asih butuh revisi, dan ia ingin memastikan semuanya sempurna sebelum presentasi besar beberapa min
uali mungkin bagian editing. Rania melangkah cepat, menyusuri lorong, lalu berhenti di depan ruang wardrobe yang sedi
uka sedikit...
. Pria yang telah melingkarkan cincin pertunangan di jari manisnya, kini tengah berdiri terlalu dekat dengan seorang wanita l
ang hanya mengenakan gaun sutra tipis, melorot dari bahunya. Sementara tangan satu lagi menahan dagu sang wanita, menga
a me
m dadanya
ersembunyi seperti ini terus?"
membelai rambut panja
a akan digelar, dan setelah itu... aku akan diangkat jadi CEO LUX Studio
licik di wajahnya. "Jangan sampai kamu j
batu loncatan agar aku mendapatkan kursi
enusuk lebih ta
buram oleh air mata yang tertahan. Dunia
di ingin ia revisi. Satu langkah lagi dan ia bisa saja jatuh, tap
asnya memburu, matanya panas. Ia melangkah cepat menembus lorong sunyi
yang menusuk, melainkan
tor yang setia menantinya. "Ja
mana,
saja du
Rania tahu hanyalah satu: ia harus pergi. Jauh d
==
orang-orang datang untuk melarikan diri dari hidup mereka. Cahaya remang, musik jazz yang meng
ya terurai berantakan, tapi wajahnya tetap cantik meski tanpa riasan. Ia memesan whis
a mulai terasa ringan. Hatinya ti
tanya sebuah suara b
. Wajahnya seperti keluar dari sampul majalah pria dewasa-rahang teg
ajunya terbuka di bagian dada, memperlihatkan sedikit lekuk dad
gingkan senyum kecut samb
karena sedang patah hat
idur dengan wanita lain malam ini.
am, seolah sedang mencoba membaca luka-luka di balik
elas untuk pria br
ngkat gelasnya, meneguk sisa minumannya. "Tapi aku bersyukur, set
menganggu
, menatap sedikit leb
tangan hangat. "Senang bertemu
salah... atau tepat?" ucap Rania, sedikit bingung,
a pelan. "Kadang, waktu yang salah jus
ng tak disukai, tempat liburan impian, bahkan kisah masa kecil yang terlupakan. Semakin malam, semakin se
i malam ini, hatinya tidak hanya remuk-ia tercerai berai.
Ada bara dalam tatapan itu, bukan hanya dari alkohol, tap
ah... kenapa ia harus tetap setia pad
kan hanya ten
adalah k
bali harga dirinya
ang telah menyakitinya... m
anya Rania pelan, matanya menusuk, t
nya sejenak, lal
u ya
gelas kosong di hadapannya se
sal karena melakukan ini... daripada
an. Hanya tatapan mereka yang sepakat diam-diam. Mereka pun mening
g memantul lembut di dinding, menciptakan suasana tenang. Mereka saling
a satu per satu kancingnya tanpa sepatah kata pun. Detik-detik terasa melambat. Nath
an kokoh itu. Detak jantung Nathan berdentum tenang, memberi r