ur-terus mengusik pikirannya. Ia tidak bisa mengingat bagaimana itu bisa terjadi, dan bahkan lebih mengerikan lagi adalah kenyataan bahwa ia tidak ta
ar itu dengan wajah yang kosong, matanya memandang pesan dari Clara yang sudah ia abaikan sejak pagi. Pesan
ita harus
mit dalam dirinya. Sebuah perasaan marah yang meluap, namun
nanggapi pesan itu. Namun, di dalam hatinya, ia tahu-ia tak bisa menghindar lagi. Semua y
mengangkat ponselnya dan mul
in bicara deng
giris, lebih tajam daripada perkataan yang lebih keras. Ia berharap itu akan mengirimkan pesan yang jelas
. Tidak ada yang bisa mengubah kenyataan bahwa mereka berdua telah membuat pilihan yang salah. Zevan meraih secangkir kopi
ak berhenti mengirim pesan, mencoba berbicara dengan Zevan, mencoba menyusun kalimat-kalimat yang bisa meyakinkannya bahwa me
suaminya, meskipun dengan alasan yang mungkin tidak bisa dibenarkan. Ia merasa seperti monster yang telah meng
suara lemah. Gadis itu berdiri di sudut ruang tamu, matanya y
Clara. Aku tidak bisa terus seperti ini... aku tidak tahu apa yang dii
sanggup menenangkan hatinya. "Kamu tidak bisa pergi. Kamu tidak salah di sini, Aman
akutan. "Aku tidak ingin menjadi beban lebih. Semua in
a di sini karena keadaan. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja. Kamu berhak mepurukannya semakin dalam, dan Clara mer
i luar kota, menyendiri di bar yang sudah mulai sepi, mencoba menenangkan pikirannya dengan minuman keras yang semaki
a memikirkan Zevan, apa yang ia pikirkan, apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Ia tahu, dia tidak bisa menghindar dari kenyataan ini. Mereka ha
at hatinya berhenti sejenak. Nomor Zevan muncul di layar ponse
etar, Clara menga
h lebih lemah dari yang ia hara
etapi ada sesuatu dalam nada itu yang membu
menentukan. Saat yang akan menentukan apakah mereka bisa
awab, suaranya serak.
ragu. "Besok malam. Kamu akan
yang memekakkan. Keputusan akhirnya. Kata-kata itu menggema di
api entah menjadi lebih baik atau semaki