Melita tidak tahu siksaan tidak manusiawi macam apa yang dia alami semalam.
Ketika dia bangun dalam keadaan linglung pagi ini, seluruh tubuhnya terasa sakit, dan bagian bawah tubuhnya terasa pegal.
Ingatan tentang apa yang terjadi tadi malam melintas di benaknya dan membuatnya tersipu malu. Pak Jordan benar-benar pria yang berbeda tadi malam!
Suara kicau burung yang samar terdengar di telinganya, seolah-olah ada seekor burung yang bersembunyi di suatu tempat di kamar tersebut.
Suara kicauan itu semakin keras dan jelas dan Melita mulai bertanya-tanya apakah seekor burung memang tidak sengaja masuk ke ruangan itu dari luar.
"Apakah kamu wanita yang dibawa pulang oleh ayahku semalam?"
Suara seorang anak kecil menyadarkan Melita, dan dia akhirnya membuka matanya.
"Hah? Benny?"
Melita menatap wajah bocah laki-laki yang putih dan lembut itu sambil memicingkan matanya, lalu menarik anak itu ke dalam pelukannya. Dia membujuknya dengan suara pelan, "Sayangku, tolong jangan ganggu Ibu. Biarkan Ibu tidur sedikit lebih lama."
Bocah laki-laki itu menganga kebingungan saat mendapati dirinya berada di dalam pelukan Melita sebelum dia dapat bereaksi. Butuh beberapa detik baginya untuk sadar kembali sebelum dia mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan Melita.
"Lepaskan aku! Singkirkan tanganmu dariku!"
Merasa kesal mendengar rengekan bocah laki-laki itu, Melita menghela napas panjang dan berkata, "Benny, ada apa denganmu? Apa kamu lapar?"
Wajah bocah laki-laki itu memerah, dan dia melompat keluar dari pelukan Melita untuk menatapnya.
"Siapa itu Benny? Apa yang sedang kamu bicarakan? Apa aku mengenalmu? Kalau saja kamu bukan wanita pertama yang dibawa pulang oleh ayahku ke rumah ini, aku pasti sudah meminta pelayan untuk mengusirmu keluar sekarang juga!"
Melita membelalakkan matanya karena terkejut.
Dia memfokuskan pandangannya pada bocah laki-laki yang sedang menunjuk jari ke arahnya.
Ada yang tidak beres.
Anak itu bukan Benny.
Meskipun kemiripannya luar biasa, Benny tidak akan mengenakan jas!
Selain itu ….
Setelah melihat ke sekeliling ruangan dengan perasaan ngeri, Melita menundukkan pandangannya ke arah tempat tidur, dan saat itulah dia menyadari bahwa ... dia tidak sedang berada di apartemennya sendiri.
Kamar yang begitu mewah dan luas ini, serta tempat tidur besar yang nyaman tempat dia duduk saat ini, sama sekali bukan milik apartemen kecil dua kamar tempat dia tinggal.
"Apa yang kamu lihat? Aku sedang bicara padamu!"
Bocah laki-laki itu mengerutkan alisnya dengan perasaan tidak puas dan melangkah maju untuk menarik perhatian Melita. Dia mengangkat satu kaki dan menginjak seprai sutra di tempat tidur dengan sepatu kulit kecilnya yang mengkilap.
Melita kembali memeluknya dengan jantung berdegup kencang, penuh dengan rasa tidak percaya.
Jika tebakannya benar, bocah laki-laki ini adalah anaknya yang telah diambil darinya lima tahun yang lalu!
Hanya saja … kenapa dia ada di sini?
"Siapa namamu? Apakah kamu tinggal di sini?" Melita melembutkan suaranya saat dia berbicara dengannya.
Lagi pula, dia tidak ingin membuat bocah kecil itu takut padanya.
Saat Melita berbicara dengan sopan padanya, bocah laki-laki itu merasa sangat malu sehingga pipinya memerah. Dia memutar dan kemudian memiringkan kepalanya dengan angkuh, lalu berkata, "Aku yang bertanya padamu lebih dulu! Kamu belum memberitahuku siapa dirimu."
Melita sedikit tertegun. Jelas, dia tidak menyangka "Benny" versi ini begitu "pintar".
Meskipun bocah laki-laki ini dan Benny sama-sama dilahirkan olehnya, bocah laki-laki ini kelihatannya lebih cerdas bila dibandingkan dengan Benny.
