Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Terpaksa Jadi Playboy
Terpaksa Jadi Playboy

Terpaksa Jadi Playboy

5.0
7 Bab
5 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Semakin aku menjauh, dia malah semakin mendekat. Padahal aku sudah menolaknya mentah-mentah, tapi berbagai peristiwa justru membuat aku semakin sering bertemu dengannya. Kenzo yang bergaya hidup bebas, tidak sudi dijodohkan dengan Husna, gadis berhijab yang ia ragukan kemampuannya dalam menjadi pendamping hidupnya. Sebab, perbedaan di antara mereka berdua, sangat jauh. Husna yang berasal dari keluarga sederhana dan yatim piatu, tampaknya tidak akan bisa mengimbangi Kenzo yang merupakan anak tunggal pasutri pengendali kerajaan bisnis dan juga adalah seorang pengusaha muda. Kenzo dan orang tuanya lalu membuat kesepakatan. Jika dalam sebulan Kenzo tidak mendapatkan wanita lain sebagai calon istrinya, maka dia harus menikahi Husna. Jika setelah kegagalan itu, dia masih menolak Husna, maka Kenzo akan kehilangan haknya untuk mewarisi kekayaan orang tuanya yang bernilai trilyunan. Maka, Kenzo memutuskan untuk 'menebar jala' demi mencari gadis pilihannya sendiri. Ia menyasar Vita, Hima dan Putri demi mendapatkan cinta salah seorang dari mereka. Anehnya, semakin ia mengejar cinta tiga orang gadis tersebut, Kenzo justru semakin sering berinteraksi dengan Husna dan menjadi semakin dekat dengannya. Jadi, apakah Kenzo harus menerima Husna? Atau, justru Husna yang menolak Kenzo karena bisa jadi membawa pengaruh buruk bagi hidupnya?

Bab 1 Insiden Pagi Buta

KENZO

"Partyyyy!!! Yeay!!!"

Aku pantas merayakannya. Proyek empat milyar pengadaan bantuan mesin tempel bagi nelayan memang bukanlah apa-apa di mata kerajaan bisnis keluargaku. Bahkan kurasa mungkin sebagian anggota keluarga besarku diam-diam menertawakan aku karena menerima proyek 'receh' dari pemerintah setempat.

Namun bagiku yang baru berusia dua puluh tahun dan akan lulus dua tahun lagi, ini adalah pencapaian besar. Sejak mendirikan perusahaan-dengan bantuan orang tuaku, tentu saja-enam bulan silam, aku lebih banyak berkutat dengan proyek pengadaan bernilai kecil, paling tinggi seratusan juta nilainya. Jadi, tentu saja aku merasa senang dan bangga atas pencapaianku. Baru pertama kali ikut lelang, langsung menang dan mendapatkan proyek milyaran. Masih muda, pula.

Siang ini pembayaran dari pemerintah sudah masuk ke rekening perusahaanku. Aku sangat puas karena kerja keras yang dimulai dari mengikuti lelang pengadaan dan menyediakan barang, hingga menyerahkan barang ke pemerintah untuk disalurkan dan menyelesaikan administrasi pencairan yang memakan waktu hingga tiga bulan, terbayar sudah. Aku bahkan tak percaya, aku ternyata mampu melakukan ini semua!

Sekarang, saatnya berpesta. Aku dan tiga orang stafku mengunjungi sebuah night club dan bermaksud merayakan keberhasilan kami hingga pagi menjellang. Pencapaian besar layak mendapatkan penghargaan tinggi pula, bukan?

Kami berpesta dengan liar dengan ditemani wanita-wanita seksi yang hanya ingin ditraktir. Sebab, kami tidak tertarik dengan para hostess yang sudah kami hafal wajah dan penampilannya. Kami ingin wanita yang berbeda, agar pikiran dan tubuh kami kembali segar usai berjibaku selama berbulan-bulan untuk mengadakan proyek sebesar ini.

Aku sendiri tentu saja mendapatkan wanita yang paling cantik dan menarik, sesuai dengan statusku sebagai orang yang membayar kemeriahan pesta di ruang privat malam ini.

Nama wanita itu tidak aku ingat. Mungkin Marcy, Daisy, atau Sherry? Ah, masa bodoh. Yang penting ia bisa membuatku senang.

Tengah malam, satu per satu anak buahku meninggalkan club. Satu orang membawa pulang teman kencannya, dengan dalih mengantarnya pulang. Heh, aku tahu dia mungkin membawa gadis itu ke hotel. Benar-benar buaya.

Dua orang lagi berpisah dengan gadis pesta mereka masing-masing. Kupikir mereka terlalu mabuk untuk meneruskan pesta di tempat lain, jadi aku percaya bahwa mereka pasti benar-benar pulang ke rumah masing-masing.

Tinggallah aku berdua dengan Marcy, Daisy atau Sherry. Tapi rupanya gadis itu tertular para stafku yang sudah meninggalkan club lebih dahulu.

"Kenzo," kata gadis berambut hitam, panjang dan berkilau itu, "kita pindah, yuk? Aku bosan di sini."

Boleh juga. Dia ingat namaku tapi aku tidak mau membuang waktu untuk mengingat secuil pun tentang dirinya.

Tapi aku setuju dengannya. Tempat ini jadi membosankan setelah para anak buahku pergi. Maka, aku pun mengajaknya pergi. Mungkin mengajaknya ke hotel dengan mengendarai mobil sport McL*r*n 540* milikku boleh juga....

***

HUSNA

Aku membuka mata. Sudah pukul 02.00. Saatnya mengerjakan pesanan yang aku terima agar dapat diantarkan pagi-pagi sekali sebelum berangkat kerja.

Maka, dengan hati-hati aku beringsut turun dari tempat tidur agar tidak membangunkan adikku, Asma. Gadis empat belas tahun itu menggeliat saat aku sudah menjejakkan kaki di lantai. Kupikir ia akan terbangun. Namun ternyata ia tetap nyenyak.

Aku tersenyum melihat gaya tidurnya yang 'ajaib'. Lengan kiri terentang sementara lengan kanan ditekuk dengan telapak tangan diletakkan di dada. Posisi kedua kakinya juga sama. Asma jadi terlihat seperti pendekar yang sedang melancarkan serangan udara ke musuhnya.

Setelah puas memandangi adikku yang lucu, aku lalu melangkah pelan meninggalkan kamar kami yang sempit. Pagi ini aku tidak boleh berleha-leha. Ada cuan tambahan yang menanti.

Aku mulai membuat brownies sebanyak dua loyang yang rencananya akan Tiga puluh menit kemudian, aku sudah memasukkan adonan ke dalam oven. Aku lalu melaksanakan salat tahajud.

Pukul 03.30, aku sudah mendinginkan brownies dua loyang yang aku buat dan menyiapkan berbagai bahan untuk digunakan sebagai hiasannya. Kedua brownies itu sengaja aku letakkan di depan sebuah kipas angin agar lebih cepat dingin.

Azan subuh masih lama berkumandang. Kupikir aku juga bisa tidur sebentar sebelum mulai menghias brownies. Maka, setelah memasang alarm di ponselku, aku merebahkan diri di lantai dan mulai menutup mata. Berharap istirahat sejenak bisa memulihkan tenagaku.

Tapi, sepertinya aku tidak bisa tidur nyenyak. Sebab, bunyi di luar kos-kosan membuatku terkejut bukan main.

CKIIIT!!! BRAAKKK!!!

Aku membuka mata dengan jantung yang berdebar kencang. Sejenak bingung, suara keras apa yang kudengar barusan.

Apakah ada kecelakaan? Kalau iya, ini pasti bukan kecelakaan motor. Pasti melibatkan kendaraan yang lebih besar. Mobil.

Masih mengenakan mukena, aku berlari keluar untuk melihat keadaan. Sepertinya aku yang pertama kali keluar karena penghuni kos-kosan lain belum ada yang membuka pintu.

Aku berlari menuju ke jalan besar. Pemandangan yang kulihat membuatku memekik tertahan sambil menutup mulutku dengan tangan.

"Subhanallah!"

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 7 Si Gaun Biru   05-21 13:53
img
3 Bab 3 Penjual Kue
21/05/2025
4 Bab 4 Supir Keren
21/05/2025
6 Bab 6 Visi Papi
21/05/2025
7 Bab 7 Si Gaun Biru
21/05/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY