suara penuh kebencian, menatap Vera dengan tatapan tajam yang penuh rasa iri. "Dorian, kau benar-benar mempermalukan dirimu."
Dorian menatap wanita itu, tetapi tidak mengatakan sepatah kata pun. Sebaliknya, matanya berpindah pada Vera, dan dalam hening yang tegang itu, segalanya berubah.
Akhir dari permainan baru saja dimulai.