Dengan perasaan geli, Melita tersenyum dan berkata, "Aku Melita Parasian … teman ayahmu."
Bocah laki-laki itu mengerutkan kening dan memandang Melita dari atas ke bawah, seolah-olah dia tidak yakin dengan jawabannya.
Melihat tatapan dari anak itu, Melita buru-buru menarik selimut tipisnya untuk menutupi cupang yang ada di pundaknya.
Itu bukan sesuatu yang pantas untuk dilihat oleh anak-anak.
Dia jelas merasa malu karenanya.
"Sekarang giliranmu, anak kecil. Siapa namamu?" Melita menatapnya sambil tersenyum. Tiba-tiba saja dia merasa suasana hatinya membaik.
Sang bocah laki-laki memasang wajah cemberut, seolah dia tidak senang dengan cara Melita memanggilnya.
"Namaku bukan anak kecil, tapi Betran Gunardi. Aku rasa kamu tidak berhak memanggilku anak kecil!"
"Betran …." Melita merenung ketika mendengar namanya. Kebetulan sekali, nama itu terdengar sangat familier!
Hanya saja ....
Mendadak bayangan seseorang muncul di benak Melita.
Jika nama keluarga bocah laki-laki ini adalah Gunardi, itu berarti ….
"Apakah Jordan ayahmu?" Wajah Melita menunjukkan ekspresi tidak percaya.
Sementara itu, mata cerah Betran terlihat berkilau dan dia mengangguk.
"Benar, ayahku adalah Jordan, dan ini adalah rumahku!"
Ya Tuhan!
Pikiran Melita menjadi kosong dalam sekejap.
Jika benar demikian, berarti Jordan pasti merupakan majikannya yang misterius lima tahun yang lalu.
Betran dan Benny adalah anak mereka.
Oh tidak!
Ini tidak bisa dipercaya!
Lima tahun setelahnya, Melita kembali bertemu dengan Jordan!
Melita tidak bisa menerima kenyataan ini!
"Ada apa … denganmu?"
Betran menatapnya dengan kebingungan sambil mengayunkan tangan kecilnya di depan wajah Melita.
"Sayang! Oh, sayangku!" Tiba-tiba saja, Melita menarik Betran ke dalam pelukannya dan menciumnya. Kemudian dia terus bergumam, "Maafkan aku."
Bagaimanapun juga, dia sangat merindukan putranya yang lain selama lima tahun ini.
Meskipun akhirnya dia menemukannya, dia tidak bisa membawanya pergi, dan juga tidak bisa tinggal di sini bersamanya karena identitasnya.
Lagi pula, dia sudah menandatangani perjanjian yang menyatakan bahwa dia akan pergi dengan uang bayaran yang diberikan padanya setelah melahirkan bayinya. Itu berarti, dia telah melepaskan haknya sebagai seorang ibu dari putranya.
Lebih buruk lagi, jika Jordan sampai tahu tentang Benny, bisa-bisa dia juga akan kehilangan hak asuh atas Benny!
"Apa yang sedang kamu lakukan? Lepaskan aku!"
Betran mengerutkan alisnya dengan marah sambil menyeka wajahnya dengan lengan bajunya setelah Melita menciumnya barusan. Dia lalu menatap Melita dengan jijik dan berkata, "Apakah kamu tidak diajarkan untuk menghormati batasan orang lain? Sebagai seorang wanita terhormat, kamu seharusnya tetap menjaga jarak dengan pria asing sepertiku. Apakah tidak pernah ada yang mengajarimu bahwa tidak pantas memanggil seseorang dengan panggilan sayang secara tiba-tiba seperti itu?"
Melita perlahan melonggarkan genggamannya, dan air mata mulai membasahi wajahnya.
Tidak ada yang bisa dia lakukan sekarang, tetapi dia tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya!
"Maafkan aku, Betran. Aku akan menjelaskan semuanya padammu nanti. Kumohon, tunggulah aku. Aku janji aku akan kembali untuk menjemputmu."
Dia membelai wajah Betran yang lembut, kemudian dengan enggan menarik tangannya. Dia mengambil pakaiannya dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Segera setelah itu, dia buru-buru pergi meninggalkan tempat itu, meninggalkan Betran yang melihat kepergiannya dengan wajah bingung.