Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Elena
Elena

Elena

5.0
12 Bab
249 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Dunia malam jadi makanannya sehari-hari. Terpaksa Elena harus jadi suri untuk banyak lelaki narsis di luar sana. Banyak uang ia hasilkan dengan cara kotornya. Hingga sampai titik terendahnya tiba, ada terbersit di hatinya ingin lari. Pergi dari kenyataan malam yang terlanjur menjeratnya. Ia sadar kebiasaan buruknya akan menggadaikan sebuah nyawa yang sekarang sudah mulai tumbuh beberapa bulan di dalam perutnya. Elena kukuh pendirian ingin membesarkan anak tak bertuan itu, lebih baik dari pada kehidupannya yang teramat menyedihkan. Akankah Elena sanggup bangkit dari dunia malamnya, bahkan untuk menoleh dirinya saja, dia merasa jijik sekali. Selamat membaca cerita Elena, jangan lupa riview, sub, and share. ig tinaalamin

Bab 1 Tersesat

Beberapa wanita belia sudah berjejer di depan pintu rumah bertingkat dengan banyak kamar di dalamnya, memakai pakaian minim menjadi seragam untuk memperindah pekerjaan mereka, bingkai tebal di beberapa bibir wanita itu sangat menonjol agar majikannya tak marah lagi kepada mereka.

Memang malang nasib para perempuan pemuas lelaki hidung belang di tempat itu, berbagai macam cerita menjadi latar perjalanan hidup para wanita belia, menjadikan keterpaksaan menjadi kesenangan semata.

Sepasang mata tertuju padaku, sambil tersenyum tipis dan mengusap gelombang rambutku yang tergerai melebihi bahu.

Mungkin dia memang sudah mengetahui rencanaku selajutnya, tapi entahlah apa itu hanya perasaanku saja.

“Siapa namamu?" Tanya Mami sebagai pemilik bisnis kotor itu.

“A-ku, Elena.” Jelasku terbatah-batah.

“Haha, nama yang bagus. Tapi, mulai besok ganti style kamu yang kampungan ini!”

Perintah Mami melihat tubuhku dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Kamu hamil?”

Lalu aku menjawab dengan anggukkan berulang kali tanpa suara sedikitpun, tingkahku tak menjadikan Mami marah, namun sikap lebih special malah terasa olehku.

Walau dari ekor mata tampak dua matanya menatap lebih gahar menatapku.

Kalau saja aku tak sedang hamil, dan memakai riasan mahal, mungkin Mami akan menarik rambutku agar bertingkah lebih sopan terhadapnya, Mami paling tidak suka perempuan lemah dan tak menghargainya.

“Berapa usia kandunganmu?”

“Enam bulan,” jawabku sembari membuang pandangan ke arah lain. Membuang rasa gugup di benakku.

Untuk saat ini, Memang aku menerima perlakuan lebih istimewa dari wanita lainnya, karena tubuhku sedang berbadan dua, hingga para pelanggan bisa membayar sampai dua, atau tiga kali lipat dari pada wanita yang lebih senior lainnya.

Mengingat perlakuan majikan sangat baik padaku, aku mengelus perut berisi janin yang entah siapa ayahnya, walau dia belum lahir dia sedikit sudah menyelamatkanku. Karena tak hanya kepada satu lelaki diriku perjual belikan.

Dengan usiaku yang masih 17 tahun aku harus merasakan beratnya mengandung sebuah janin yang benar-benar tak aku harapkan.

Entah pada siapa, dan bagaimana aku mengadu, aku hanya bisa mengikuti alur cerita kehidupanku yang sangat menjijikan.

Ayah yang telah lama menghilang entah kemana setelah perceraiannya dengan ibu membuat hidupku dan kakak laki-lakiku serasa di dalam neraka, Setelah Ibuku meninggal, Aku tinggal bersama ayah tiriku yang selalu memperlakukan aku dan kakakku dengan sangat kasar.

Terlebih hidup yang semakin mencekik perekonomian kita, memaksa kakak laki-lakiku pergi merantau meninggalkan aku, sedang aku tengah di jual oleh Ayah tiriku untuk memenuhi kebutuhan glamor-nya di masa kekinian.

Namun kenyataan tak seindah impian, sudah hampir setengah tahun aku tinggal terombang ambing di dunia gelap itu.

Malam aku jadikan siang, dan siang aku habiskan untuk menutup mata mengumpulkan tenaga untuk pertempuran malam selanjutnya.

Hingga membuatku merasa tak kuat lagi, dan merencanakan sebuah pelarian untuk masa depanku.

"Lena … ingat! ,malam ini, pelanggan dari kalangan atas akan menemuimu, berikan service yang baik untuk mereka!” Ucap Mami sambil mencubit ujung dagu aku.

Aku tersenyum palsu mengiyakan perintah manusia harimau itu.

Pukul 17.00 aku sudah siap di kirim ke sebuah hotel yang di sewa oleh para lelaki berakhlak bejad itu.

Sedang aku hanya berdandan seadanya, karena memang dalam benakku, aku sangat membenci pekerjaan ini.

