dalam keheningan. Lalu bibirnya merunduk, mengecup bibir Rania-pela
n. Ketika pria itu mengecup pelipis Rania, ia melakukannya seperti sese
kalinya untukk
menatapnya dengan ekspre
agiku," ujarnya, tulus. "Ak
saat sebelum tubuh hangat pria itu menaunginya. Di bawah bayang tubuh kekar itu, Rania tak merasa
s dari bibir Rania. Dan saat pria itu menyatu dengannya, Rania memejamkan mata. Tidak ada rasa hina,
=
gat di dinding kamar. Rania mengerjapkan mata perlahan, mencoba menyesuaikan diri dengan ruangan asing yang
oleh ke sisi ranjan
h kamar mandi memecah keheningan, m
ebelum akhirnya berdiri dan meraih pakaian yang tercecer di lantai. Tak ada ras
itu tanpa kata atau pesan, lalu memang
entuh kulitnya, membantu menyapu sisa malam yang masih menggantung di ujung pikiran. Ia berdiri la
telan kantor berwarna krem elegan, nada der
va
nyut oleh gelombang emosi yang belum benar-benar reda-amarah, jijik, dan luka yang masih segar. Namun,
Y
a Devan terdengar lembut, hampir terdengar seperti kekasih ideal-seandai
a itu belum selesai, dan ia pun tak akan kala
engatur nada bicara a
ang baru pulang dari luar negeri. Dia bakal gantikan papa
pis. "Oke. Aku aka
ayangannya di cermin. Matanya tajam, bibir
calon istrimu. Aku datang sebagai wanita y
nyambar ponselnya, d
=
k keluarga Devan, Rania disambut oleh seorang asisten rumah tan
. Pria tua itu duduk di kepala meja, mengenakan batik santai dan menyesap teh
an, menyalami beliau dan duduk di s
mani pamannya menjengguk ayahnya. Jadi kamu temani Opa du
ekspansi LUX Studio ke luar negeri. Rania berusaha bersikap setenang mung
am sekejap saat langkah kaki berat ter
ara refle
meja makan. Rambutnya sedikit berantakan dengan gaya alami, tapi
mene
th
rdiri tak jauh darinya. Kali ini bukan dengan kemeja gulung dan
irim Kak Surya menjalani perawatan di luar negri ," ujar Nathan santai pad
han tak berubah, hanya ada sedikit senyu
ngannya gemetar kecil saat h
an duduk santai, masih memandang R
pamannya Devan. Dia baru saja kembali ke Indonesia dan akan me
ah pria itu, berusaha sekuat t
emu dengan A
t dan sedikit terlalu lama. Matanya menatap lurus ke dalam
m Nathan pelan de
k wajah agar tidak memerah. Perutnya bergejolak tak karuan. Du
Devan muncul dengan kemeja putih rapi dan celana panjang bi
nia, membuat wanita itu nyaris menggeliat. Jika saja Bra
Paman Nathan?" tanya D
tipis. "Sudah,"