Namanya Sadam Rizky, dia adalah seorang siswa kelas 10 SMA. Ia baru saja memasuki sekolah barunya di SMA Tunas Bangsa setelah lulus dari sekola menengah pertamanya di sebuah pesantren yang berada di kota Malang. Sadam mempunyai kepribadian yang baik, mempunyai ilmu agama yang sangat baik pula serta ilmu akademik yang diatas rata-rata. Sehingga tak sia-sia kedua orangtuanya mengirim Sadam ke pesantren, karena Sadam bergitu sangat berubah menjadi lebih baik. Ilmunya selalu Ia terapkan dan amalkan meskipun Sadam sudah tidak berada di pesantren lagi.
Sadam terlahir dari keluarga yang mempunyai latar belakang keagamaan yang bagus. Pantas saja, karena Ayahnya adalah seorang Kiai pemilik pondok pesantren di kota Bandung dekat rumahnya. Sehingga, Sadam selalu belajar dari sang Ayah tentang keagamaan dan senantiasa meniru perilaku sang Ayah sebagai seorang Kiai.
Sadam adalah anak semata wayang dari sepasang suami istri bernama Taufik dan Nabila sehingga ia tidak mempunyai saudara kandung. Dengan begitu, Sadam harus selalu menuruti perkataan orang tuannya. Akan tetapi, Sadam tidak seperti anak-anak semata wayang yang lain. Ia tidak dimanja oleh kedua orang tuanya, justru orang tuanya selalu mendidik Sadam agar bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
Kehadirannya pun membuat banyak orang dengan senang hati mampu menatap wajahnya berlama-lama, karena parasnya yang sangat tampan. Tak heran, banyak orang yang menyukai dan mengaguminya saat pertama kali bertemu dengan seorang Sadam. Memang sejatinya manusia tidak ada yang sempurna. Namun apa boleh buat, kebanyakan orang yang melihat Sadam menjadikannya sosok yang sangat sempurna. Iya, dimata siapapun yang melihatnya.
Lihat saja kulitnya yang seputih salju, rambut hitamnya yang berkilau, bentuk rahang yang kuat serta pahatan hidung dan bibir yang sempurna. Dan matanya yang sipit, lalu semakin sipit ketika ia tersenyum. Manis sekali, sehingga mampu membuat siapapun kecanduan melihat seyumannya.
Sadam tak seperti laki-laki biasanya. Dia sangat ramah, sopan dan selalu menolong orang, bahkan ia senantiasa menawarkan pertolongan kepada siapapun. Tak henti-hentinya ia berbuat kebaikan, seakan sudah menjadi pekerjaannya selama ia hidup. Sadam mempunyai suara yang sangat merdu saat ia sedang mengaji. Suara yang sangat syahdu seperti alunan harmonis yang bisa membuat suasana menjadi damai dan tentram. Siapa pun yang mendengarnya pasti akan selalu ingin mendengarkannya setiap hari, sungguh bisa membuat seseorang menjadi ketagihan ketika mendengar suaranya.
Begitu banyak sekali perempuan yang menyukai Sadam bahkan laki-laki pun banyak yang menjadi penggemarnya. Tapi lagi-lagi dia merendah hati, menundukkan kepalanya, dan mudah sekali bersyukur. Sungguh hatinya begitu lembut dan lapang.
Sadam baru saja lulus dari pesantrennya, ia baru 2 bulan berada di kapung halamannya-Bandung. Selama 2 bulan, Sadam hanya beristirahat dirumah walaupun ketika keluar rumah ia hanya pergi ke rumah sahabatnya. Ia pun tak sempat untuk pergi berlibur karena sebentar lagi ia akan memasuki sekolah barunya yaitu di SMA Tunas Bangsa Bandung. Ayah Sadam menyekolahkannya di SMA karena beliau ingin Sadam merasakan pendidikannya di sekolah umum dan tentunya dengan peringatan yang harus selalu Sadam ingat. Sadam pun tidak keberatan dengan semua peringatan dari sang Ayah, karena Sadam ingin sekali merasakan dunia sekolah yang berada diluar sana.
Setelah selesai sarapan, Sadam pun bersiap untuk pergi ke sekolah dan tak lupa berpamitan dengan kedua orang tuanya. Hari ini adalah hari pertama Sadam masuk sekolahnya sebagai murid baru, dan kegiatan ospek pun sedang dilaksanakan. Dari kejauhan terlihat ada tiga orang perempuan hendak menghampiri Sadam.
