ensor, karena memang ini adalah KISAH NYATA yang semuanya
*
ipanggil Pras, Indonesia asli, darah c
uan tinggi swasta. Kampus kecil, kurang terkenal. Bah
main Timnas Garuda. Ganteng? Mungkin nggak segitunya. Tapi aku nggak keberatan
an yang usianya jauh lebih tua dariku. Minimal seumuran dengan mamaku. Apa
aku bersyukur, karena perasaanku masih tertuju pada lawan jenis, walau usianya lebih tua. Nggak
nenek di Sukabumi, membawa serta adikku, Prilia Putri Pramudya. Aku tinggal sama Ayah, melanjutkan sekolah di Ko
bagai sopir bus antar kota. Sering pergi berhari-ha
baru dua puluh satu. Mereka nikah, dan sejak itu, rasa hormatku ke Mama agak pudar. Gosip tent
sebagai sopir bus. Meski jarang di rumah, dia tetap tanggung jawab. Untuk makan, kalau lagi malas mas
buan berasal dari Karawang. Nggak butuh waktu lama buatku nerima dia. Orangnya baik, perhatian
a yang jarang di rumah. Akhirnya dia pergi juga. Aku kec
istri pejabat di sana. Mungkin karena ayahku ganteng banget, sehingga Mama
ap urus semua kebutuhanku, walau kami hidup sederhana.
am hati dan pikiranku, banyak hal yang nggak semua orang tahu.
*
perubahan
juga berangkat. Walaupun aku tahu, udah pasti bakal kena omel guru piket. Apalagi aku baru beberapa bu
ra
ifky. Anak bungsu Pak Haji Anhar, tetangga sebelahku. Orang-orang manggil dia "Rifky Ustad" karena me
buru nyam
ya? Lagi buru-buru?" kat
lat ke kampus?" Aku
? Motor saya mogok," ucap Rifky mahasiswa t
gi. Entah kenapa, malah makin kenceng. Rifky nggak pake helm,
dan SMP, tapi sejak SMA dan kuliah, kami jarang ngobrol. Dia anaknya sopan banget. Gak pernah ngomong 'gue-l
Pras," katanya sa
ke kampus, T
Rifky yang meminta, tapi memang kami semua terbiasa m
ta kan udah beda arah. Sa
a udah telat parah. Ke sekolah juga
nganterin sa
aya anter sampe
udah deh,
y enak juga diajak ngobrol. Biasanya kami cuma sapa-sapaan kalau papasan. Lingkungan kam
tin. Saya masih lama j
al area kampus ini. Dari kecil suka main ke sini, suasananya adem, sejuk, dan ten
dan gorengan. Tiba-ti
rus nongkrong di kampus, udah kaya mahasiswa tingkat tiga
ayah. Rifky tahu send
a juga sama, hehe
Ustad l
rol berdua sama kamu. Tapi agak gimana gitu.
a teve?" aku godain, agar suasan
tu bikin agak kikuk. Terasa formal bange
ih saya ngomongn
a jaga rahasia, mending jangan cerit
i punya masalah pribadi. Uda
pat, walau belum t
a cerita, udah jawab b
, minimal suasa
sa juga Pras, padahal baru kelas satu
n kampus. Sepi dan
rnya nanya pelan, "Eh... Pra
. "Hah? Obat? Maks
a. Tapi aku yakin 100 persen, ngg
ak-anak kompleks... katanya, kontol kamu itu paling gede dan paling panj
aget. Aku menatapnya tak percaya. Namun hampi
n, agamis, dan serius. Berada dalam lingkungan keluarga yang sangat religius, putra bungsu dari Pak Haji
us, tapi juga malu-malu. Kalau yang bertanya bukan Rif
atanya lagi, kali
n ke arah selangkanganku untuk memastikan,
tanya dengan nada yang sengaja kuangkat sedikit, ingi
itu... terlalu kecil. Bahkan dibanding semua teman sebaya. Saya jadi gak perca
, seolah sudah dia latih berhari-hari. Aku t
chle
di usia kami, alat itu fungsinya masih sebatas buat buang a
i. Beberapa teman dekatku juga pernah iseng membahas hal yang sama. Bah
semua, termasuk Rifky, sudah terpengaruh oleh doktrin bahwa ukuran penis itu segal
saran atau solusi, sampai akhirnya R
a. Tapi ternyata, diam-diam, banyak yang memperhatikan. Banyak yang penasara
ukuran anak kelas satu SMA, mereka anggap itu sa
ianggap 'spesial' atau 'luar biasa' ol
dianggap ada, hanya karena sesuatu yang tak pernah kuduga. Seola
us, memuji penisku saat kami mandi rame-rame di sungai sehabis kerja bakti di kompleks. Aku ta
ejak akhir SMP, penisku tumbuh lebih cepat dari teman sebayaku, bahkan mengalahkan beber
*