nnya. Ia seringkali duduk termangu di teras rumahnya yang kecil, mata kosongnya menatap jalanan, seolah menunggu seseorang yang tak kunjung datang. Terkadang ia t
a makan, dan membersihkan kekacauan yang dibuat Tiara. Setiap hari, Kartika berdoa, memohon keajaiban agar putrinya bisa kembali seperti semula. Namun, ha
mbut, sambil memegang tangan Tiara. Tiara hanya menatap foto itu tanpa ekspresi, lalu menghempaskannya. "Bukan. Itu bukan R
n waktunya di luar rumah, seolah tak ingin berhadapan dengan kenyataan pahit di dalam rumahnya sendiri. Ia masih memberikan nafkah, tetapi ke
ngan guru-guru terbaik, dan liburan mewah ke luar negeri. Adrian berusaha memberikan yang terbaik untuk putranya. Ia meluangkan waktu dari jadwal sibuknya untuk menemani Rafan, me
rdas dan sopan, adalah anak yang pendiam dan sering melamun. Ia tidak seceria anak-anak lai
encoba menghibur putranya, "Rafan, kamu punya sem
menunduk. "Rafa
u akan membantu Rafan. Namun, setiap kunjungan selalu berakhir dengan Rafan yang semakin terluka. Tiara yang tidak mengenalinya, yang tersenyum hampa atau bahkan berteriak ketakutan saa
a Rafan suatu kali. "Dia butuh waktu untuk se
di dalam hatinya. Aroma masakan Tiara, suara Tiara saat mendongeng, pelukan hangat Tiara saat ia merasa t
abnya. Penyesalan samar muncul di hatinya. Ia memang menginginkan putranya, tetapi ia tak pernah berniat menghancurkan
berbagai olahraga. Namun, ia tetap menyimpan kesedihan yang tak terucapkan. Ia jarang membicarakan ibunya. Ia tahu ibunya sakit, namun Adr
lihat foto-foto Adrian muda, foto-foto pernikahan Adrian dengan Clara, dan di sudut paling bawah, ia menemukan beberapa lembar foto yang berbe
p dengan dirinya. Dan bayi di foto itu... itu pasti dirinya! Di balik foto w
hu yang tak tertahankan dalam dir
ini?" tanya Rafan, m
erkejut melihat foto itu. Ia mengh
ihat bahagia di foto ini?" Rafan bertanya, ada nada kecewa dalam suaranya. Ia hanya tahu i
emang seperti itu, Rafan. Tapi dia sa
menjelaskan?" desak Rafan. Ia merasa
g, dan bagaimana ia mengambil hak asuh Rafan karena Tiara dianggap tidak mampu merawatnya. Namun, ia menutupi bagian tentang Tiara sebagai wanita simpanan, dan
idak terlalu memikirkan ibunya. Ia merasa bersalah karena ia tumbuh dalam kemewahan sementara ibu
matanya berkaca-kaca. "Ayah tid
h melakukan yang ter
pertama kalinya ia berani meninggikan suara pada Adrian. "Aku ingin
kad membuatnya mengalah. Ia tahu, Rafan sudah cukup besar
ini terlihat sedikit berantakan. Adrian melihat perubahan itu dengan tatapan kosong.
atanya menatap kosong ke jalan. Rambutnya acak-acakan,
ng ia lihat di foto. Ini bukan Tiara yang ia ingat dalam p
langkah mendekat,
ada tanda-tanda pengakuan di matanya. Ia hanya tersenyum samar
li, hati Rafan hancur berkeping-keping. Air matanya langsung tumpah. "Ma
n Rafan. "Jangan sentuh aku! Kamu siapa? Pergimelihat Rafan dan Adrian, lalu menatap Tiara yang kini s
i. Ia terus menjerit, meracau. "Mereka merebut Rafan!
ahnya kondisi ibunya. Hatinya sakit, penuh penyesalan. Ia merasa bersalah kare
h. "Sudah cukup, Rafan. Lih
n menangis terisak. "Kena
tu." Adrian akhirnya mengakui sebagian kebenaran yang selama ini ia sembunyikan. "Dia sangat
dengan mata merah.
mendalam di matanya. "Mungkin. Ayah h
hancurkan Ibu!"
an benar. Ia telah memenangkan hak asu
mbunyi, tanpa sepengetahuan Adrian. Ia akan duduk di samping Tiara, meskipun Tiara tidak mengenalinya, dan bercerita tentang hari-harinya di se
ang perjuangan Tiara, tentang semua pengorbanan yang Tiara lakukan demi dirinya. Rafan mendengarkan dengan saksama
embaca buku-buku, mencari di internet, bahkan berbicara dengan beberapa psikolog dan psikiater yang ia kenal melalui
reka menggunakan terapi inovatif yang menggabungkan pengobatan, terapi psikologis, dan terapi lingkungan. Biay
ian. "Ayah, aku ingin Ibu dirawat di temp
l, Rafan. Dan kondisinya... Ayah rasa sudah sulit untuk disembuhkan." Adria
Ibu dariku. Sekarang, Ayah harus bertanggung jawab untuk menyembuhkannya. Ini
nya. Ada kebenaran dalam perkataan Rafan. Ia memang bertanggung jawab atas kondis
. "Baiklah, Rafan. Ay
selama ini hanya dirawat di rumah, kini mendapatkan penanganan medis yang intensif. Dokter
uduk di samping Tiara, memegang tangannya, dan bercerita. Ia juga seringkali membaw
nya sedikit berubah, atau ia akan mengucapkan kata-kata yang lebih koh
ihat. Kartika dan Rafan mulai merasa putus asa. Apakah Ti
, Tiara yang biasanya hanya diam, tiba-tiba menoleh padanya. Tatapan matanya tidak la
ranya lemah namun jelas. "Kamu
natap ibunya dengan tak percay
r mata kegilaan, melainkan air mata kesadaran. "Rafan... ana
nya, menciumnya berkali-kali.
menangis haru. Adrian, yang berdiri di ambang pintu, juga merasa
samar-samar. Ia membutuhkan waktu untuk pulih sepenuhnya, untuk menyusun kembali keping
yang paling penting, akankah ada keadilan sejati untuk Tiara, setelah semua penderitaan yang ia alami?