"Hai, namanya siapa?" tanya seorang gadis yang ternyata itu kakak kelas Sadam.
Sadam dan temannya yang berada disampingnya memandangi satu sama lain. Mereka bingung. "Eh, iya kak. Nama saya Dika," Dika menanggapinya.
"Kalau kamu?" tanya gadis lain dengan memasang sikap centil.
"Saya Sadam kak," singkat Sadam.
Gadis-gadis itu seketika menjerit saat Sadam berbicara. Dan berbisik-bisik memuji Sadam. Begitu ketaranya para gadis itu mulai menyukai Sadam. Sadam hanya tersenyum aneh melihat tingkah seniornya itu. Dika pun terkikik geli. Kemudian, para gadis itu pergi begitu saja sembari masih tersenyum-senyum melihat Sadam.
"Tuh Dam, banyak banget yang suka dan muji kamu. Aku jadi iri deh," ucap Dika sahabatnya.
"Astagfirullah, jangan gitu dong. Alhamdulillah banyak yang suka, tapi semua ini cuma titipan. Dan hanya Allah yang pantas di puji," jawab Sadam bijak sambil menepuk pundak temannya dan tersenyum.
"Iya deh iya maaf. Terus kamu kenapa sih gak punya pacar aja, kan banyak tuh cewek-cewek yang suka sama kamu. Bahkan kalau kamu mau nih, kamu bisa tuh punya banyak pacar," ucap Dika kembali dengan mata jailnya.
"Astagfirullah.. Dika, Dika, kamu tuh yah kayak yang gak belajar agama aja. Kamu kan tahu prinsip aku, udahlah jangan mikirin itu mulu. Mending kamu mikirin tugas ospek kamu tuh yang belum beres-beres!" jawabnya kesal.
"Yaudah deh maaf, tapi kamu bantuin aku dong!" ucap Dika yang berusaha merayu Sadam.
"Iya deh terserah kamu aja. Tapi kamu janji ya jangan ngomongin hal-hal yang gak penting kayak tadi!" Sadam mencoba memperingati sahabatnya.
"Siap Pak Ustadz, saya gak akan mengulanginya lagi." sambil memeragakan orang yang sedang hormat.
Dika adalah teman sekaligus sahabat kecilnya Sadam, mereka sudah lama sekali bersama. Dika selalu menemani Sadam dalam keadaan apapun dan selalu ada buat Sadam. Dan Dika adalah satu-satunya orang yang Sadam percaya, ialah satu-satunya orang yang tahu semua tentang Sadam. Meskipun mereka sempat terpisahkan karena Sadam masuk pesantren, tapi sekarang akhirnya mereka bisa bersama kembali dan mulai menjelajahi dunia baru mereka bersama.
Sadam sudah menganggap Dika sebagai saudranya sendiri. Dari kecil, mereka sudah menghabiskan waktu bersama untuk bermain dan belajar. Oleh karena itu, mereka bisa lebih mudah mempererat persahabatannya.
Sadam tak mau mempunyai seorang pacar. Ia berniat untuk terus memperbaiki dirinya sampai tiba waktunya dimana ia akan mengkhitbah seseorang yang ia cintai. Itulah prinsip Sadam, ia senantiasa menjaga dirinya dari berbagai godaan hawa nafsu.
Setelah memasuki fase kehidupan remaja, Sadam semakin paham akan sebuah hubungan dengan lawan jenis. Ia telah berpikir lebih dewasa dari pada teman-teman sebayanya. Berusaha menjaga hatinya, menahan hawa nafsunya, sehingga ia selalu berusaha menghindar dari godaan dan bisikan setan yang selalu menjerumuskannya kedalam kemaksiatan.
Mempersiapkan diri dalam meraih cita-cita adalah kesibukan yang kini sedang ia fokuskan. Dan itu hal yang cukup membuat dirinya pasti dari pada memikirkan hal-hal yang tidak pasti. Ia menata masa depannya dengan sangat apik, memprioritaskannya dengan konsisten.
Akan tetapi, pada suatu hari ada seseorang yang mampu merubahnya, yang pada akhirnya prinsipnya tergoyahkan ketika ia mulai bertemu dengan seseorang itu. Seseorang yang membuat hatinya dan pikirannya bergelut. Yang membuat dirinya selalu memikirkan yang belum pernah ia pikirkan sebelumnya.