ri sejak mala
gan mantra tertua yang Arya tahu. Sejak gulungan rahasia yang kini tersembunyi d
pat-suara yang tidak seharusnya terdengar oleh siapa pun-masih terus
bah Sukmawangsa. Di sekelilingnya, para calon murid lain dari seluruh pelosok negeri mengenakan jubah pelajar warna biru
gkan
k bajunya, mencoba menyatu dengan derak r
lika juga?" suara rama
ang dua, mengenakan peniti berbentuk awan dan perunggu kec
engulurkan tangan. "Dari K
alu menjabat. "Arya
ubah. "Desa yang dikabarkan terbaka
enundu
lebih jauh. Tapi justru sebaliknya, L
emiliki satu kelas rahasia. Kelas untuk anak
oleh. "M
g, dulu pernah ada siswa yang... bukan manusia
ngkat bahunya. "Kamu tahu
berjubah di malam itu. Dan juga makhluk s
. bagian dar
suara dan batu sekaligus. Tiap tingkatnya memancarkan cahaya berbeda. Angin yang berhembus membawa suara mantra. Awan tipis menyelubungi punca
suara magis dari menara. Tidak berasal dari sese
pan, dipecah, dan
raksasa di aula masuk. Bola itu akan memancarkan warna sesuai afinit
nggi dan percaya diri. Bola sihirnya memancark
a hijaunya seperti daun
rya di
an tangan di atas bola sihir itu. Di
u d
de
ga
idak m
id mulai
mendekat.
entuhkan kedua tangannya,
itu-tidak
kan be
emas keluar sepe
satu dari tujuh w
ahaya ke
suara peluit terd
mem
a semua or
an ekspresi serius. Tangannya terangkat pelan, dan
itu. Menatapnya.
a sangat pelan, namun men
rusnya bera
jawab, tapi su
an dipi
Arya akhirn
s menata
ng tidak per
-------
tanah tidak terbuat dari b
endah seperti tabuhan kendang yang tenggelam di air. Tangga itu spiral, turun dan terus turun, tanpa penerangan,
ini tidak pernah tercatat dalam arsip. Tidak ada daftar murid. T
ludah. "Ken
ejenak, lalu melanjutkan langkahny
at s
ademi adalah calon penyihir. S
logam berukir-ukiran wajah manusia tanpa mata. Tangan Pak Tulus menyentuh permukaan pint
itu menel
n te
ne
dipenuhi simbol yang tidak bisa dibaca, dan di tengahnya ada kolam air ten
ruangan, ad
masing-masing di
m, wajahnya tertutup topeng separuh. Mata
ambutnya putih, dan kedua telinganya runcing. Ia se
masan, matanya kosong, tapi tubuhnya meman
nuh bekas luka, senyum lebar, dan mata merah
empat, senyum makin lebar.
hal, Arya Maresya. Di kelas ini, tidak ada yang bena
engh
Tanpa pintu
tu, bersama empat orang asing... dan
icara duluan. Suaran
ku Wa
ber
ibuang dari kastil langit. Aku bis
i boca
h. "Aku tidak bisa bicara dengan manusia
menunduk. Tidak berk
i mata
ah mati. Tapi seseorang memanggilku ke
mendekat cepat-terlalu cepat. Dalam sekejap, ia sudah a
an dari atas." Ia mengangkat dagu Arya dengan sat
is tangann
"Karena kalau kau tahu, mungkin
rsinar dan menciptakan bayangan langit penuh bintang
a papan tulis. Tidak ada guru. Tap
akan menerima misi dari Dewan Dalam. Kita
atu. Ia merasa tidak nyaman. T
da siapa pun. Seperti kolam hitam di tengah ruanga
ndekat
ayanganny
n itu, bukan waja
ajah a
up. Dengan mata yang
dengar dari
tara mereka yang
-------
Terlalu tenang. Seolah sega
tak pernah ia lihat sejelas ini sebelumnya. Mata itu biru keperakan. Rahang kokoh
a dari kolam-yang me
tara mereka yang
a mati?" bisik Arya, leb
t di belakang, seperti bisa me
gan bersedekap, senyum miring di bibirn
hida, meski nadanya tetap dingin. "Kolam itu
Arya berta
lihatkan separuh wajah di baliknya. Kulitnya retak seperti porsele
h oleh sesuatu yang seharusnya tidak
coret lantai. "Atau seperti Lelembut Api," katanya pelan.
tungnya berdeba
ah diserang Lelembut Api. Itu seb
ni benar-benar memperhatika
i kolam. "Jika dia ditelan, bukan dibak
mana?" Ar
gumaman pelan: "Di
"Akademi punya pe
pat mantra-mantra terlarang disimpan. Dindingnya terbuat dari kulit binatang
mua yang pernah mencoba mas
ya erat-erat. Lalu mena
ng. Tapi gema suaranya masi
reka yang tid
a, muncul satu keingi
ntuk menjadi
ungkap siapa di
, Arya ti
ng berhembus dari arah selatan. Di kejauhan, kilatan petir men
ayang perlahan. Tidak berwujud. Tidak
rya me
u perbedaannya sekarang. Ini b
uatu ya
yang l
sihir tua di langit menyala samar, membentuk huruf-hur
bisa me
. Segel harus retak se
enggam len
ari malam peluit itu m
ini, ia
idak bisa l