n, diselingi suara kipas angin langit-langit yang berputar malas. Bella duduk di ujung meja, membuka kotak m
kotak makan dan sebotol air mineral. "Koso
bahu. "Lagi ngg
knya. "Tumben. Kamu biasanya yang
tersenyum se
an sesendok nasi, lalu meletakkan sendoknya, menatap serius sahabatnya. "Bell,
la kecil di sudut ruangan. Matahari cerah, tapi hatin
rapa kali Bella mengeluhkan hal serupa, tapi kali ini
rti biasa, mulai lagi sindiran soal belum punya anak. Soal aku yang katanya terlalu sibuk kerja
patinya terasa hangat.
duduk di sebelahku, denger semuanya. Tapi nggak sekal
aan itu. Saat berharap pasangan berdiri melind
a pelan, "tapi setidaknya, kasih tanda kalau aku nggak se
i atas meja. Hangat dan lembut.
ek'. Seolah-olah capek dia lebih pen
ll. Kadang laki-laki itu lupa, kita juga punya batas. Kita
berkaca-kaca. Tapi ia cepat-cepat me
tempat buat tenang sebentar, rumahku selalu
u. "Makasih, Mut. Aku mungkin nggak akan datan
s tak terdengar, ia berbisik, "Bell, aku mau bilang sesuat
alisnya teran
banget perasaanmu. Soal dituduh mandul, disalah-salahin, dihina dia
"Kamu kan udah punya d
ua tahun aku nikah, kosong. Padahal... sebelum nikah, aku sama suam
-kata Mutia menggan
lla pelan, tapi
ya tak berpaling. "Aku hamil setelah a
ing Bella terhenti. D
aris tak percaya denga
annya begitu. Dan anehnya... setelah melahirkan anak pertama, aku malah hamil lagi.
muak, dan bingung. "Maksud kamu, aku harus ng
pi kadang... tekanan itu bikin kita terjebak di pilihan-pilihan ekstrem. Aku cuma cerita ap
mu gila, Mut. Kamu pikir aku bakal percaya
amu. Tapi aku tahu betul rasanya dihakimi cuma karena r
beberap
nyak pilihan, bisa denngan Jordy, kakaknya Justin, atau dengan Om Farhat. Mereka sehat, gagah, dan...
ya tercekat. "Kamu ud
hidup nggak sehitam putih. Kadang kita harus
anmu kali ini sama sekali tidak menarik, Mutia," Ucap
utia termenung sendirian dengan senyum getirnya. Di dada Bel
Mutia bergetar pelan. Nam
apa maksud telepon ini. Ia menggeser tombol hija
ar!" Suara Mutia
detik sebelum J
uma mau mastiin. G
ngamuklah. Persis kayak yang udah kupredi
i seberang sana, terdiam, mungkin mengus
t. Aku pikir kalau kamu yang ngomong, dia bakal lebih nerima." Suar
tawa keci
lain ngomong buat nutupin pengecutmu sendiri. Kamu pikir aku ngga
ngen Bella b
aras Justin. Bella itu wanita baik-baik, masa kamu sebagai suaminya tidak tahu! Dia lebih memilih
nurutin kemauanmu. Sekarang Bella marah sama aku. A
ease nanti Bella ma
am dusta dan kepura-puraanmu. Apa susahnya kamu ngaku mandul sama
alu, sengaja ia tancap
Saran aku, mending kamu periksa kesehatan k
terdiam. Hanya napas bera
hong buat kamu. Bella pantas dapet kejujuran, meski itu nyakitin dia. Beda orang
at yang cukup berani untuk membela dirinya sendiri. Yang
yang keluar dari bibirnya,
kesal pada dirinya sendiri yang mau saja diajak konyol oleh Justin. Sekarangrapi, terlalu rapi, seakan tak pernah disentu
ang di telinganya. "Kamu
kejam, tap
encoba mengusir rasa malu yan
nd
ntam lebih keras dar
lu, vonis itu jat
uk. Akibat pola hidup yang tidak sehat sejak remaja. Alkohol, rokok, begadang. S
mustahil. Tapi jug
g ia bungkus rapat di balik topeng kesibukan. Ke
punya
ngguin apa? Di
engkap kalau punya
amanya selalu melempar pandang penuh tuntutan. Yang lai
rlalu pengecut un
an keluar yang busuk. Menyuruh Mutia, sahabat Bel
lasi kotor: jika Bella hamil, aibnya tertutupi. Ia bisa b
ia brengsek. Tapi rasa takutnya
mendesak dan memelas. Menggertak dengan dalih "de
anya berantakan, ia sen
mua karena kebodoha
aku nggak ng
tu terus me
jendela. Bayangan seorang laki-laki berjas mahal, r
ng udah segin
ar asing, padahal
kepala ke kursi. Untuk pe
anak. Ini tentang diriku sendiri, yan
*