ini tampak kusam, matanya sayu dengan lingkaran hitam yang semakin dalam. Tidur semalam terasa seperti mimpi bu
pantul di cermin tidak lagi ia kenal. Rambutnya kusut, matanya merah karena menangis sepanjang malam. N
awaban, pintu itu terbuka sedikit, menampilkan Amanda yang tampak tak l
gan suara bergetar. "Apa ya
Aku benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi," jawabnya dengan suara yang h
t. "Kamu yakin ini bisa diperbaiki?" tanyanya,
inya sendiri. "Aku harus memperbaikinya. Aku harus me
i menghindari kenyataan bahwa semuanya telah rusak. Zevan, suaminya, telah kehilang
ngan langkah penuh ketegangan, ia menuju ruang tamu. Amanda sudah duduk di sana, mata penuh harapan yang sama sekali t
membukanya, Zevan berdiri di hadapannya, mengenakan jas gelap dengan ekspresi yang sulit dibaca. Tak ada kata-kata yang terucap antara m
intensitas yang menyakitkan. "Masuk," katanya,
ra. Amanda yang semula berada di ruang tamu, berdiri di be
an berdua." Suaranya keras dan tajam, membuat Clara terperangah. "Kalian sudah
ku telah membuat kesalahan besar. Aku tidak bisa membenarkan apa yan
at. Aku sudah memikirkan ini berhari-hari. Apa yang kalian lakukan bukan
ng Clara, menatap Zevan dengan hati yang hampir retak. "Kami tidak ingin semua ini terjadi, Zevan
mbantu di sini, Amanda. Kamu sudah melampaui batas yang aku te
da hampir menangis. "Aku tak tahu bagai
nyalahkanmu sepenuhnya. Kamu hanya korban dari situasi ini. Namun, Clara... Kamu, kam
gungkapkan bahwa ia tidak bermaksud untuk mengkhianati suaminya, bahwa semua yang terjadi adalah hasil dari kebingungannya, dari
a dengan nada yang lebih rendah, namun tetap penuh keke
erdebar kencang, dan ia tak tahu apa yang harus dilakukan atau
a digoyahkan. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, tapi aku t
Clara dan Amanda dalam keheningan yang menggigit. Setiap langkahnya semakin
rinya. "Clara... mungkin ini adalah akhir da
ya. Segala yang telah ia bangun selama ini-rumah tangga, harapan, dan impian-sem
lah ini. Yang ia tahu hanyalah kenyata