gatakan apa pun, ia hanya meminta sang ibu untuk menjemputnya
as menjemput Nabila. Perjalanan itu cukup lama. Ia bergerak gel
ita itu langsung memeluk Nabila erat. Setelah bertanya untuk kesekian kali, p
dikatakan oleh Bu Mir
ika ini masih awal dar
*
eberapa teman sekantornya mengundurkan diri, sebagiann
untuk memakai baju merah itu. Ia terlalu mempercay
aktu. Ia sudah memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya.
anya. Wanita paruh baya it
urnya dengan tatapan memohon kepada Marni. Sang
kalau kamu mau be
ak
u kaget. Suami Marni dengan wajah memerah sebab mar
rhenti kerja di sana, paham?!"
rhenti?" Marni hanya diam memperha
yar utang!" Marni mengernyit samar. Ia bertanya-ta
ihkan tatapannya ke arah sang suami. Wirno gugup dan mencoba meng
agi?!" Tebakannya m
itu meraih vas kaca yang berada di atas meja rias Nabila, kemudian menghantamkann
erintahnya lalu pergi dari sana. Nabila menatap Marni den
alnya. Bapakmu juga butuh uang sekarang. Jadi, ibu mau kamu tetap bekerja di sana," jelasnya seraya memberikan senyu
lagi. Nabila menepis tangan Marni, lalu ia berkata dengan lant
sang anak. Nabila yang mendapatkan hal itu, membentak Mar
n keluar dari apartemen. Ia menggedor kuat pintu apa
ma padaku?!" Marni tetap berteriak. Suaranya itu membuat tet
ni terkejut sebab darah di kening wanita itu. Saat tangannya terulur
ng dan meremehkan. Wanita paruh baya itu menyebut Mira sebagai wanita ya
l pusing akan ucapan tetangganya itu. Telinganya sea
elah memastikan Marni tidak berkoar lagi. Ia kembali masuk ke dalam apart
idak berhasil. Wanita itu mengira, Mira akan menamparnya atau bahkan berkata kas
a dihentikan oleh pak satpam. Wanita itu mendesis. Sebelum pergi da
nya. Mengumpat kasar atas karma yang diucapkan Mi
a. Ia khawatir akan keadaan sang anak yang semakin hari semakin memburuk.
Seakan-akan memiliki teman bermain. Di saat wanita itu mengh
ok sang dokter akan ke apartemen ini untuk memerik
*
di kala itu. Wirno berjalan sempoyongan. Ia me
orang berjubah hitam berada di hadapannya.
n. Wirno mendekati sosok itu. Saat sudah berjarak satu me
a mundur beberapa langkah dengan mata membelalak
tir ia membalikkan badan dan berlari menjauhi lorong. Napasnya
kaki, dengan parang yang beradu di besi pegangan tangga.
-batuk dan mencengkram kuat area dadanya. Pria itu mencoba bangkit, te
kaki itu. Namun, usahanya sia-sia. Sang e
cam akan merobek mulutnya jika dia tak berhenti berter
resan entah akan mendarat di mana. Mungkin saja b
kuatan pada lengan kanannya saat memberikan luka di ba
erak gelisah disertai wajah yang memerah. Semakin lukanya ditekan, gigitan pada j
ek
ah kering pada bahu dan beberapa memar di wajah mampu membuat sang
ukkannya di sofa ruang tamu. Wanita itu sesegera mung
. Ia terdiam saat sang suami menyalahkannya atas apa yang
atinya seakan beku di saat ia diminta untuk tetap bekerja. Tepat set
ai taqa kecil, kemudian pergi dari sana. Wanita itu membeku dengan tanga
tatapan ke arah suara itu. Ia berdecak sebal saat pikira
erdengar semakin keras. Wajahnya memucat seketika saat
no. Saat salah satu dari mereka berhasil mene
ngan keringat dingin. Nabila yang mendengar keributan d
ud. Salah satu pria bertubuh kekar itu, melihat ke arah
a sambil menunjuk ke arah Nabila. Wanita itu menelan ludah
inkan Marni. Sang anak hanya menggoyangkan lengan wanita itu
askan dendam itu, ia harus menjual anaknya. Lagipula, bukan hanya hutang sng
jukan satu syarat yang membuat Nabila terkejut. j