/0/24320/coverbig.jpg?v=6612b8d21f5a079b19ddfea8f24edd3f)
"Lo harus bahagia, Sa. Tapi lo adalah sebuah kebahagiaan yang gue punya," -Elang Albimanyu. Elang Albimanyu adalah seorang pemuda yang merindukan rumah, ia broken home bisa dibilang seperti itu. Yang benar-benar membutuhkan rumah untuk ia pulang, yang menerima keluhnya. Namun, nyatanya bagi seorang Elang rumah itu bukan tentang bangunan, tetapi cinta dan kasih sayang ia mereka kasih akan membentuknya sendiri apa arti rumah sebentarnya. Namun, pertemuannya dengan seorang gadis yang belum melupakan masa lalunya itu, tetapi salah Elang, yakni mencintai gadis yang belum melupakan masa lalunya. Perlahan, gadis itu mencintainya, bahkan selalu membuat Elang kesal tengah tingkahnya apa lagi wajah judesnya itu. "Cukup lo berhenti, apa gue yang pergi?" -Sabiru Anantasya. Cinta merasa sangat rumit, tapi yakini lah seorang Elanglah yang akan merubah segalanya tentang Sabiru Anantasya yang merupakan wakil ketua osis, dan Elang termasuk anggota osisnya.
"Bjir lo! Ngapain lo kasih gue tentangan ga bener.. Nih ya, tantangan yang asik dong!" sunggut gadis kuncir kepang satu yang tengah merungut gara-gara dapet tantangan dari sahabatnya itu.
Tadi, kedua gadis remaja itu gabut dan main truth or dare, dan ia mendapatkan dare. Apa lagi, sahabatnya menantang untuk jadian selama seminggu dengan anggota osisnya sendiri yang ia tak kenali.
SEMINGGU? BAYANGKAN SAJA!
Kenal saja tidak, jarang akrab, ya begitu lah. Tak mungkin juga seorang gadis yang penuh gengsi itu ngajak kenalan, apa lagi dengan cowo. No! Gabisa!
"Lagian kenapa si, Sa? Lagian kan cuma seminggu, nih ya lo mau gue kasih tantangan yang lebih dari itu?"
Sabiru Anantasya. Nama gadis itu yang tengah kena tantangan dari Leora Alena-sahabatnya itu.
Sabiru mendengus kesal. "Ga! Tetap aja ga kenal gila lo yah!? Gue ga kenal dia, Leo! Gue gamau.. Apa kata semesta nanti? Malu-maluin!"
"Biasanya juga malu-maluin kok, tenang aja sama gue, Sa. Dia tuh cuek tau, dia juga rajin. Masa lo ga kenal anggota lo sendiri si? Lagian itu SEMINGGU!" ucapnya Leora ikut kesal. Ia menghampirinya dan duduk disebelahnya disofa kamar Sabiru.
"Seminggu doang gue tau. Tapi mikir lah, gue gamau pacaran. Apa lagi pacaran sama anggotanya sendiri.." jawabnya geli sendiri. Bayangkan saja sudah geli sendiri, bagaimana itu terjadi? Oh no!
Tiba-tiba ada ide yang masuk dalam otaknya, dan Leo tersenyum menatap Sabiru yang tengah marah padanya. Bagi Sabiru, itu bukan senyuman biasa, namun luar biasa.
Sabiru mengangkat satu alis kirinya dan menatapnya, kemudian mengatakan padanya sahabatnya itu, "senyuman lo penuh bau jigong, Le. Makanya lo punya rencana pastinya."
Leora berdecak kesal. Bisa-bisanya Sabiru tau. Ia menggelengkan kepalanya cepat, lalu menjawab, "ngga! Gue itu tersenyum manis, buat lo. Lagian lo ga mau si, gue bilang aja sama anggota lo terutama ketua osis, kalo elo! Sabiru Anantasya takut dengan tantangan. Apa lagi, lo itu... Wakil ketua osis, seharusnya bisa terima tantangan." ancam Leora. Ia bangkit dari tempat duduknya, ia pun melangkah untuk menuju pintu kamar Sabiru
Mata Sabiru melotot. Ia tau, sahabatnya tak pernah main-main dengan ancamannya, apa lagi ia tak mau jika jabatannya merusak nama baik osis mau pun sekolah karena acaman dari Leora. Leora mungkin tidak menyebar sesuai fakta, namun lebih dari itu, bisa menjelekkan nama dirinya.
"JANGAN! GILA LO!? GUE GAMAU NAMA GUE ITU KOTOR!" sentak Sabiru cepat. Leora yang tepat di depan pintu ia menatap pintu sejenak, ia tersenyum smirk.
Leora mendapatkan jawaban seperti itu pun, menoleh, sambil memutarkan tubuhnya. "So? Gimana?"
Sabiru menelan salivanya dengan berat hatinya, kepalanya memunduk. "Gue... Gue..." ujarnya berbata-bata.
Leora mendengar itu pun memutarkan bola matanya malas. "Yaudah lah kalo ga mau, gampang gue tinggal cus aja, Sa." Ia melangkah lagi untuk membuka pintunya.
"STOP! Oke. Gue mau, lo tinggal kirim aja kontaknya."
"Yuhu! Asikkk!" seru Leora membuat Sabiru menatap heran pada sahabatnya itu.
Leora anjing! Babi, bangsat! Intinya gue ga akan suka kok, tenang aja. Gue gamau kalah!
***
"Leora!!!" pekiknya sembari menghampiri gadis itu dibangkunya. Gadis yang bernama Leora tengah memperhatikan ponselnya itu.
Sampainya Sabiru disamping Leora, dan memperhatikan Leora, ia memutarkan bola matanya malas. Ia pun dengan kesalnya, mengebrak mejanya membuat Leora kaget, kemudian menoleh padanya.
Kedua alis Leora terangkat. "Lo kenapa? Dateng-dateng marah-marah ga jelas lo. Ada apa?" tanya Leora tidak santai.
"Gimana si lo, Leo. Dia ngatain gue gila tau ga!? Bener-bener ngajak ribut banget, gue eneg bangett!" geramnya. Kedua tangannya mengepal di depan mukanya.
Leora tersenyum kekeh, "emang lo gimana chatnya? Dia sensian, jadi ya lo harus lemah lembut, gausah judes begitu."
"Gimana bisa gue lemah lembut, Leora!" Setelah mengatakan hal itu, Ia duduk disampingnya, tasnya masih berada dipundaknya. Kemudian ia mengacak-acak ramputnya fruastasi.
Leora mengubah posisinya, menjadi ia duduk menghadapnya. "Emang lo kemarin chatnya gimana?"
"Gue ngajak kenalan, dia gamau! Gila banget, dia. Orang banyak kok yang mau kenalan sama gue, lah apa? Dia? DIA NGATAIN GUE GILA!" seruannya.
Leora menggelengkan kepalanya tak heran pada sahabatnya itu. Sejatinya, wajahnya saja yang judes, galak, namun lain dengan hati. "Hadeh, wakil ketua osis lembek amat, kaya roti aja lo."
Mendengar hal itu, Sabiru yang tadinya merengek, pun jadi matanya molot karena ucapan dari sahabatnya itu. "Gini-gini anggota osis, lo apa?"
"Ck, udah ah. Lo masih gamonin dia, Sa?" tanya Leora mengalihkan topik membicaraannya.
Asal kalian tau, ya. Sabiru itu gamon sama mayat, dia tinggal pas sayang-sayangnya, nyesek sekali. Namun nasib seperti itu. Sudah hampir tiga tahun gamon, pada akhirnya ditinggal mati olehnya.
Sabiru mengangguk pelan. "Iya, masih. Siapa si yang ga gamon sama cowo modelan kaya dia? Udah baik, ga main tangan, ga toxic sama cewe, pokoknya ibaratkan kalo sama cewe itu ngetreat banget gila."
"Makanya, gue mau lo jadian sama anggota lo sendiri, Sa." ungkap Leora membuat Sabiru diam sejenak.
"Dia ada akan digantikan oleh siapapun."
...
"KAMU ITU ANAK SIALAN! MAU SEKOLAH? MAU JADI APA KAMU, HM!?" bentak seorang wanita paruh baya yang tengah menatap seorang pemuda.
Pemuda itu memakai seragam sekolah khasnya, pakaiannya begitu tidak rapih. Ia tak peduli jika dipandang buruk oleh orang lain. Ia menatap datar pada wanita itu.
