lian masih belum ada kabar baik,
a, ditemani senyum tipis yang seolah-olah rama
mencoba menelan ludah bersamaan dengan g
ng nyeletuk, "Lho, di keluarga kita mah nggak ada tuh yang susah punya anak. Aku
apas panjang. Ruang tamu rumah mertunya yang harusnya hangat, mendadak terasa sempit. D
lia santai, kepalanya sedikit dimiringkan, matanya menyapu Bella dar
malah asik bercakap dengan Om Radit, seolah tak mendenga
n. Suaranya masih lembut, tapi tajam, "Kami sudah periksa, M
waktu m
cangkir teh, refleks terbatuk
sih? Kayaknya dokter perlu dicek juga tuh. Dari kecil Justin
lla, lembut namun mantap. "Kualitas benihnya juga di
mulutnya: 'stop sampai sini'. Tapi Bella tak bergeming. Sudah cukup lama
bar, "Halah, paling Mas Justin cuma kurang makan
tapi wajahnya tetap terjaga, hanya saja matanya
uara pintu depan
ngin apa?" Bude Farah datang dengan gaya khasnya:
ng belum dapet momongan," jawab Tante Julia sa
fa, meletakkan tas rotan di pangkuan. "Ada tuh Gus Bokis di kecamatan sebelah. Ban
rap kali ini suaminya pasang badan. Tapi seperti bi
h sarannya, Bude. Tapi saya dan Mas Justin sudah sepa
divonis mandul sama dokter, eh malah punya anak setelah ke Gus Bokis. Jangan terlalu y
ngan terlalu kaku lah," Tante Julia meni
Sekali lagi menahan diri dari kata-kat
a, meski nadanya masih setengah hati, "Kami akan tetap jala
igus sedikit lega. Meski terlambat dan kura
a aja nggak nyesel nantinya," dengus B
e Farah kembali melempar batu, "Eh iy
ekalian jenguk Jeslyn," sahut Tante J
lama d
Tapi ya, kalo nggak molor. Ada apa Bude?" tany
ang nawar lima ratus juta sekalian sama kebunnya. Heran deh, kenapa F
tor baru, Bude," sahut Tante
nyak yang bisa disewa. Itu kan rumah warisan, harusnya kalo buat u
ya melirik jam dinding. "Iya, nanti sa
opik ke topik lain. Ia tahu betul, di keluarga ini, serangan bisa da
y, Jenny, Justin, dan Jeslyn. Tiga di antaranya sudah b
itu, ia menikah lagi dengan Farhat, atau biasa disapa Om Farhat. Pria berusia 45 tahun ya
nya ikut tinggal bersama mantan istrinya di Bali. Kini, Om Farhat meneruskan usaha me
a dan Tante Julia. Meski begitu, ia justru sering merongrong harta kekayaannya-terutama warisan da
i Bude Farah. Senyum sinisnya mengambang di udara, tapi sem
ngerling Bella yang menu
erdiri, menarik lengan Bella halus tap
ak mampu memadamkan bara di dada Bella. Di atas motor, Bella duduk kaku. Tak ada pelukan
nnya. Dan seperti bi
akkan. Tak ada obrolan, tak ada gurauan. Hanya suara ang
Pintu rumah dibiarkan menganga, seolah tak pen
memarkir motor, menutup pintu dengan pelan, seolah
engah, badai it
melepas kerudung dengan gerakan kasar. Mata Bella merah, bukan kara pelan, tapi tajam. Seperti pisau kecil
a menenangkan diri. "Aku ngg
tetap kelihatan anak baik, aku harus rela diinjak-injak dan dirujak? Lima tahun, Mas. Lima ta
inggi, lelah menahan. "Aku juga capek, Bel
Mas. Satu kalimat aja: 'Jangan salahin Bella, ini bukan salah dia.' Tapi kamu nggak pernah p
ntam telak. Justin
yang sudah tak tertampung lagi. "Aku ini istrimu, Mas. Tapi di keluargamu, aku ka
ditarik kencang, napas tera
sar. "Aku cuma... aku takut, Bell.
ang kamu takutkan cuma Mamamu. Buk
Hanya napas mereka
ti cambuk di punggung Justin. Saat pintu hampir t
di suami, kita nggak perl
ara Justin ny
ya suami yang benar-benar jantan bukan lelaki
berdiri di ruang tengah, sendirian, dikelilingi dinding-dinding rumah yang malam ini te
*