Unduh Aplikasi panas
Beranda / Lainnya / Pesona Wanita Yang Kau Campakkan
Pesona Wanita Yang Kau Campakkan

Pesona Wanita Yang Kau Campakkan

5.0
5 Bab
786 Penayangan
Baca Sekarang

Rina adalah seorang istri yang dicampakkan dan dihina oleh suaminya hanya karena tidak pandai merawat diri dan bukan wanita karir. Sementara itu, Rina harus banting tulang untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Ternyata, diam-diam ada seseorang yang mengagumi Rina sejak dulu, siapakah orang itu? Dan apakah Rina akan mempertahankan rumah tangganya?

Konten

Bab 1 Hinaan

"Gas, apa istrimu itu tidak ada niatan buat cari kerjaan? Di kantoran gitu lah biar bisa bantu kamu! Ibu juga malu sama temen-temen ibu punya menantu kok penjual gorengan, kamu lihat tuh menantunya Bu Yuni "istrinya Yudhi" dia bekerja sebagai manager di perusahaan terkenal. Kamu suruh lah si Rina buat nyari kerjaan yang bagus! Masa iya katanya sarjana kok cuma jadi penjual gorengan."

Rina menghentikan langkahnya ketika ia mendengar suara sang ibu mertua dari dalam kamarnya. Sejenak ia terpaku di depan pintu dan menempelkan telinganya di daun pintu untuk memperjelas pendengarannya. Ia mengurungkan niatnya untuk mengambil sayur di dapur. Meskipun Rina sudah biasa mendengar perkataan menyakitkan dari ibu mertuanya, namun kali ini ia merasa sakit hati dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Iya Bu nanti aku bilang ke Rina. Bagas juga sebenarnya malu punya istri penjual gorengan, apalagi penampilan Rina sekarang jadi lusuh begitu sementara istri teman-teman ku di kantor juga cantik-cantik dan modis." Hati Rina semakin memanas ketika ia mendengar hinaan yang keluar dari mulut suaminya sendiri, matanya seketika mengembun.

"Pokoknya kamu harus dengarkan perkataan ibu waktu itu kalau kamu tidak mau menyesal! Ya sudah ibu pulang dulu, uang buat bayar arisan ibu jangan lupa kamu transfer!"

Plak..plak..plak..

Rina bergegas ke dapur ketika ia mendengar langkah kaki sang ibu mertua yang akan keluar kamar, dengan cepat ia mengangkat sayur di wajan dan membawanya keluar. Sementara itu "Bu Sari" ibu mertuanya sudah kembali ke rumahnya. Rumah Rina yang bersebelahan dengan rumah mertuanya sebenarnya membuat Rina merasa sedikit tidak nyaman, apalagi sang ibu mertua yang masih ikut campur terhadap rumah tangganya. Namun karena demi menuntaskan baktinya kepada sang suami, Rina tetap bertahan tinggal di rumah itu.

"Aku berangkat kerja dulu!" Cetus Bagas kepada Rina yang tengah memberi ASI kepada "Reihan" putra pertamanya yang kini masih berusia 18 bulan.

"Ya." Jawab Rina datar, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Bagas yang sudah berdiri di sampingnya. Rina masih merasa sakit hati dengan apa yang didengarnya tadi.

Tanpa mengindahkan sikap Rina dan tanpa memperdulikan Reihan, Bagas berjalan menuju motornya yang terparkir di halaman rumahnya.

"Mas Bagas!" Seru seorang wanita dengan penampilan rapi yang tampak tergopoh-gopoh menghampiri Bagas. Tentu saja suara yang tidak asing di telinga Rina itu membuat wanita berusia 28 tahun tersebut menoleh ke sumber suara.

"Aku boleh bareng nggak mas? Kebetulan mobil ku lagi di bengkel." Ucap seseorang yang bernama Linda.

Linda adalah teman satu kantor Bagas yang kebetulan rumahnya hanya berjarak beberapa rumah saja dari rumah Bagas, Linda juga teman masa kecil Bagas. Sejak dari Sekolah Dasar hingga SLTA mereka satu sekolahan.

"Eem..bo..boleh ayo!" Tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada istrinya, Bagas langsung mengizinkan Linda untuk membonceng dirinya. Begitu pula dengan Linda yang seolah tak menganggap keberadaan Rina, wanita itu langsung naik di atas motor Bagas dan tampak tersenyum sumringah.

Kali ini Rina tidak bisa membendung lagi air matanya, ia membiarkan buliran bening itu membasahi pipinya.

"Keterlaluan kamu mas!" Batin Rina.

"Mas Bagas aku pegangan ya takut jatuh soalnya!" Ucap Rina sedikit berteriak karena pagi itu Bagas mengendarai motor cukup kencang.

"Iya pegangan aja!" Titah Bagas.

