ita muda yang tampak rapuh namun memancarkan aura keteguhan. Matanya sembap, sedikit kemerahan akibat tangis semalaman, tetapi senyum tipis masih teru
i bisu janji-janji masa depan. Rafael, dengan senyumnya yang menawan dan mata cokelat yang selalu memancarkan kehangatan, adalah segalanya bagi Keisha. Dia adalah pelabuhan, sahabat, kekasih, dan impian yang menjadi nyata. Keluarga mereka pun merestui
tiap detailnya, dari pemilihan bunga hingga dekorasi pelaminan. Dia ingin semuanya sempurna, persis seperti yang ia impikan sejak kecil. Rafael pun demikian, ia tampak antusias dan berulang kali meyakinkan Keisha bahwa ia tidak sabar untuk memulai hidup
i lebih rahasia, dan jam pulangnya semakin larut. Ketika Keisha bertanya, Rafael selalu menjawab dengan alasan pekerjaan yang menumpuk atau proyek mendadak yang harus diselesaikan. "Ini dem
dihubungi sejak sore. Pesan teksnya tidak dibalas, panggilannya tidak dijawab. Panik mulai merayapi hatinya. Ia mencoba menenangkan diri dengan berpikir positif. Mu
eisha tengah dirias, ibunya masuk ke kamar dengan wajah pucat. Matanya beibunya serak, ny
Firasat buruk mulai menggelayuti. "Ada apa,
ak mampu melanjutkan kalimatnya,
er pada mata Keisha menghentikan pek
sha mulai naik, kepanikan membuncah. Ia ban
ara, suaranya tercekat. "Raf
i palu godam. Tidak datang? Bagaimana mungkin? Hari ini adalah
ya asing di telinganya sendiri. "Ini h
. Rafael mengirim pesan padanya, katanya ada hal mendadak yang ti
ri apapun yang pernah ia rasakan. Lima tahun... lima tahun kebersamaan, janji-janji, impian... semuanya ha
ras membasahi pipinya yang sudah dirias. Perias menatap
ibunya, memeluk erat tubuh putrinya yang mulai bergetar. "Ada ra
song. "Aku harus bagaimana? Aku harus bilang apa pada semua orang
mendalam. Ia mengenakan setelan jas hitam yang rapi, namun sorot matanya menunjukkan kekacauan batin. Dion adalah kakak laki-laki Rafael, seorang arsitek
t, suaranya penuh penyesalan.
. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa dan marahnya
ku tidak tahu secara pasti. Dia hanya mengirim pesan singkat pagi ini, bilang dia tida
etelah lima tahun?! Setelah semua ini?! Dia mengha
tanya memohon. "Tapi ada ratusan tamu di bawah. Semua media juga sudah menunggu
rteriak, suaranya serak. "Pura-pura t
an yang sulit diartikan. Ada keraguan, namun juga
bu Keisha juga ikut menatap
Dion, suaranya tegas namun sedikiggema di telinganya. Dion? Menikah
rseru kaget. "Dion, a
nama baik Tante dan Om tercoreng. Aku tidak ingin Keisha menanggung malu sendirian. Ra
an hanyalah ketulusan yang mendalam. Dion, yang selalu dikenalnya sebagai sosok yang tenang dan rasional, kini me
gagap, tidak bisa membayangkan skenario aneh in
Dion. "Kita bisa menjelaskannya nanti. Untuk sekarang, kita harus meny
alam drama. Menikahi Dion? Pria yang adalah kakak dari Rafael, pria yang tidak pernah ia lihat lebih dari se
berkumpul. Media sudah siap memberitakan. Jika pernikahan ini batal, bukan hanya Keisha yang menanggung malu, tetapi seluruh
aknya, di tengah badai emosi, masih berusaha berpikir logis. Apa pilihan lain yang ia punya? Membatalkan pernikahan, menghadapi tatapan
i mata Dion, Keisha melihat bukan hanya rasa bersalah, tetapi juga ketegasan, dan
anya lembut, tangannya mengelus b
gan pria yang tidak ia cintai, pria yang hanya dikenal sebatas kakak ipar, demi menyelamatkan mu
dan semua kerabat yang datang jauh-jauh untuk menyaksikan hari bahagian
dengar. Keputusan ini terasa seperti melompat ke dalam jurang ta
ibirnya. "Terima kasih, Keisha. Aku janji, aku akan
munculan di benaknya. Bagaimana mereka akan berpura-pura di depan semua orang? Bagaimana mereka akan membangun sebuah ruma
Keisha membantu merapikan gaunnya. Suasana di kamar beruba
yang mengiringi prosesi masuk pengantin sudah mulai terdengar. Dentuman jantung Keisha berpa
a ia rasakan dari Rafael. Keisha melirik Dion. Pria itu tampak tenang, meski rahangnya sedikit men
n seulas senyum di bibirnya, berharap tidak ada yang bisa melihat kehancuran di matanya. Ia melihat orang tuanya duduk di barisa
wa beban seribu ton. Di pelaminan, penghulu sudah menunggu, siap memimpin janji suci. Keisha berusaha keras untuk tidak melihat ke bang
isha Putri Wibowo sebagai istri Anda, dalam suka maupun
ncarkan ketegasan. "Ya, saya bers
pakah Anda bersedia menerima Dion Prakasa sebagai suami Anda, dalam
erucap 'ya'. "Ya, saya bersedia." Suaranya serak dan hampir tak t
mbar, Dion mencondongkan tubuhnya ke ara
aik-baik saja. Ia merasa seperti sedang berada di
n berinteraksi seolah-olah semuanya berjalan normal. Setiap senyum yang Keisha paksakan terasa seperti meluka
ekali berbisik dengan orang tua Dion. Tentu saja, mereka pasti sudah diberitahu tentang ske
tanpa jiwa. Dion selalu berada di sampingnya, menjadi sandarannya, menjawab pertanyaan yang mungkin saja mengarah pada kecurigaan. Ia tampak luwes, profesional, seolah-ola
biasa. Ia bahkan tidak merasakan euforia yang seharusnya dirasakan oleh pengantin
enatap pantulan dirinya di cermin. Wanita yang ia lihat adalah seorang pengantin, ya, tapi ia juga seorang wanita yang blepas dasinya dan melonggarkan kerah kemejanya. Ia tidak
" kata Dion, suaranya tenan
kelelahan yang sama di mata pria itu. "
Ini sudah terjadi." Ia berjalan ke arah sofa, menarik b
ingin tahu mengalahkan rasa sakitnya. "Kau tidak punya k
etap adikku. Dan kau..." Dion berhenti sejenak, tatapannya melembut. "Kau adalah calon adik iparku. Aku ti
yang membuatnya merasa sedikit lebih tenang di tengah badai. Namun, kebaikan itu juga terasa
ata Keisha akhirn
ta akan membicarakan ini lebih lanjut." Ia lalu
canggung dan dingin, meskipun lampu-lampu romantis masih menyala. Ia adalah seorang istri, tetap
elas, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Mimpi indahnya telah berubah menjadi kenyataan pahit, dan kini ia harus menghadapi hari esok, dengan seorang pria as
di sofa, adalah bukti nyata bahwa mimpi buruk ini adalah kenyataan. Keisha hanya bisa berharap, suatu hari nanti, ia akan menemukan kekuatan untuk bangkit d