dung bertingkat, bangunan megah, dan jalan setapak yang tiap musim hujan berubah menjadi kubangan lumpur. Nam
ata Ibu, aku diberi nama itu dengan harapan agar aku tumbuh menjadi manusia berbudi. Sederhana, tapi penu
nti bekerja. Ayah bekerja dan Ibu menjahit dari pagi hingga malam, menambal kain orang demi sesuap nasi. Suaranya lembut, doanya panjang. Ket
dan makna kerja keras. Di usia lima tahun, aku sudah diajarkan cara membaca surat kabar bekas yang ia kumpulkan dari pasar. "Budi, kalau kamu b
t hujan turun. Tapi di sanalah aku belajar tentang rasa syukur. Belajar dari tawa anak-anak yang bermain layangan di baw
n yang mengubah cara p
g di tanah, Ayah duduk di sampingku. Ia melihat coretan-coretanku
, "Mau lebih seper
an soal mengajar. Tapi soal memberi teladan. Kalau kamu
menulis buku ini. Bukan karena aku merasa sudah cukup pintar, tapi justru karena
an kutukan, bahwa ketulusan bisa tumbuh di tanah yang tandus, dan bahwa nama 'Trisnawan' yang kuemban bukan sekadar
h dari sorotan. Dari anak kecil yang hanya berm
ah, lahir seor