"Selamat sore!” Suara om-om bertubuh gempal mendekat melempar senyuman nakal membuat aku sangat jijik dengan tingkahnya.

Itulah, pria yang memiliki kepribadian ganda pecinta nafsu, dan di tempat lain mereka adalah orang yang sangat berwibawa. Bersamaku, tak jauh beda dengan binatang pemakan daging temannya.

Tapi, di depan pria itu, aku harus tetap memasang senyum palsuku untuk tidak membuaut rasa curiga dipikiran pria itu. Berpura-pura senang untuk membuang semua harga diri.

Sebelum om itu ntar menyakiti bayi dalam rahimku lantas aku memutar otak , untuk merencanakan sesuatu hal untuk kabur dari jeratan hitam itu.

"Sebentar ya om,” pintaku sambil terus menebar pesona palsu. Lalu mendorong tubuh besarnya menjauh dari pandanganku.

Bapak gembul itu terlihat sangat kecewa, sambil mendecak kesal.

"Cepatlah! Aku paling tidak suka dibuat menunggu seperti ini.” Pekik orang itu sambil menenggak jus buah yang di buat oleh waiters hotel itu.

Sesampainya aku di kamar mandi aku sesegera mungkin melancarkan aksi yang sudah lama aku rancang.

Aku menebar cairan berwarna merah di atas lantai kamar mandi itu, lalu aku berteriak sekencang mungkin sambil berbaring di genangan cairan yang berwarna merah itu.

"Toooolooong! Tidakkk! Ini tidak mungkin, tolong aku!” Teriakku sekuat tenaga dengan mata dibasahi untuk memberi kesan aku sedang menangis.

Suara teriakanku mengundang bapak gembul berselimutkan handuk di bawah perutnya.

"Sial, kenapa kamu? Kenapa ada darah disana? Ada apa ini?”Bapak gembul itu ketakutan melihatku dengan situasi yang cukup meyakinkan.

Dengan segera lelaki gembul itu mengenakan pakaiannya dan membereskan semua barang bawaanya untuk pergi menjauh dari kamar itu karena takut terkena masalan dengan majikanku.

Selang dua puluh menit aku tunggu, dan suasana kurasa telah aman dan sepi, aku menyudahi aktingku dan menyiram noda cairan merah di lantai kamar mandi itu.

Melihat waktu kerjaku masih tersedia tiga puluh menit lagi, untuk di jemput kembali oleh karyawan mami, aku segera melancarkan rencana keduaku.

Aku berganti pakaian dengan gamis berhijab panjang lengkap dengan cadar bernuansa hitam pekat. Gamis itu aku pesan lewat waiters yang menyajikan minuman untuk pelanggan mami berbadan gembul itu.

Aku merasa mengenakan pakaian itu adalah hal yang sangat memalukan karena sikapku yang berbanding terbalik dengan pakaian yang aku kenakan. Dan entah mengapa aku merasa nyaman setelah baju itu membalut seluruh tubuhku.

Perutku yang cembungpun tak terlihat lagi, "Tak apalah aku mengenakan ini, gak masalah juga kalau aku harus mengenakan baju ini untuk seterusnya. Toh aku bakalan jadi seorang ibu.” Bisik hatiku.

Waktu itu, tak aku buang sia-sia untuk segera aku kabur dari kamar itu melewati jalan belakang, bahkan aku berpapasan dengan dua pria suruhan mami berbadan kekar berwajah menyeramkan itu, tapi syukurlah, Cadar hitam itu menutupi penyamaranku hingga membuat para bodyguard itu tak mengenaliku sama sekali.

Hingga malam mulai larut. Suara hewan malam seolah berirama mengiringi langkahkku menjauh dari keramaian kota.

Aku terus berjalan menjauh dari keramaian hingga tak terasa waktu berjalan dengan sangat cepat.

Dini hari, aku berjalan diiringi lantunan adzan yang terdengar sangat merdu sekali. Dan banyak para lelaki mengenakan kain sarung di lipat rapi di atas pinggang mereka dengan kemeja sebagai pelengkapnya.

Tak mau membuat mereka ketakutan dengan penampakanku, aku segera lari menaiki sebuah tembok sedang dan ku temukan seperti lahan kosong yang sangat luas di tempat itu. Aku bersembunyi dan merasa aman jauh dari dua bodyguard dan para lelaki yang berjejer berjalan ke sebuah surau.

Setelah aku tersadar, aku melihat sekitar ternyata para lelaki itu memasuki wilayah dimana aku bersembunyi. Aku terus penasaran sebenarnya ini bangunan apa, aku lantas merunduk berjalan menuju samping jendela surau itu lalu aku mengintip di balik kaca jendela.

“Ya tuhan, Apakah ini yang dinamakan masjid?” Pikir Elena orang yang sangat awam dengan agama karena kurangnya didikan orang tuanya.

(Ikuti terus alur ceritanya, jangan lupa share riview membangun untuk author.)

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 12 Merajuk Berat   07-26 10:42
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY