l. Sudah seminggu sejak percakapan pertama mereka, dan dalam seminggu itu, Daniel seperti badai yang menerjang ketenangan semu dalam hidup Lina. Mereka sering bertukar pe
hidupnya selama ini, sesuatu yang ha
au tentang cinta. Hanya keinginan untuk bicara, seolah ada beban tak terucap yang perlu dilepaskan. Lina menyetujuinya, jantungnya berdebar tak karuan. Rian tidak akan peduli, pikirnya
kunjungi bersama Arka. Lina memilih tempat itu agar tidak ada kemungkinan bertemu dengan kenalan Rian atau teman-teman mereka. Ia
yang ia ingat, dengan beberapa helai uban tipis di pelipis. Sorot matanya masih sama, hangat dan penuh perhatian. Ketika p
a menyambutnya. Sentuhan itu, meskipun singkat, terasa seperti
eri, tentang pekerjaan barunya di Jakarta, dan tentang keluarganya. Lina, di sisi lain, menceritakan kehidupannya dengan hati-hati. Ia tidak langsung membuka semua luka
rkata jujur, menatap mata Daniel. "Aku tidak ta
u bisa merasakannya dari suaramu. Aku
uru menjawab. "Hidup memang
ada Lina, pada perasaannya, pada impiannya yang mungkin sudah terkubur. Ia mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan komentar ya
saja menjalani terapi, mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini ia pendam sendirian. Daniel tida
eorang ibu. Ia tidak boleh goyah. Namun, pikiran tentang Daniel terus berkelebat dalam benaknya. Ia membandingkan setiap interaksi Daniel dengannya, dengan interaksinya dengan Rian. Perbandingannya terlalu mencolok
"Aku menemukan toko bunga kecil yang sangat lucu, Lina. Pe
impi yang bahkan Rian pun tidak pernah tahu. Hati Lina terasa seperti ditarik ke dua arah. Satu sisi berkata, "Ini salahperti biasa, sibuk dengan pekerjaannya. Suatu malam, L
gin bicara,"
ayar laptop, alisnya sedikit bertau
kita perlu bicar
an? Semua baik-baik saja, kan? Arka sehat, k
Lina. "Apa lagi?" Rian sama sekali tidak memahami. Tidak ada "
. Air matanya mengalir tanpa suara, membasahi pipinya. Malam itu, ia menyadari dengan sangat jelas, bahwa Rian memang tak pernah
hidup dalam kepura-puraan. Ia harus mencari kebahag
"Daniel, aku ingin me
-hatian. Lina bercerita lebih banyak tentang keretakan dalam pernikahannya, tentang bagaimana ia merasa tak
perti ada bagian dari dirimu yang mati, karena kamu tahu orang yang s
rkejut. Ia selalu mengira Daniel t
mereka denganmu. Aku tahu itu tidak adil bagi mereka, dan juga bagiku." Ia menatap Lina. "Aku tidak pernah melupakanmu, Lina. Kau ad
ik dengan kekeringan yang ia alami selama bertahun-tahun. Ia melihat ketulusan di mata Daniel, dan untuk pertama kalinya dalam wakt
alah seorang istri, ibu dari seorang anak. Apakah ia berhak merasakan in
Daniel," Lina berbisik, su
Aku hanya... ingin kau tahu. Bahwa ada seseorang yang selalu ped
an air mata kelegaan. Lega karena akhirnya ada yang mengerti, ada yang melihat, ada yang peduli. Daniel tidak memeluknya, tid
bagaimana, memicu serangk
gerbang sekolah, senyum tipis terukir di wajahnya. Senyum yang belum pernah Lina lihat sebelumnya. Senyum itu, meskipun samar, memancarkan sesua
ab, mereka tertawa kecil, mengobrol santai seolah tak ada beban. Mereka tampak seperti dua orang yang saling mengenal dengan sangat baik, dua o
mendekat. Rian mendongak, matanya melebar sedikit
a Rian, nad
dengan sorot bertanya, namun juga a
a, suaranya lem
angguk ka
a menjelaskan. "Maya kebetulan menjemput kep
rinduan yang teramat sangat, yang tak pernah Rian sembunyikan. Dan di mata Maya,
g sedari tadi berdiri diam di sampingnya, merasa
. Anehnya, ia merasakan sebuah kelegaan yang dingin. Inilah akhirnya. Inilah bukti yang ia butuhkan. Bukti bahwa ta
encekam. Arka sudah tidur. Lina menatap Rian yang asyik dengan makanan
ini," Lina memulai, s
angannya. Ekspresiny
tu sering
Tidak. Baru beberapa kali. D
um pahit. "Aku sudah tahu te
bar sedikit. "
Aku tahu kau tidak pernah mencintaiku." Kata-kata itu keluar begitu s
inya tidak lagi kosong, melainkan terl
a, a
Aku sudah mencoba selama empat tahun. Aku sudah mengerahkan segal
ra detik jam dind
, Lina?" tanya Rian ak
Dan aku tahu, aku tidak akan pernah menemukannya bersamamu. Kau haru
ina, tatapan yang tak bisa Lina artikan
irinya, untuk memulai lagi, untuk mencari kebahagiaan yang sesungguhnya. Mungkin dengan Daniel. Mungkin tidak. Tapi ia tahu, ia tidak bisa lagi tinggal di sini, terjebak dalam