Sudah biasa, mentalnya tidak seperti permen karet kok, santai saja.
"Bisa jadi apa aja, yang gue mau." jawabnya singkat tanpa ekspresi.
"ITU OMONG KOSONG!" sentaknya tak percaya pada omongan anaknya itu. Wanita itu keras, pada putranya saja, lain lagi pada anak kesayangannya.
Pemuda itu tersenyum smirk, "omong kosong lo yang ngomong, emang lo ga pernah sekolah?"
Elang Albimanyu, nama lengkap pemuda itu. Elang membenci rumah, seperti nereka hawanya, tidak seperti keluarga yang lain. Pemuda itu benci pada wanita itu.
Wanita tersebut geram akan ucapan dari putranya itu. Tangannya sangat gatal ingin memukulnya, namun tak jadi dan menatap Elang sejenak, lalu pergi dengan kesalnya.
"Gue benci disini." gumam lirihnya. Tak sadar, air matanya menetesi pipinya, ia menghapus air matanya kasar.
"Gue benci rumah ini." ucapnya. Setelah itu pemuda itu keluar untuk pergi sekolah.
Tanpa disadari, seorang gadis remaja mendengar semuanya. Matanya berkaca-kaca, gadis itu adalah adeknya, adek kesayangannya yang selalu dibangga-banggakan oleh Elang.
Gadis itu menatap kepergian Elang menggunakan motor dengan lanju. "Aku sayang koko.."
"Ko, maafin Nara.."
...
"Make baju yang bener." tegas Bian selaku osis yang tengah menjaga digerbang masuk sekolah, bersama wakil ketuanya.
Elang memutarkan bola matanya malas, "gue males, nanti aja." ujar entengnya.
"HEH! INI TUH SEKOLAH LO MAU JADI PREMAN KALO LO SEKOLAH MAKE BAJU BEGITU HAH!?" pekik Sabiru pada Elang.
"Brisik lo bocah." ketusnya menatap datar pada Sabiru.
Sabiru berdecak kesal. "Lo niat sekolah apa ngepank? Kaya preman sekolah aja lo." komentarnya.
"Lang, gue minta lo kekamar mandi sekarang, buat masukin baju lo, beberapa menit lagi mau upacara, seharusnya lo lebih displin." tegur Bian pada pemuda itu.
Udah biasa hari senin hari yang membuat Sabiru sedikit kesal gara-gara tingkah Elang, padahal udah tau aturan tapi entah kenapa seperti pura-pura tidak tau.
"Cowo sinting emang," umpat Sabiru menatap kearah lain meskipun didengar oleh Elang dan Bian.
Elang memutarkan bola matanya. "Cewe gila. Sok paling tegas, lo cerewet banget, suaranya kaya masih bocah, cocoknya lo masuk tk lagi."
Setelah mengatakan hal itu, ia berjalan melewati Sabiru yang tengah menahan emosinya. Sabiru tak tahan lagi, ia tak bisa disepelekan oleh siapapun, termasuk dia!
"COWO SINTING LO! MAU JADI PAHLAWAN LO MAKE BAJU BEGITU HAH?!" teriak Sabiru pada Elang. Awalnya Sabiru ingin mengejarnya, namun dicegah oleh Bian.
Elang mendengar hal itu bibirnya melengkung keatas membentuk senyuman, apa lagi alangkahnya terhenti. "Cewe gila, tapi menarik," monolognya.
"Ck! Bian, ngapain lo malahan cegah gue? Dia tuh ga disiplin! Seenaknya begitu, ya kali yang punya sekolahannya, apa?" Sabiru kesal.
Bian tersenyum, "kita udah biasa Sabi. Jadi, kita harus sabar, meskipun terus-terusan begitu, dia tetap tau tepat waktu kok." belanya.
"LO BELAIN DIA SI?"
Pemuda itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Gue ga belain dia kok, dia itu anggota osis, Bi. Jadi, lo juga harus hargai dia."
"HAH?" pekik Sabiru tak percaya padanya. Kenapa ia tak pernah melihatnya sebelumnya? Kenapa mendadak jadi osis? Tidak! Tidak mungkin seorganisasi dengan cowo sinting tidak!
Sabiru menggelengkan kepalanya. "Ga! Lo bohong kan? Masa dia osis juga, lagian gue ga pernah liat dia kalo lagi rapat, apa ada acara apapun."
