img Ketagihan Mama Temanku  /  Bab 4 Ketagihan | 50.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 4 Ketagihan

Jumlah Kata:1560    |    Dirilis Pada: 05/06/2025

jelaskan. Ayah pulang seminggu sekali, dan setiap kepulangannya selalu menjadi momen yang menyenangkan. Kami biasanya

hnya, kami sering kali berdebat seru soal siapa yang lebih unggul di Liga satu. Tapi j

i pergi untuk bekerja, s

nyepong penisku hingga muncrat di mulutnya dan ditelan semuanya. Tanpa sedikit pun memberi kesempatan padaku untuk meme

gat tanpa aku minta. Semua dilakukan dengan ringan, seolah itu hal biasa. Tapi bagiku, itu luar biasa. S

mastikan aku baik-baik saja dan memberikan kenikmatan yang tiada duanya. Walau belum terjadi sesuatu yang lebih dari itu, n

bih baik diisap dan ditelan oleh Bu Anhar. Selain aku mendapatkan kenikmatan yang tiada ta

ng selalu memulai dan meminta aku buka celana di depannya untuk

semua orang. Seolah tak ada yang berubah. Aku tetap mengormatinya, begitupun sebaliknya. Kami sama-sama nakal dan binal hanya p

lebih cair, tidak 'saya dan kamu' lagi tapi sudah 'lu dan gue' walau terbatas hanya saat kami benar-benar sedang ngobrol berdua. Aku

ue agak bingung mau ke mana dulu. Ada beberapa opsi. Lu bisa

gguk. "Bis

lu aja, ya? Tenang bensin dan

ifky. Tapi entah kenapa, aku merasa, perjalanan itu bakal membuka lebih dari sekadar peta l

i beberapa desa dan jalanan menanjak, Rifky

yuk. Lumayan capek juga," katanya

yan indah. Kami duduk di atas batu besar, dan tanpa banyak basa-basi, Rifky langsung membuka

at melir

juga sekara

ini. Tapi jangan bilang-

lebih santai. Semakin hilnga 'saya-kamu-'nya. Sekarang udah 'lu-gue'.

dan menyalakan rokok,

gue nanya soal ukuran kontol lu i

han senyum. "Ya elah, itu

nya itu gak iseng, Pras. Seriusan. Gue tuh... sampai se

h jujur, gak sekaku waktu itu. Seperti temen

ungkin gak nyadar, tapi banyak anak-anak kompleks yang ngomongin lu

ada yang bisa dipilih juga kan?" jawabku diplomatis, dalam hati aku, berkata 'Ya ialah, bukan cu

s. Di lingkungan harus pura-pura alim. Di masjid jadi panutan. Di kampus bawa

ia biasa. Bukan "Rifky Ustad," bukan anak Bu Haji Anhar. Tapi cuma Rif

aroma tanah dan daun kering. Suasananya tenang, tapi obrolan kami j

ntot belum?" tanyanya pelan

tapi karena dia menanyakannya seperti itu-lan

Tad. Lagian... gue ngerasa

l lu sudah kaya cowok u

pa, obrolan kami siang itu bikin

tertarik sama yang lebih dewasa. Wanita yang matang. Yang cara n

kan karena kaget. Just

. Kita ternyata

mastikan aku ga

ius

ah udah kebablasan. Gue tertari

tenang, seperti orang yang sudah lama meme

terkejutan, tapi semacam keterhubungan. Bahwa ternyata pera

ngerti. Lebih... ngebuat kita ngerasa k

awala. "Iya. Ada daya tari

u heningnya terasa lega. Seperti dua orang yang akhirnya menemuka

s. Dan mereka mengaku kurang puas karena kontol gue l

remaja masjid, anak baik-baik yang tutur katanya selalu sopan-mengakui hal itu. Suaranya tidak bergetar, t

, masih mencer

seperti seseorang yang akhirnya mengaku kalah,

ukan gue. Semua orang liat gue suci, lurus, religius. Pad

it yang mulai menguning. Aku masih tak tahu harus merespons apa.

, tersenyum kecut. "Tapi lu kayak... ngerti. Gak ngehakimin dan gue merasa lu memang sud

ngerti semuanya, Tad. Tapi gue tah

. Lalu menenggak sisa

dunia, dengan diri kami sendiri. Tapi setidaknya, saat itu, tak ada yang merasa sendiria

tiba-tiba berdiri. Dia tepuk-tepuk celananya, lalu menoleh padaku dengan e

satu tempat yang akan mengubah hidu

sambil berdiri mengik

ar. "Tempat di mana... semuanya berawal. Gue b

ertanya lagi. Rasa penasaran dalam dir

yusuri jalanan sempit yang s

a kali aku ingin bertanya, tapi urung. Rifky terlihat tenang, tapi fokus. S

*

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY