Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Perkawinan Tanpa Desahan
Perkawinan Tanpa Desahan

Perkawinan Tanpa Desahan

5.0
5 Bab
74 Penayangan
Baca Sekarang

Shakila masih tetap sebagai perawan suci, padahal sudah lima tahun menikah dengan Justin suami yang kini telah dicintainya. Ada apa gerangan? Apakah Shakila terlalu kuat membentengi dirinya, sehingga suaminya pun tidak mampu menjembol keperawanannya di malam pertama, bahkan malam-malam selanjutnya? Apakah Justin sebagai suaminya terlalu lemah? Tentu saja tidak. Justin bahkan teramat perkasa untuk ukuran seorang lelaki muda yang tampan dan mapan. Tentu saja itu menimbulkan pertanyaan besar bagi banyak orang, tidak terkecuali dari keluarga besar mereka, karena hingga kini mereka belum ada tanda-tanda akan dikaruniai anak. Atau jangan-jangan ada faktor lain, mungkin pihak ketiga yang sengaja menutup akses itu sehingga sudah lima tahun pernikahan Shakila dan Justin belum pernah terdengar ada desahan. Dan ketika pada suatu saat Shkila hamil, dunia dia rasakan seperti runtuh. Siapa yang menghamilinya? Lantas bagaimana Shakila dan Justin bisa menjelaskan semua itu pada semua orang? Inilah sebuah kisah yang akan membuatmu sangat nyaman saat membacanya. Bahkan bisa belajar merenung dan mengambil keputusan dengan bijak. Banyak hal yang berakibat fatal di masa mendatang akibat kesalahan dalam pengambilan keputusan di masa lalu. Bahkan jika keputusan itu bukan diambil oleh yang bersangkutan. Bacalah dengan hati lapang, jangan tergesa-gesa dan yakinkan, kamu telah siap mental untuk menerima kenyataan jika kisah ini memang sangat berbeda dengan kisah-kisah yang lainnya. Cerita ini tidak panjang, tapi kamu akan selalu mengenangnya, bahkan mungkin ingin berulang-ulang membacanya hingga TAMAT.

Konten

Bab 1 Life of Shakila - 1

Shakila masih tetap sebagai perawan suci, padahal sudah lima tahun menikah dengan Justin suami yang kini telah dicintainya.

Ada apa gerangan?

Apakah Shakila terlalu kuat membentengi dirinya, sehingga suaminya pun tidak mampu menjembol keperawanannya di malam pertama, bahkan malam-malam selanjutnya?

Apakah Justin terlalu lemah sebagai suami? Tentu saja tidak. Justin bahkan teramat perkasa untuk ukuran seorang lelaki muda yang tampan dan mapan.

Tentu saja itu menimbulkan pertanyaan besar bagi banyak orang, tidak terkecuali dari keluarga besar mereka, karena hingga kini mereka belum ada tanda-tanda akan dikaruniai anak.

Dan ketika pada suatu saat Shkila hamil, dunia dirasakan seperti runtuh. Siapa yang menghamilinya?

Lantas bagaimana Shakila dan Justin bisa menjelaskan semua itu pada semua orang?

Inilah sebuah kisah yang akan membuatmu sangat nyaman saat membacanya. Bahkan bisa belajar merenung dan mengambil keputusan dengan bijak. Banyak hal yang berakibat fatal di masa mendatang akibat kesalahan dalam pengambilan keputusan di masa lalu. Bahkan jika keputusan itu bukan diambil oleh yang bersangkutan.

Bacalah dengan hati lapang, jangan tergesa-gesa dan yakinkan, kamu telah siap mental untuk menerima kenyataan jika kisah ini memang sangat berbeda dengan kisah-kisah yang lainnya. Bahkan tak seorang pun bisa memprediksi bagaimana akhir dari kisah ini. Sebuah Ending Yang Tak Biasa.

Cerita ini tidak panjang, tapi kamu akan selalu mengenangnya, bahkan mungkin ingin berulang-ulang membacanya hingga TAMAT.

^*^

PERKWINAN TANPA DESAHAN

^*^

Nabila menggosok-gosokkan kedua tangan ketika dirasanya udara malam itu mulai mendingin. Lengan kemeja yang awalnya dia gulung tadi, sudah dia panjangkan kembali agar udara dingin malam itu tak masuk lebih dalam menembus kulitnya.

Mata coklatnya melirik arloji di tangan kiri. Pukul sepuluh malam. Itu berarti sudah hampir satu jam lamanya Nabila berdiri di depan kafe, menunggu seseorang datang. Tapi, sosok yang ditunggunya sejak tadi masih belum menampakkan diri.

Nabila menghela napas panjang, dia melakukannya bukan tanpa alasan. Dia rela menghabiskan waktu hampir satu jam lamanya hanya untuk menanti seorang pria yang berjanji akan menjemput dan pulang bersamanya.

"Nabila!"

Suara berat itu membuat si gadis menoleh. Dia agak menengadah dan mendapati sesosok lelaki yang sejak tadi ditunggunya keluar dari mobil dengan terburu-buru.

"Sorry, aku terlambat."

Lelaki itu tersenyum sedikit, menciptakan dua lesung pipi di wajahnya. Dia mengenakan setelan yang sederhana, tapi entah kenapa membuat aura ketampanannya makin terasa. Hanya kemeja dibalut jas hitam, celana kain dan rambut yang sedikit berantakan.

"Ayo kita pulang, hujannya semakin deras nanti," ajak pria itu yang langsung membuat senyuman Nabila merekah sempurna.

"Di kantor lagi sibuk, ya? Lama banget jemputnya."

Nabila bertanya di tengah keheningan yang menyelimuti. Pria di sebelahnya langsung mengangguk, fokus menyetir. Malam ini Bandung tengah diguyur hujan lebat, untung saja Nabila pulang tepat waktu.

Mendengar tanggapan singkat lelaki itu, Nabila mengangguk mengerti. "Tidak apa-apa, aku mengerti kok."

"Kalau begitu Mas akan sering ngajak kamu jalan."

"Aku harus kerja, Mas."

Pria itu terkekeh mendengar jawaban Nabila, sementara itu si gadis menatap ke luar kaca mobil. Hujan mulai turun semakin deras saja.

Sebenarnya Nabila ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan pria itu. Namun, obrolan mereka tidak berlanjut karena suara ponsel miliknya terdengar, bersaing dengan keramaian jalan raya di jam sepuluh malam.

Nabila mengecek ponselnya lalu beralih menatap pria di sampingnya. "Papaku telepon." Nabila memberitahu.

"Angkat saja dulu."

Nabila langsung menjawab telepon yang masuk. "Halo, Pah? Iya, aku lagi di perjalanan pulang. Tidak kok, langsung pulang, iya ... tidak apa-apa sih."

Justinus Pradana Chanda, atau biasa dipanggil Justin hanya bisa mendengarkan sekilas percakapan antara ayah dan anak tersebut. Semoga saja Nabila tidak dimarahi karena malam-malam begini dia baru bisa mengangkat telepon ayahnya.

"Baik, Pah. Nanti aku langsung pulang."

Begitu pembicaraan mereka selesai, Justin langsung memburu dengan tanya seusai telepon pendek itu terselesaikan dalam waktu yang amat singkat.

"Apa kata Papa tadi?"

"Cuma nanya sudah sampai mana. Papa suka wanti-wanti buat jangan pulang kemaleman. Padahal, ya, aku juga udah gede gitu loh? Dari mana rumusannya jam sepuluh malam tuh udah kemaleman?"

Justin terkekeh mendengar ucapan Nabila. "Namanya juga orang tua. Papa kayak gitu karena dia sayang kamu."

Nabila merasa apa yang Justin katakan memang benar adanya. Mereka lanjut bercerita. Namanya juga perempuan, pasti selalu ingin didengarkan, meski tak selalu menggunjingkan orang lain secara negatif, ya, tetap saja kalau ngobrol, lebih banyak membicarakan orang lain. Mau itu temannya yang baru didaulat sebagai asisten bos di tempat bekerja. Sampai perkara pemotongan gaji akibat teledor menulis pesanan.

Justin menanggapinya dengan senyum. Nabila adalah wanita mandiri yang selalu bersemangat dan rajin bekerja. Mungkin itulah salah satu alasannya enggan putus, sekalipun ada wanita lain yang tengah menunggu kepulangannya di rumah.

"Kamu udah makan? Sebelum pulang mau makan dulu, gak? Mampir ke restoran apa gitu biar kamu bisa istirahat nanti lanjut pulang?"

Justin menawari Nabila mampir ke salah satu restoran untuk makan malam. Tapi, Nabila dengan cepat menolak.

"Nggak dulu, deh. Ini udah malem, kan? Aku juga butuh istirahat karena besok ada mata kuliah yang tak bisa ditinggalkan."

"Ya udah, tapi kamu sudah makan?"

Nabila mengangguk, dia masih kenyang. Sekarang suasana di dalam mobil itu kembali hening. Entah kenapa, merasa ada secercah perasaan tidak enak yang menyusupi batinnya.

"Mas Justin, kapan mau ketemu Papa? Aku pengen banget ngenalin Mas sama Papaku."

Kalimat Nabila yang tiba-tiba membuat fokus Justin mendadak ambyar. Justin sempat menoleh sekilas pada gadis itu, tapi dia buru-buru menepis keterkejutannya. Ingat, dia sedang menyetir. Jangan sampai oleng!

Kalau dipikir-pikir, setahun hubungan mereka berjalan, Justin belum pernah bertemu dengan orang tua Nabila secara langsung. Gadis itu sering sekali mengajak Justin untuk bertemu.

Kadang pria itu hanya menjawab seadanya jika Nabila melontarkan pertanyaan itu, paling tidak Justin akan menjawab belum sempat karena masih banyak pekerjaan di kantor, tapi sekarang dia bingung harus menjawab apa. Terlalu sering dirinya menjawab nanti, sekarang pun Nabila sudah pasti bosan dengan jawaban itu.

Bukannya Justin tidak peduli pada Nabila, dia hanya bingung dengan posisinya sekarang, dia juga harus memikirkan segala kemungkinan. Tapi, setelah Justin pikir lagi, selama setahun belakangan ini, dia lebih sibuk dari tahun-tahun sebelumnya. Ada banyak urusan di kantor yang mesti dibereskan, terutama karena Justin yang memegang perusahaan.

Hal itu yang membuatnya belum bisa memikirkan tentang kepastian. Dia hanya bisa meminta Nabila untuk menunggu.

"Tenang saja. Nanti akan kuatur waktunya agar kami bisa bertemu."

Justin tersenyum pada gadis itu.

Ada setitik rasa kecewa di hati Nabila karena jawaban Justin masih sama, tapi pria itu benar-benar akan mengusahakan supaya Nabila tidak lagi bertanya tentang hal itu.

*^*

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 5 Life of Shakila - 5   06-24 13:03
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY