kabut tebal yang menyelimuti indranya. Ia melangkah terhuyung, bahunya menabrak dinding koridor yang dingin, lalu jemarinya meraba-raba kenop pintu. Kepal
use yang memekakkan telinga. Ia ingat wajah Maya, tunangannya, yang berseri-seri saat mereka terakhir bertemu kemarin siang, mem
osisi seolah mengejeknya. Ia hanya ingin rebah, memejamkan mata, dan melupakan pusing yang mendera. Suara kunci berputar terdengar samar, diikuti derit pel
ng masih menempel pada pakaiannya. Ia menyeret langkahnya menuju ranjang, menjatuhkan tubuhnya yang berat di atas matras empuk. Ia merasakan kehangatan di sa
a menembus kegelapan. Jantungnya berdebar kencang. Ini bukan kamarnya. Ini jelas bukan kamarnya. Ia merasakan kulit yang lembut bersentuhan dengan lengannya, aroma yang berbeda da
tu serak, sedikit berget
ubuhnya terasa terpaku. Jendela-jendela di ruangan itu belum tertutup sempurna, membiarkan cahaya bulan menembus celah gorden, samar
ekat. Ia mencoba untuk bangkit, namun gravitasi terasa berlipat
nali sosok yang tiba-tiba berada di kamarnya. "Ardi?" tanyanya, sua
ngkatnya, Rio, beberapa jam yang lalu. Rio menyebutkan bahwa pengasuh si kembar, Citra, menginap di kamar hotel yang sama dengan mereka, persis di sebelah kamar yang
i ini kamar Citra? Pengasuh anak Rio? Wanita yang selama ini ia kenal sebagai sosok pendiam, yang selalu m
k percaya yang perlahan berubah menjadi kengerian. Rambutnya berantakan, dan selimut yang tadinya menutupi tubuhn
erdengar, seperti bisikan angin. Namun, Ardi bisa merasakan get
. Aku mabuk... Aku tidak tahu..." Kata-katanya putus-putus, tercekik oleh rasa bersalah yang tiba-tiba me
mpingnya. Kemudian, pandangannya kembali ke wajah Ardi, kali ini dengan ekspresi terluka yang men
Citra, ia tahu bahwa ada sesuatu yang jauh lebih buruk dari sekadar salah kamar. Ia ingat sentuhan yang ia rasakan, kehangatan tubuh di sampingnya, desahan samar yan
ranya serak dan nyaris tak terdengar. Ia m
ipinya. "Kamu... kamu tahu apa yang kamu lakukan..." Ia tidak mel
ik. "Aku bersumpah, aku tidak sadar, Citra. Aku mabuk. Aku tidak bermaksud..." Ia mengatakannya dengan putus
enuhnya keseriusan situasi ini. Malam ini adalah malam sebelum pernikahannya. Malam di mana ia seharusnya merayakan akhir mas
segalanya. Merusak hidup Citra, merusak reputasinya, dan yang paling parah, merusak kepercaya
berputar-putar, namun ia tahu ia harus menjauh dari sini. Ia harus
at, menunjukkan betapa terguncangnya dia. Melihat Citra seperti itu, Ardi merasa semakin jijik pada dirinya sendi
kali ini ragu-ragu menyentuh bahu Citra. Sentuhan itu rin
Ardi?" tanyanya, suaranya parau. "Kamu tahu... kamu tahu aku tidak akan pernah..." Ia tidak
aku yang ceroboh. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa masuk ke kamarmu." Ia mencoba menjelaskan,
a bertanya, suaranya kini terdengar lebih kuat, namu
n. Sebuah janji suci yang akan ia ucapkan di hadapan Tuhan dan semua orang yang
nya ingin waktu berputar kembali, kembali ke beberapa jam yang lalu, kembali
adalah kunci dari hubungan mereka. Citra adalah pengasuh anak-anak Rio, dan Ardi adala
termasuk Citra yang sudah dianggap seperti bagian dari keluarga. Kemarahan Rio pasti akan meledak. Dan Maya? A
memutuskan, nadanya tegas, meskipun hatinya ber
an yang bercampur aduk. "Bagaimana mungkin?" tanyanya. "In
rasa putus asa, namun ia harus mencari solusi. "K
ranya meninggi sedikit. "Ardi, ini bukan hanya tentang kamu. I
ihnya. "Aku tahu, Citra. Aku tahu. Dan aku akan bertanggung jawab penuh atas semua i
a terus mengalir. "Memangnya apa lagi yang tersis
malam ini, ia telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidu
rkan solusinya. Aku akan memastikan kamu baik-baik saja. Aku akan..." Ia berhenti, tidak tahu har
jika... jika terjadi sesuatu?" bisiknya, matanya memancarkan k
dirinya. Sebuah konsekuensi yang jauh lebih besar dari
di. Kita akan... kita akan mencari cara untuk memastikan tidak ada konsekuensi yang tidak diing
bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Aku tida
ah. Beban moral akan terlalu berat. Tapi apa pilihan lain yang mereka miliki? Jika kebenaran ini t
," Ardi menawarkan, putus asa. "Uang, tempat t
Kamu pikir ini tentang uang, Ardi?" suaran
pun itu, untuk meredakan kekacauan ini. "Bukan itu maksudku, Citra. Aku hanya.
penuhi amarah yang terpendam. "Kamu akan menikah besok! Apa k
a, begitu realistis. Itulah satu-satunya cara untuk benar-benar bertanggung jawab secara moral. Tapi bagaiman
rikan. Melanjutkan pernikahan dengan Maya sambil menyimpan rahasia kelam ini, atau membatalkan segalan
aranya penuh keputusasaan. Ia terduduk di tepi ranj
aranya kini dingin, tanpa emosi. "Ka
at-erat, seolah berusaha melindungi diri dari kehadirannya. Wajahnya yang semula polos kini terpahat dengan kese
a ia lindungi, sebagai bagian dari keluarga adiknya. Dan kini, ia
suaranya nyaris seperti rintihan
lam yang perlahan memudar, digantikan oleh semburat jingga di ufuk timur. Sebenta
i tubuhnya, menyingkirkan sisa-sisa mabuknya. Ia harus berpikir jernih. Ia harus membuat
ebohongan yang bisa terbongkar kapan saja, menghancurkan segalanya dengan lebih parah. Ia akan menjadi suami yang memb
pian pernikahan mereka, dan mungkin juga menghancurkan hati Maya. Ia juga harus menghadapi kemarahan keluarganya, terutama Maya dan orang tuanya. Dan apakah ia bisa mencint
eksekutif muda yang sukses, ia terbiasa membuat keputusan cepat dan tepat dalam bisnis. Namun, ini ad
itra," ia memanggil dengan suara pelan. "Aku... ak
embalikkan badan, matanya membel
ia sendiri merasa ragu. Ini adalah keputusan yang ia ambil dalam keputusasaan, dalam kebing
esedihan. Ada campuran keterkejutan, kelegaan, dan sesuatu yang lain yang Ar
dengannya. Aku akan menjelaskan semuanya. Aku akan menanggung semua konsekuensinya." Ka
sekarang lebih tenang, meskipun masih dipenuhi emosi. "
a," Ardi membalas, menatap lurus ke mata Citra. "Aku
hancurkan kebahagiaanmu, Ardi. Aku tidak ingin menjadi a
hancurkannya sendiri. Aku yang mabuk, aku yang salah kamar. Ini sem
dari luar, menandakan fajar telah tiba. Sinar matahari pagi mulai menembus celah gorden,
yang dalam. "Apakah kamu yakin?" tanyanya, suaranya pelan dan pen
rinya untuk yakin. "Aku akan menikahi kamu. Kita akan bicara dengan Ri
juga Maya, Rio, dan seluruh keluarga mereka. Babak baru dalam hidupnya akan segera dimulai, babak yang penuh dengan konsekuensi yang tak terduga, dan pilihan-pilihan yang menyakitk