habiskan sebagian besar waktunya di losmen kumuh, mencoba mencerna semua informasi tentang kondisi Bima, pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Artikel-artikel medis, forum-forum diskusi ten
lah seb
ra detak jantungnya sendiri yang berdegup kencang. Pak Rahmat menjemputnya di losmen dengan mobil sewaan yang terlihat agak lusuh. Anjani mengenakan gaun putih sederhana yang dipinjamkan oleh Nyony
anya sedikit canggung. Ia menghindari tatapan mata A
dak boleh menunjukkan kelemahan. Hari ini, ia akan mengenakan topeng. Topeng se
udah tahu apa yang menantinya. Gerbang hitam itu kembali terbuka, dan mansion megah itu meny
ang hadir, semuanya berwajah serius. Nyonya Diana mendekat, meraih tanga
pu Bima-yang menatapnya dengan rasa ingin tahu bercampur simpati. Mereka pasti tahu cerita di balik pernikahan in
putih yang elegan. Penghulu sudah siap, begitu pula saksi-saksi. Namun, ada satu h
Selang-selang medis sedikit disembunyikan, namun keberadaannya tetap terasa. M
ya berdesir pelan di lantai marmer. Ia menempatkan dirinya di samping ranjang, berusah
iap kata, setiap doa, dengan seksama. Ketika tiba saatnya bagi Bima untuk mengucapkan janji, Tuan Arion membisik
binti Rahmat dengan mas ka
diri belum tahu akan membawanya ke mana. Ia resmi menjadi istri dari pria yang tidak ia kenal, yang bahkan t
ya Diana memeluk Anjani erat. "Selamat datang di keluarga kami, Anj
ik kata-kata Nyonya Diana, sebuah kehangatan yang sudah lama ti
ata bersebelahan dengan kamar Bima. Sebuah kamar yang luas dan mewah, dengan balkon pribadi yang menghada
ah dipindahkan dari losmen. "Nona Anjani, jika ada y
ih," Anjani
keliling. Lemari pakaian yang luas, meja rias yang elegan, kamar mandi
pa wajahnya, sedikit meredakan ketegangan di hatinya. I
bisiknya pada diri sendir
tahu ia harus memulai misinya. Misi untuk menembus dinding pertahanan Bima, misi untuk mencari tahu lebih ba
tidak peduli seberapa sulitnya. Anjani tidak akan membiarkan dirin
dur. Bima masih terbaring di ranjang, wajahnya men
i, suaranya lembut. "Saya
ada re
. Dan saya... saya juga tidak pernah membayangkan ini akan terjadi." Ia berhenti sejenak, mengumpulkan keberanian. "Tap
ela napas. Ini akan menjadi l
," lanjut Anjani, mencoba empati.
Bima sedikit bergetar. Ia sedikit
ami. Tapi saya ingin Anda tahu, saya ada di sini. Say
bergetar, lebih lemah dari sebelumnya. "Semua
tiap suku kata. Ia sadar, Bima bukan hanya seorang pria yang lumpuh. Ia ad
ya tahu bagaimana rasanya ditinggalkan. Saya tahu bagaimana
hu apa yang ia pikirkan. Ia hanya duduk di sana, sabar
anya?" Bima akhirnya bertanya,
a. Saya dicampakkan oleh suami saya. Dia menikahi adik tir
tapi Anjani merasakan ada perubahan tipis di atmosfe
a," kata Anjani pelan. "Mungki
gi memunggungi Anjani. Ia sedikit memiringkan
a meninggal, tentang bagaimana ia mencintai Bagas dengan sepenuh hati, dan tentang bagaimana semua itu berakhir hanya kare
an itu, bagi Anjani, adalah sebuah kemajuan besar. Ia tidak bisa mengharapkan Bim
menyelimuti ruangan. Namun, kali ini, keheningan itu
ya, Tuan Bima," kata Anjani. "Saya
lahan menuju pintu. Saat ia mencapai amb
a nam
it, tapi kali ini, ada sedikit kerutan di dahi
ikit bergetar karena terkejut se
g nama itu pelan, seolah
langkah kecil, tapi signifikan. Ia telah menembus sed
kan mudah. Bima adalah pria yang hancur, dan untuk membantunya bangkit, Anjani juga ha
mbara di dalam hatinya. Namun, kini ia memiliki tanggung jawab baru. Tanggung jawab terhadap B
balas dendamnya. Dan untuk mendapatkan kekuasaan itu, ia harus mendapatkan kepercayaan Bima, dan mungkin, bah
bersikap hati-hati. Keluarga Bima mungkin tidak akan menyet
n sarapan sederhana, dan mengantarkannya ke kamar Bima. Pelayan di mansion in
Ia menatap Anjani dengan tatapan y
, meletakkan nampan di meja samping ra
hanya melihat nampan i
a Anjani, lalu mengambil sesendok bu
k membuka
Bima," kata Anjani lem
lapar atau tidak. Ini tentang perlawanan pasif, tentang
arah pada dunia, pada takdir Anda. Tapi dengan
kau peduli?" suaranya serak. "Kau hanya ingin memastikan
emang benar. Namun, ia tidak hanya peduli pada utangnya. Ia juga pedu
rang adalah istri Anda. Dan saya tidak akan melihat Anda menderita seperti ini. Saya juga
buat Bima terdiam. Ia menatap Anjani lekat-lekat, seolah menco
alu tiga. Bima makan dengan lambat, tanpa selera,
, menceritakan tentang kejadian-kejadian di luar yang ia ketahui dari televisi atau perc
putusasaan. Namun, seiring berjalannya waktu, Anjani mulai melihat perubahan kecil. Bima mul
buah artikel berita tentang perkembanga
rhe
an bacaannya. "Ad
, suaranya lebih jelas dari
lah langkah maju yang si
angit-langit. "Teknologi. Aku punya perusahaan startup. Kami sedang m
Bima berbicara tentang masa lalunya, tenta
ni, berusaha terdengar tulus. "Apa
itra kerjaku pergi, investor menarik diri. Mereka bilang aku tida
juga melihat sebuah kesempatan. Jika Bima memiliki ambisi, jika ia memiliki s
ingin melanjutkan itu?"
apa? Aku bahkan tidak b
enuh keyakinan. "Mungkin ada cara. Mungkin Anda bisa memi
i matanya, percikan rasa penasaran, atau mun
ana?" t
an melakukan riset. Kita bisa mencari cara. Anda p
embuat Bima kembali bangkit, itu tidak hanya akan memberinya sekutu yang kuat,
tersembunyi. Ada rasa kasihan, ya, tapi juga ada keinginan tulus untuk membantu pria ini. Bag
kinan rehabilitasi bagi orang dengan kondisi lumpuh total. Ia menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan rumah yang luas, membaca buku-
bahan pada Anjani. Mereka melihat Anjani tidak hanya pasrah, tetapi juga a
ercaya padanya, semakin besar kebebasan dan akses yang akan ia dapatkan
dang menyuapi Bima makan ma
kau tida
tapnya. "Pe
baru. Kau masih muda, kau bisa m
hianati. Saya tidak akan lari lagi, Bima. Saya akan menghadapi apa yang ada di depan saya.
a keraguan di matanya, tapi jug
a pada siapapun lagi," k
akan membuktikannya pada Anda. Saya
kan cinta, belum. Tapi mungkin, permulaan dari sebuah kepercayaan. Sebuah ikatan yang, mes
ya. Ia tidak lagi sendirian. Ia punya Bima, bahkan jika Bima sendiri belum menyadarinya. Dan bersama Bima, Anjan