uangan. Senandung kecil diiringi deng
askan salah satu pelangganya di lantai atas. Ia berjalan
h uang di balik kerah kebayanya. Ia berhenti tepat di tan
i merecoki obornya. Sekejap mata, kemudian menya
tutup, mana mungkin ada angin
seketika saat ekor matanya menangkap sosok bayangan hitam tepat berada di belakang
n hitam itu mendorongnya hingga terjer
gannya gemetaran saat jendela kayu itu terbuka sendiri. Angin dari luar menyapu habi
likkan menghadap langit ruangan. Manik matanya menatap
an yang gemetaran seraya menggeleng lemah. Tak berselang lam
tak mau lenyap dari wajahnya. Obor kedua hingga kelima,
g mengarah ke langit-langit ruangan. Wajah itu terlihat mengerikan saat
rlahan menghilang. Tubuhnya termaka
Tak!
ngar semakin dekat. Sebuah tangan yang penuh keriput, mera
lihat samar. Lukisannya terpajang tepat di tangga ketiga belas, tem
*
h. Mira hanya menanggapi wanita paruh baya itu dengan senyum kecil disertai elusan halus pada puncak ke
le
nya menulusuri setiap jengkal ruangan. Beberapa perabotan ditutupi oleh kai
untun sang anak untuk duduk di atas tas pakainnya. Sementara ia mulai me
yit samar. Teringat akan ucapan sang penyewa apartemen. Saklar di apartemen ini menyakup s
di saku celana. Ia mulai menyalakan se
rambut semrawutan tengah duduk di atas lemari baju. Tangan
aba di lantai dan mencoba mencari benda persegi itu.
at keringat di keningnya kemudian mengatu
rada di ambang pintu, matanya tak sengaja menatap pantulan di
g berada di kening, tangan, leher dan bajunya. W
tangan. Matanya membelalak kaget, saat tan
Wanita itu terkekeh kecil dan mendekati cermin itu. Ia menyodorkan telapak tangan mencob
berjalan mendekati pintu dan berhenti sejenak demi men
tetangga apartemennya me
a teriakan di sini. Kalau boleh tau, ada apa yah, Bu?" tanya wanita paruh baya itu dengan
e dalam apartemen. Rasanya tak baik jika ia ta
Hanya terkejut karena seekor serangga tiba-tiba muncul di depan saya." Matanya melirik sekilas ke arah
jadi hening saat Aluna tiba-tiba bersenandung kecil. Gadis itu menyanyikan lirik lagu tempo
gan menepuk singkat bahu Mira. Wanita itu memberikan senyum canggun
angkah kaki di balik pintu apartemennya. Ia berjalan dan
bil menggenggam lembut jemari Aluna
nya mengabur saat teringat Aluna yang dulu. Anak
nya mereka dulu sebelum sang suami meregang nyawa. Kini, i
ih bersenandung dengan wajah datar tanpa ekspresi.
utrinya. Tak menyangka, jika kebahagian yang dirasa
*
aha memperbaiki lampu yang ada di kamar apartemen. Mira menghela napas gusar.
n sudah diperbaiki, l
i, Pak," ucapnya, berlalu meninggalka
ia merapikan barang-barangnya. Bersiap pergi s
pria itu. Ia meringis pelan dan bangkit dari duduknya. Mempe
ktivitasnya. Bulu kuduknya meremang seketika saat me
gilnya tetapi t
e depan. Akibat kamar yang gelap, pria itu tak dapat
ngkuknya. Suara pria itu tertahan. Mulutnya mengeluarkan banyak
*
rikannya pada tukang listrik itu. Ia sedikit melamun, lalu mengernyit
ih baru. Sudah lima kali mencoba, teta
acik kopi dan membawanya ke ruang tamu. Wanita itu duduk sambil
ncari keberadaan tukang listrik. Beberapa me
u kamar itu terbuka lebar sampai menampilkan ruangn
dah selesai?" tanyanya d
sesuatu yang berbulu dan keras. Wanita itu m
dphone. Setelah menemukannya, Mira berbalik bada
erkatup di depan dada. Jantungnya berdegup cepat. Ia luruh dan m
Aluna. Sang ibu yang mendengarnya, m
i duduknya dan menghampiri Aluna
langsung menutup mulut sang anak. Napas Mira tersengal. Ia memperh
kosongnya, melepaskan tangan sang