"Dia memang begitu, tapi dia tau segalanya tentang acara atau rapat."
"Lo kira dia peramal? Cenayang lo maksud?"
Bian kekeh mendengar ucapan dari Sabiru. "Dia bukan peramal mau pun cenayang, Bi. Dia selalu cari informasi sendiri tanpa ketahuan sama orang lain."
"Artinya dia cowo sinting." tindas Sabiru.
"Dan lo! Lo ngapain panggil gue Sabi? Kenapa ga sekalian sapi begitu?" dumelnya tak suka sungguh dengan nama itu, rasa-rasanya mirip dengan sapi namanya.
"Karena gue pengen gue panggil lo dengan nama khusus buatan gue, gue ga suka lo dipanggil sama, sama oranglain."
Clara merasa otaknya mulai berputar, mencoba memahami kata-kata Adrian yang terasa ambigu. "Apa kamu bilang? Sejak lama? Kamu sudah mengawasi aku?" Tiba-tiba, Raka melangkah maju, menatap Adrian dengan penuh tekad. "Cukup! Aku nggak tahu apa yang terjadi, tapi kalau kamu nggak berhenti, aku akan membuat kamu menyesal." Namun, kata-kata itu seolah tidak mempan bagi Adrian. "Kamu akan menyesal, Raka. Karena aku tidak bisa membiarkan siapapun mengancam apa yang sudah aku bangun untuk Clara." Diawasi oleh stalker bahkan sudah menikahinya secara diam-diam selama dua tahun? Memiliki banyak mimpi adalah impian masa depan yang Clara inginkan, namun hidupnya selalu dikengkang oleh sang Ayah sejak kecil. Bahkan tidak pernah terlintas dipikirannya untuk menikah, meskipun sahabatnya sudah menyukainya sejak lama.
Selama perjuangannya dalam menghidupi dirinya dan sang anak, Mira mendapatkan banyak tantangan saat mencoba menyembuhkan Aluna. Putus asa dengan penyakit anaknya, ia memutuskan untuk mencoba jalan baru agar mereka bahagia. Jalan yang membuat hidupnya tak tenang. Teror yang mengancam nyawa tak bisa dia hindari. 'Saat bulan bersinar terang, berwarna merah darah. Pembantaian pun mulai terjadi.'
"Apa yang kamu inginkan sebagai balas budi?" Aileen tersenyum singkat dan menatap lekat pada wajah tampan Luke. "Nyawa dibalas nyawa. Menikahlah dengan saya, Tuan." Wanita itu menunggu reaksi terkejut yang biasanya orang tampilkan dari wajah Luke. Namun, yang ia tunggu tak kunjung terlihat. Aileen berdecak kagum, bagaimana bisa ia mendapatkan jackpot di tengah malam? Apa karena ia mimpi dihampiri ular berwarna emas sehingga menemukan Luke? Pria itu sangat memesona. Tanpa menjawab lamaran Aileen, Luke menyodongkan pistol di hadapan wanita itu. 'Hah ... tamat sudah riwayatku.' - Aileen. "Memangnya kamu bisa memberikan malam yang panas untuk saya?"
Chayana yang berniat ke pesta pernikahan Ray--seorang CEO di tempatnya bekerja, untuk memergoki kekasihnya yang berselingkuh, malah ditarik paksa oleh pengantin pria itu ke altar pernikahan. Pikiran Chayana seketika blank, hatinya hancur saat ia melihat Damian--kekasihnya tampak mesra dengan wanita hamil di sana. Chayana pasrah saja saat Ray selesai mengucapkan ijab kabul. Dunianya berubah dalam sekejap. Chayana bahkan tak mengenal Chayana dan pria itu kini menjadi suaminya. Pria yang tidak Chayana harapkan untuk memberikan cinta padanya. Namun, satu hal yang tidak Chayana ketahui di balik sosok Ray adalah pria itu amat gila. Tidak. Benar-benar gila!
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.
"Berikan ASImu pada putraku akan kuberikan dunia dan seisinya!" Ujar El Zibrano Elemanus. "Kau gila? Aku masih sekolah, mana mungkin bisa menyusui anakmu!" marah Lea kesal "Bisa, dengan bantuan ku!" El tanpa segan meremas benda kenyal Lea.