ujan gerimis sejak sore masih meleka
ingan, menyusuri jalan kecil menuju rumah mereka masing-masing. Lam
terdengar samar, menamb
han," ucap Pak Gandi pelan, meski
sedikit, heran. "Ke
sih luar biasa. Usianya kan jauh lebih muda dibanding saya. Kadang saya u
nyum. Ia paham betul maksud Pa
egitu. Katanya udah menopause, nggak punya gairah, sudah merasa tua. Saya sih n
tir tapi hangat-tawa dua pria tua yang ber
yelipkan candaan di sela-sela keseri
eran, Pak Gandi," katan
t. Alisnya terangkat,
eran apa
tukeran nasib lah, masa
ndi sampai menepuk jidat se
ng ada malah disemp
a malaikat juga pasti ngerti,
ana di antara mereka terasa lebih ringan, seolah beban-
nya berubah pelan. "Bapak kekurangan kehangatan, eh
jalan setapak di depan mereka yang
ukur. Supaya kita nggak sombong sama yang kita pu
tapi menepuk pundak Pa
in bijak. Tapi tetap aja, mulutnya masih
eran istri, tapi tuk
hwa persahabatan sejati tidak lekang dimakan usia. Bahwa di tengah kegelisahan, tawa bisa menjadi
lepas SMA, hidup membawa mereka ke jalan berbeda. Kuliah di tempat terpisah, lalu tengg
Bu Tita, dikaruniai empat anak; tiga telah berkeluarga dan tinggal di kota berbeda, sementara si bungsu masih
k Martin, tapi ia dikenal sebagai sosok bersahaja dan penuh dedikasi. Kehidupan pribadinya
keduanya, Bu Wulan, memiliki dua anak yang masih remaja, namun tinggal bersama ayahnya, manta
Rumah mereka berdekatan dalam satu kompleks, dan hubungan lama pun kembali terjalin erat. Dari obrolan santai di te
ja ruang tengah. Pak Martin duduk sejenak, menatap uap yang perlahan
gi dijawab. Tentang Gunawan dan Vero, menantu mudanya yang memikat. Tentang Pak Gandi dan Bu Wulan, istri barunya
selalu seperti itu. Wanita yang sangat ia kenal luar dalam, tapi malam it
ah," ucap Bu Tita si
yang bergerak. Ia mendekat perlahan, menyentuh bahu istrinya d
ebentar, lalu men
katanya lirih. "Sudah lam
Sikapnya lembut, namun jelas. Penolaka
erbeda. Sudah nggak nyaman. Kalau dipaksa
istrinya memasuki masa menopause hampir setahun lalu. Tapi tetap saja, rasanya be
pa tiba-tiba seperti ini? Ada sesuatu
enunjukkan reaksi keras. Ia hanya berdi
dengan suara tertahan. "Papa cuma...
ua, Pah. Masa masih berharap hidup seperti anak
ia lihat hanya dinding. Ia tahu istrinya masih aktif, masih lincah berkegiatan sosial. Tapi setiap kali ia
adi saksi kehangatan, ia merasa seperti orang asing-ditolak o
temaram. Televisi masih mengoceh, tapi ia tak mendengar apa-apa.
aku masih ingin m
a hasratku belum
sudah terlalu tua
idur. Ia berbaring di sampingnya, dalam keheningan yang menggema lebih dari sekadar sunyi. Ta
senja, Mesya dengan suaminya yang walau masih muda namun ranjang mereka berantakan. Diana dengan suaminya
aku menc
amun berjalan di gelombang yang berbeda. Dan seperti malam-malam sebelumnya, tak ada yang selesai. Han
*
ri menyusup lembut melalui sela gorden r
ok Narsih, asisten rumah tangga yang sudah lebih dari sepuluh tahun bekerja di
arsih sambil menoleh seb
gin menjelaskan apa pun. Mbok Narsih cukup peka untuk tahu kapan ha
Wajahnya tampak segar, sisa wudu dan shalat subuh masih terasa dari rona kulitnya. Tatapan mereka se
," ucap Bu
rtin, sambil menarik
cukupnya. Tapi suara sendok yang menyentuh piring terdengar terlalu nyarin
uara Bu Tita terdengar lir
. terlalu cepat menuduh. Mungkin Mama
ersalah yang samar. Karena pada kenyataannya, Bu Tita tidak sepenuhnya salah. Ada yang mengganjal
wabnya pelan. "Papa juga
jarak aman dari percikan emosi yang belum benar-benar padam. Pak Ma
*
m cerita ini memuat konten dewasa yang lebih eksplisit dan