Lagi-lagi Linda tampak tersenyum sumringah melihat reaksi Bagas, tanpa ragu ia langsung melingkarkan tangannya ke pinggang Bagas. Bahkan ia semakin merapatkan duduknya ke punggung Bagas.

"Wangi sekali Linda, sangat berbeda jauh dengan Rina yang setiap hari bau masakan dan gorengan. Seandainya aku punya istri seperti Linda pasti bahagia sekali hidup ku, aku juga tidak malu kalau membawanya kumpul bersama temen-temen." Jantung Bagas berdegup cukup kencang mendapat perlakuan dari Linda.

Dua puluh menit berlalu, keduanya telah tiba di kantor.

"Makasih ya Gas, nanti pulangnya aku boleh nebeng lagi kan?" Tanya Rina begitu ia turun dari motor.

"Tentu saja, kalau mobil mu masih di bengkel kamu bareng aku saja daripada repot naik ojek!" Bagas menanggapi pertanyaan Linda dengan antusias, hal itu membuat Linda seperti mendapat lampu hijau.

"Oke siap." Jawab Linda, keduanya lalu melangkah memasuki kantor bersamaan.

Sementara itu di rumah Bagas, Rina tampak kewalahan menghadapi pembeli yang cukup ramai. Ia baringkan Reihan yang tertidur di kasur bayinya yang ia letakkan di ruang tamu agar tetap dalam pengawasannya.

"Mbak Rina, saya beli gorengan dua puluh ribu sama sayur beningnya sepuluh ribu saja ya!" Ujar salah satu pembeli.

"Saya juga mbak, pisang goreng lima belas ribu sama ikan gorengnya sepuluh ribu." Sahut pembeli yang lain.

"Iya Bu sebentar ya!" Kesibukan Rina saat itu membuat Rina sedikit melupakan kejadian tadi pagi, ia merasa sangat bersyukur dagangannya selalu ramai meskipun ia harus menahan lelah. Paling tidak bisa menambal kebutuhan dapurnya yang masih jauh dari kata cukup.

"Alhamdulillah sisa sedikit." Rina mengucap syukur ketika dagangannya laris manis.

"Mbak Rina, gorengannya masih?" Tetangga Rina yang bernama Bu Sekar datang paling akhir disaat Rina hendak menutup warungnya.

"Masih sisa bakwan sama pisang goreng Bu." Jawab Rina.

"Ya sudah saya beli bakwannya saja dua puluh ribu ya mbak!"

"Iya Bu, tunggu sebentar ya!" Rina kembali menyalakan kompornya bersiap untuk menggoreng bakwan, sementara Bu Sekar tampak duduk di bangku panjang yang terletak di samping pintu.

"Reihan bobok ya mbak? Alhamdulillah Mbak Rina punya anak segampang Reihan, nggak pernah rewel ditinggal jualan." Puji Bu Sekar kala menatap Reihan yang masih tertidur pulas di kasur bayi. Wanita seumuran Bu Siti itu tampak iba melihat Reihan.

"Iya Bu Alhamdulillah anak saya nggak pernah rewel kalau ibunya lagi sibuk, cuma sesekali aja." Rina menanggapi perkataan Bu Sekar seraya tangannya sibuk memasukkan adonan bakwan ke wajan.

"Iya mbak, yang sabar ya mbak punya mertua kaya Bu Siti! Sudah tahu menantunya repot begini malah asik nonton TV. Mbok ya bantuin jagain cucunya gitu loh!" Gerutu Bu Sekar yang merasa geram dengan sikap Bu Siti.

"Nggak papa Bu sudah biasa juga seperti ini." Rina hanya menanggapi seperlunya perkataan Bu Sekar, ia tak mau ambil pusing dengan sikap ibu mertuanya.

"Oh ya mbak Rina, mbak harus hati-hati dengan Linda! Yang saya dengar....

"Ehem..." Ucapan Bu Sekar terhenti ketika ia mendapati seseorang yang sudah berdiri di belakangnya.

"Eh Bu Siti." Bu Sekar tampak gugup kala ia mengetahui seseorang yang berdiri di belakangnya itu adalah mertua Rina.

"Beli apa kamu?" Tanya Bu Siti ketus yang terlihat sekali tidak menyukai Bu Sekar.

"Eeh ini Bu saya beli gorengan, sudah mbak Rina gorengannya?"

"Sudah Bu." Jawab Rina sembari menyodorkan kantong kresek putih kepada Bu Sekar.

"Ya sudah kalau begitu saya pulang dulu ya mbak! Lain kali saya main ke sini lagi, yang tadi belum sempat saya ceritakan soalnya." Ujar Bu Sekar sembari mengerlingkan matanya ke arah Bu Siti.

"Iya Bu terimakasih." Rina merasa penasaran sebernya apa yang ingin Bu Sekar katakan?"

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY