elap. Angin berhembus pelan, membawa aroma bunga yang hampir pudar di penghujung musim panas. Namu
dari belakang. Tanpa perlu meno
i sini?" tanyanya
ku yang bertanya itu padamu," jawabnya dengan nada yang sulit ditebak.
enggenggam ujung gaunnya.
tawa kecil, tetapi nada suaranya terdengar pahit.
"Aku mengerti bagaimana rasanya dikhian
mata Adrian yang gelap dan penuh luk
anya lebih pelan, tetapi tajam seperti belati.
irnya. "Aku tidak pun
selalu punya pilihan, Celeste
ai gelap. "Apa kau tahu? Aku sempat berpikir kau aka
..." Ia menelan ludah, suaranya hampir tak ter
edihan. "Realistis?" gumamnya. "Kau memilih menjadi ist
sanggup menahan tatapan itu lebih
n frustasi. "Terlambat untuk itu," katanya pelan. "Kau
ereka, hanya terdengar suara angi
ranya hampir tak lebih dari bisikan.
eleng pelan. "Aku ingin kau jujur," katanya
bukanya kembali. "Aku mencintaimu, Adrian,"
erubah. "Lalu kenapa?" tanyan
ukan kata-kata yang tepat. "Karena t
han dan keputusasaan. "Tidak, Celeste,"
n tahu, ia ingin. Tapi kenyataannya... ia te
rian untuk terakhir kalinya. Namun, sebelum
kan itu," ka
te me
ulit dibaca. "Kau sudah memilih, Celeste
eninggalkan Celeste dengan perasaan
inya, Celeste benar-b