"Apa kamu yakin?" Jordan sengaja melepaskan Melita.
Kaki Melita goyah, lalu tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri untuk sesaat.
"Aku baik-baik saja!" Dia mengulurkan tangannya untuk meraih kembali keseimbangannya dan mencegah agar dirinya tidak terjatuh.
Jordan melirik ke belakang bahu Melita dengan waspada dan menyadari seseorang tengah menuju ke arah mereka. Tanpa berkata-kata, dia meraih Melita dan melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu.
Melita segera tersenyum dan mengangguk pada orang itu.
Saat Jordan berbicara dengan orang itu, Melita berjinjit dan berbisik ke telinganya, "Aku perlu ke kamar mandi."
Menundukkan kepala dan meliriknya, Jordan melepaskannya, lalu berkata, "Hati-hati."
"Oke … permisi sebentar. Kalian tidak perlu terburu-buru. Aku tidak akan lama." Sambil tersenyum, Melita mengangguk pada kedua pria itu dan melangkah menuju ke kamar mandi dengan sepatu hak tingginya.
Jordan melirik ke arahnya sebelum kembali melanjutkan pembicaraan dengan pria di hadapannya.
Saat Melita berjalan menjauh, pria itu menatap sosok Melita dan bertanya, "Apakah ini pertama kalinya kamu membawa teman kencan ke sini? Kurasa aku tidak pernah melihat dia di sini sebelumnya."
"Ya," jawab Jordan dengan santai.
Ketika dia kembali dari kamar mandi, Melita sedikit terkejut mendapati bahwa pria yang sedang bicara dengan Jordan saat ini bukan pria yang sama dengan yang dia tinggalkan saat ke kamar mandi.
Akan tetapi, pria ini kelihatannya tidak asing. Dia terlihat seperti salah satu tokoh besar yang bisa ditemukan di sampul buku tentang keuangan dan ekonomi.
Begitu Melita berjalan menghampiri Jordan, pria itu memberikan segelas sampanye padanya sambil tersenyum lebar.
"Ini …." Melita menatap Jordan, berharap dia akan melakukan perkenalan.
Pria di hadapan mereka tersenyum dan memutar gelas di tangannya sebelum memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, "Halo. Aku adalah manajer umum dari Grup Plasidus. Senang bertemu denganmu."
"Senang bertemu denganmu juga."
Melita merasa tidak perlu memperkenalkan dirinya pada pria itu. Dia hanya tersenyum dengan sopan dan mendentingkan gelas dengannya, sebelum meneguk minuman di gelas tersebut. Kemudian, dia berdiri dengan tenang di samping Jordan, memancarkan aura penuh keanggunan dan patuh.
Melita tidak yakin apakah dia hanya membayangkannya, tetapi merasa Jordan yang berada di sebelahnya mencuri pandang ke arahnya beberapa kali.
Sambil mengerutkan kening, dia bertanya, "Ada apa?"
Jordan menggelengkan kepalanya sedikit, lalu membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tetapi sang manajer umum memotongnya sebelum dia sempat berbicara.
"Pak Jordan, saya dengar perusahaan Anda sedang mengerjakan sebuah proyek besar. Kami ingin sekali bekerja sama dengan Anda suatu hari nanti. Bisakah Anda meluangkan waktu sebentar?"
Dengan kerutan di wajahnya, Jordan hampir saja menolak, tetapi Melita sudah lebih dahulu berjalan menjauh dari mereka.
"Aku akan meninggalkan kalian berdua untuk berkeliling sebentar."
"Oke," jawab Jordan dengan suara pelan, sebelum dia dan manajer umum itu pergi meninggalkan Melita.
Setelah berdiri di sana beberapa saat, tiba-tiba saja pandangan Melita menjadi kabur, dan dia merasa pusing.
Ketika dia mengulurkan tangan untuk menopang dirinya di dinding, seseorang berjalan menghampirinya dari belakang dan memegangi pinggangnya.
"Jor …." Melita mengira orang itu adalah Jordan, tetapi begitu dia berbalik, dia melihat wajah gemuk yang besar.
"Siapa kamu? Lepaskan aku!"
Ekspresi terkejut di wajahnya segera berubah menjadi amarah, dan dia langsung menarik diri menjauh dari pria itu.
"Apakah kamu wanita yang datang ke sini bersama Jordan?" Pria itu dengan santai menarik tangannya dan melihat Melita dari atas ke bawah dengan tatapan penuh nafsu saat dia menemukan Melita dalam keadaan rentan.
"Jordan tidak pernah membawa seorang wanita ke pesta. Pasti ada sesuatu yang istimewa tentang dirimu!"
Kata-kata pria itu membuat Melita tidak senang. Cara pria itu menatapnya juga membuatnya merasa tidak nyaman.
"Enyah!" Dengan marah, Melita mengangkat tangannya seolah hendak menampar pria itu, tetapi tiba-tiba dia merasa seakan seluruh kekuatan di tubuhnya terkuras begitu saja.
Sebelum dia dapat memahami apa yang sedang terjadi, pria tua itu menggenggam pergelangan tangannya.
Sialan! Kapan dia dibius?
Melita merasa begitu bodoh karena tidak menyadari bahwa dirinya sudah dibius.
"Ada apa? Beri aku ciuman! Biar kulihat apa yang menurut Jordan begitu istimewa tentangmu!"
Ketika pria tua itu berusaha memaksakan dirinya pada Melita, Melita menggertakkan giginya dan menendang perut pria itu dengan lututnya.
"Aduh … Kamu ini wanita yang berani, ya?" bisik pria tua itu. Sambil memegangi perutnya, dia mendapati Melita lebih menarik daripada sebelumnya.
Melita berlari secepat yang dia bisa, meskipun dia nyaris tidak bisa melihat dengan benar karena rasa pusing di kepalanya.
Dia harus menemukan Jordan sebelum efek obat bius ini bekerja sepenuhnya!
Dia tidak menyangka bahwa dia akan merasa begitu lemah dan tidak berdaya. Begitu dia berbelok di koridor, dia terjatuh ke lantai.
Oh tidak!
Jantung Melita mulai berdebar saat dia mendengar suara langkah kaki yang mendekat.
Ketika tampaknya sudah tidak ada harapan lagi baginya, seorang pria berdiri di hadapannya.
Dengan lengannya yang kuat, pria itu meraih pinggang Melita dan menarik Melita ke dalam pelukannya yang hangat.
Sebelum Melita sempat bereaksi, terdengar suara yang familier di telinganya.
"Aku hanya meninggalkanmu beberapa menit dan kamu sudah berada di lantai."
Melita menghela napas lega karena suara inilah yang begitu dia tunggu-tunggu untuk dengar.
Dia melingkarkan lengan di pinggang Jordan, lalu membenamkan wajahnya di lengan pria itu dan menghela napas, "Apa yang bisa aku katakan? Sulit sekali untuk menjadi wanitamu."
Dia tidak hanya harus melawan semua wanita yang mendambakan Jordan, dia juga bahkan harus menghadapi pria busuk yang ingin bersamanya untuk membuat marah Jordan.
Semua itu sangat melelahkan.