/0/24133/coverbig.jpg?v=b369587165d7578705e5f8867141eee4)
"Apa yang kamu inginkan sebagai balas budi?" Aileen tersenyum singkat dan menatap lekat pada wajah tampan Luke. "Nyawa dibalas nyawa. Menikahlah dengan saya, Tuan." Wanita itu menunggu reaksi terkejut yang biasanya orang tampilkan dari wajah Luke. Namun, yang ia tunggu tak kunjung terlihat. Aileen berdecak kagum, bagaimana bisa ia mendapatkan jackpot di tengah malam? Apa karena ia mimpi dihampiri ular berwarna emas sehingga menemukan Luke? Pria itu sangat memesona. Tanpa menjawab lamaran Aileen, Luke menyodongkan pistol di hadapan wanita itu. 'Hah ... tamat sudah riwayatku.' - Aileen. "Memangnya kamu bisa memberikan malam yang panas untuk saya?"
Gadis berusia 14 tahun itu terduduk lunglai. Di hadapannya ada jasad orang tuanya yang diselimuti dengan kain.
"Aileen, kamu harus kuat." Sang bibi yang sedari tadi sibuk berpura-pura menangis memegang kedua bahu Aileen. Wanita tua itu memeluk keponakannya dengan senyum miring. Dia bersyukur tak perlu mengotori tangannya untuk membunuh kedua orang itu.
"Lepaskan saya, Bibi. Rasanya sesak," ujarnya datar. Liana berdecak dan melepaskan pelukannya. Ia kemudian memasang wajah sedih lagi.
Endry menggenggam erat tangan Aileen. Ia tahu anak dari saudaranya itu sangat terpukul sampai tak mampu lagi mengeluarkan air mata. Dirinya sudah lelah menangis.
"Aku baik-baik saja, Paman. Anda tidak perlu khawatir." Gadis itu menggenggam erat tangan Endry.
Aileen tahu satu-satunya orang yang peduli dengannya hanya pamannya seorang. Walaupun sang paman bisu, Aileen bisa tahu bahwa wajah iba yang pamannya pancarkan itu tidaklah bohong. Berbeda dengan istrinya yang penuh dengan kemunafikan.
Setelah lama berkabung, kini sudah tiba untuk acara pemakaman kedua orang tuanya. Saat tandu mayat diangkat, Liana meminta semua orang untuk pulang.
"Bibi---"
"Bibi tahu, Aileen. Kamu pasti tidak ingin jika Rama dan Layla jadi tontonan saat dimakamkan, kan?" Dengan derai air mata, Liana mengatakan hal itu.
Aileen bangun dari duduknya dan menatap bibinya heran. Apalagi yang wanita itu rencanakan?
Semua orang yang hadir di sana memasang wajah sedih.
"Sepertinya yang dikatakan Bu Liana benar. Aileen sedari tadi hanya diam dan tak mengatakan apa pun pada kita."
"Tidak, bukan begitu ....." Aileen meremas ujung bajunya sembari menunduk. Liana tersenyum kecil kemudian merangkul bahu Aileen.
"Saya mohon maaf atas ketidaksopanan Aileen."
"Tidak, Bu Liana. Harusnya kami yang mengerti keadaan keluarga kalian saat ini. Maafkan kami. Kalau begitu kami undur diri dulu. Mari, Bu."
Aileen mengangkat wajahnya, ia menatap resah pada orang yang berbondong-bondong mulai keluar dari rumahnya itu.
"Tung---" Remasan kuat pada bahunya membuat Aileen bergeming. Ia meringis pelan karena Liana meremas bahunya kuat sampai kulitnya terasa perih.
Saat semuanya telah pergi, Endry menarik tangan Liana yang langsung dihempas oleh wanita itu. "Lepas!"
"Paman." Aileen mendekati Endry, tapi tangannya ditahan oleh Liana. Ia diseret masuk ke kamar dengan rambut yang digenggam kuat.
"Bibi, sakiiit."
Sesampainya di kamar, Aileen didorong dengan keras hingga perutnya mengenai ujung meja. Gadis itu meringis sakit. Bukan hanya munafik, tapi bibinya sudah sangat kejam.
"Dengar, Aileen. Rumah dan harta orang tuamu, saya yang pegang. Kamu paham, kan?"
Aileen terdiam. Ia sudah tahu itu. Saat Aileen memejamkan mata sembari mengingat kenangan bersama orang tuanya, ia mampu mendengar suara sang bibi yang tengah berbincang dengan seseorang. Di balik banyaknya suara, suara bibinya lah yang paling jelas ia dengar.
Hanya karena alasan dirinya masih muda dan belum mampu mengatur keuangan keluarga, harta dan rumah sementara diurus oleh sang bibi.
Aileen benci memiliki pendengaran yang tajam jika harus mendengar suara jahat orang-orang keji itu.
"Hanya malam ini saja kamu beristirahat. Besok kamu harus ikut dengan saya."
Aileen menghela napas berat saat pintu kamarnya ditutup. Ia memegangi perutnya yang perlahan mengeluarkan darah. Gadis itu mengambil gunting dan menggunting seprai putih di sana. Ia kemudian melilitkan kain itu di lingkaran perutnya.
Kali ini, ia hanya perlu menunggu waktu tengah malam untuk pergi dari sini. Dari perbincangan sang bibi, Aileen tahu bahwa Liana tak akan membiarkannya hidup tenang. Aileen akan dibawa ke rumah bordir.
Jika bukan malam ini, ia tak akan bisa kabur lagi. Aileen hanya perlu bertahan sampai tengah malam saja.
***
Tepat tengah malam, Aileen mendekatkan telinganya ke pintu. Gadis itu memfokuskan diri agar mampu mendengar suara yang jauh darinya. Ia kemudian bernapas lega saat mendengar suara dengkuran kecil dari Liana.
Aileen merogoh saku celana hitamnya. Beruntung ia kembali ke kamar setelah Liana mengatakan rencananya itu. Dengan perlahan Aileen membuka pintu kamar, menutup dan menguncinya lagi.
Gadis itu mengendap-endap mencari jasad orang tuanya terlebih dahulu. Jika Liana saja tega terhadap dirinya, ia pasti tidak akan sungkan membiarkan jasad orang tuanya membusuk tanpa dikuburkan sama sekali.
Jantung Aileen berdetak kencang saat mendekati jasad orang tuanya. Ia mencoba menguatkan diri agar bisa mendekati tubuh kaku orang yang dikasihinya.
"Tidak, Aileen. Jangan menangis sekarang. Ini bukan waktu yang tepat untuk menangis."
Aileen memegang kuat dadanya yang terasa sesak. Bahkan perih di perutnya sudah tidak terasa lagi karena dadanya yang sudah semakin sesak. Gadis itu meringkuk sebentar, menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara sementara matanya sedari tadi penuh dengan air mata.
Ia mengingat kembali perkataan ayahnya. "Leen, meskipun nanti kehidupan yang kamu jalani akan sangat sulit, jangan pernah mencoba untuk mengakhiri hidupmu. Ayah tidak ingin, anak ayah ini putus asa hingga mengakhiri hidupnya. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Tinggal kamu saja yang berusaha mencari jalan keluar itu."
Elusan lembut hingga senyum ayahnya waktu itu masih ia ingat jelas. Aileen tersentak dan terduduk rapat saat ia merasakan sentuhan di bahunya.
Dengan cepat gadis itu menghapus air matanya. Kenapa ia tak mendengar suara langkah kaki. Aileen memejamkan mata. Apa ia sudah ketahuan oleh sang bibi?
Genggaman lembut yang ia rasakan, membuat Aileen membuka mata dan menatap lega pada pamannya.
"Paman." Endry mengisyaratkan agar Aileen diam. Ia menggerakkan tangan selaras dengan bahasa isyarat yang Aileen pahami.
Aileen mengangguk, mengiyakan rencana pamannya itu. Mereka lalu bekerja sama mengangkat dan menaruh jasad itu ke dalam mobil. Aileen meninggalkan rumah itu bersama sang paman.
"Paman, kita akan pergi ke mana?" Endy hanya tersenyum mengisyaratkan Aileen tak perlu khawatir.
Gadis itu menatap sekitar saat mobil yang mereka kendarai masuk di sebuah gang kecil. Banyak penjual serta wanita berpakaian seksi berkeliaran di sekitar gang. Sampai saat mobil berhenti tepat di sebuah rumah kecil di ujung gang.
Endy menarik tangan Aileen pelan agar ikut dengannya. Lelaki itu kemudian mengetuk pintu sebuah rumah. "Sebentar. Malam-malam datang ke rumah orang!"
Pria itu terkejut saat menatap Endy. Ia lalu memeluk Endy. "Lama tak jumpa, Teman."
Endy berbincang sebentar dengan pria itu sembari menatap Aileen iba. "Jadi kamu mau menjual mobil ini?"
"Paman, aku ingin mobilnya ditukar dengan sepetak tanah saja." Aileen berucap singkat. Endy bertanya untuk apa ia membutuhkan tanah.
"Aku ingin membangun rumah dulu untuk orang tuaku, Paman."
Endy sedih. Keponakannya harus pergi dari rumahnya sendiri sembari membawa jasad kedua orang tuanya. "Paman, tidak usah khawatir. Aku baik-baik saja. Bisa kabur dari bibi itu sudah jadi keberuntungan tersendiri."
Endy mengangguk dan menatap teman prianya itu. "Tolong berikan tanah bisa dipakai untuk menanam dan juga membangun rumah. Jika bisa, aku juga ingin tanah itu tak terlalu jauh dari pasar."
Yah, Aileen memutuskan untuk hidup mandiri dengan berladang seperti usaha yang tengah digeluti orang tuanya dahulu.
Selama perjuangannya dalam menghidupi dirinya dan sang anak, Mira mendapatkan banyak tantangan saat mencoba menyembuhkan Aluna. Putus asa dengan penyakit anaknya, ia memutuskan untuk mencoba jalan baru agar mereka bahagia. Jalan yang membuat hidupnya tak tenang. Teror yang mengancam nyawa tak bisa dia hindari. 'Saat bulan bersinar terang, berwarna merah darah. Pembantaian pun mulai terjadi.'
Chayana yang berniat ke pesta pernikahan Ray--seorang CEO di tempatnya bekerja, untuk memergoki kekasihnya yang berselingkuh, malah ditarik paksa oleh pengantin pria itu ke altar pernikahan. Pikiran Chayana seketika blank, hatinya hancur saat ia melihat Damian--kekasihnya tampak mesra dengan wanita hamil di sana. Chayana pasrah saja saat Ray selesai mengucapkan ijab kabul. Dunianya berubah dalam sekejap. Chayana bahkan tak mengenal Chayana dan pria itu kini menjadi suaminya. Pria yang tidak Chayana harapkan untuk memberikan cinta padanya. Namun, satu hal yang tidak Chayana ketahui di balik sosok Ray adalah pria itu amat gila. Tidak. Benar-benar gila!
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Semua orang terkejut ketika tersiar berita bahwa Raivan Bertolius telah bertunangan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pengantin wanita yang beruntung itu dikatakan hanyalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pedesaan dan tidak dikenal. Suatu malam, wanita iru muncul di sebuah pesta dan mengejutkan semua orang yang hadir. "Astaga, dia terlalu cantik!" Semua pria meneteskan air liur dan para wanita cemburu. Apa yang tidak mereka ketahui adalah bahwa wanita yang dikenal sebagai gadis desa itu sebenarnya adalah pewaris kekayaan triliunan. Tak lama kemudian, rahasia wanita itu terungkap satu per satu. Para elit membicarakannya tanpa henti. "Ya tuhan! Jadi ayahnya adalah orang terkaya di dunia? "Dia juga seorang desainer yang hebat dan misterius, dikagumi banyak orang!" Meskipun begitu, tetap banyak orang tidak percaya bahwa Raivan bisa jatuh cinta padanya. Namun, mereka terkejut lagi. Raivan membungkam semua penentangnya dengan pernyataan, "Saya sangat mencintai tunangan saya yang cantik dan kami akan segera menikah." Ada dua pertanyaan di benak semua orang: mengapa gadis itu menyembunyikan identitasnya? Mengapa Raivan tiba-tiba jatuh cinta padanya?
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"