lembur hingga larut malam kemarin, tubuhnya terasa remuk. Otot-ototnya kaku, dan matanya perih karena terlalu
kuda sederhana. Jas Arga yang sudah bersih tergantung rapi di kursinya di rumah, ia tidak berani membawa benda itu ke laundry sembar
lah memastikan semua sudah lengkap, Naura melangkah menuju ruangan Arga. Jantungnya berdebar, bukan karena gugup, tapi karena rasa enggan
ebih keras. Tetap tidak ada sahutan. Karena dokumen-dokumen ini sangat mendesak, N
kursi kebesarannya. Namun, ia tidak sendirian. Seorang wanita dengan gaun minim berwarna merah muda duduk dipangkuannya. Kemeja Arga sudah terbuka, memperlihatkan dada bidangnya yang berotot. Dan yang paling men
enggorokan. Ia merasa mual. Ia tidak pernah menyan
dalam, mencampuri suara decakan ciuman mereka. Ia memejamkan mata, membenamkan wajahnya di leher Cattia. Cattia kembali meng
uaranya parau, menandaka
ng...!" erang Cattia, pinggu
elihat cairan putih kental menyembur keluar, membasahi pe
tung di ambang pintu, dengan tumpukan dokumen di tangannya. Arga segera melepaskan cium
Pak! Saya tidak bermaksud mengganggu! Saya hanya... hanya ingin meminta tanda tangan Bapak untuk dokumen-dokumen ini." Naura tergagap
nya dengan jelas: junior Arga yang masih menyatu dengan vagina Cattia. Rok wanita itu terangkat, memperlihatkan p
k tangan kirinya yang bebas dan meraih pena di mejanya. Tangannya sedikit gemeta
olah sengaja ingin memprovokasi Naura, menggerakkan p
n menjijikkan. Ia mencoba mengalihkan pandangannya ke dinding, ke langit-langit, ke mana saj
at Naura terkejut lagi. Matanya refleks menatap, dan ia melihat penis Arga yang kini terlihat jelas, masih basah dengan cairan merek
yang masih duduk dipangkuan Arga, langsung menunduk, da
gi, kepalanya sedikit mendongak, ma
ni benar-benar gila! Pemandangan apa ini?! Ia ingin segera mela
"Terima kasih, Pak," kata Naura nyaris tak terdengar. Ia langsung berbalikruh tubuhnya terasa dingin. Ia meletakkan dokumen-dokumen itu di meja, lalu menjatuhkan d
pucat pasi, langsung menghampirinya. "Naura,
ucapkan sepatah kata pun. Ia hanya menunjuk ke arah lanta
. Wanita itu berjalan dengan santai, rambutnya sedikit berantakan, dan gaunnya terlihat sedikit kusut. Catti
emikirkan itu?! Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha menghapus bayangan menjijikka
a akan pergi ke kantin ketika telepo
ekarang." Suara Arga terdengar
gi. Pasti ada perintah baru yang aneh. Ia berj
n. Ia mengenakan kemeja baru yang rapi, dan rambutnya sudah tertata kembali. Ti
ang," kata Arga dat
"Makan siang, Pak? Saya
iang berdua," tegas Arga
ga? Setelah semua yang terjadi? Ia tidak ingi
wanita itu saja," kata Naura, nadanya sedikit
si di matanya. "Saya tidak butuh ditemani wani
mengurungkan niat. Ia tahu Arga tidak akan mengubah keputusannya. D
, sebuah sedan hitam mengkilap, untuk Naura. Naura masuk ke
dak ada percakapan. Suasana di dalam mobil terasa canggung dan dingin. N
eheningan. Suaranya datar dan tidak berekspresi. "Apa yang
natap ke luar jendela. "Tentu, Pak," jaw
a jalanan. Naura memberanikan diri untuk
tanya Naura hati-hati. "A
ngus pelan
sa menyembunyikan rasa penasarannya. Mengapa Arga me
u menjawab dengan nada yang sama data
ya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Perempuan sewaan? Mak
aya sengaja menyewanya setiap
i mengakui hal tersebut. Dunianya serasa terbalik. Pria tampan, kaya
sudah masuk terlalu jauh ke dalam kehidupan pribadi Arga. "Ka
Belum. Saya belum siap menika
ga pernah diselingkuhi? Naura merasa sedikit kasihan
wek?" tanya Naura lagi, pertanyaan i
ut dan terdorong ke depan. Arga menoleh pada Naura, matanya ya
engancam. "Kamu tidak perlu tahu urusan pribadi saya
ia sudah melewati batas. Ia m
i ini diselimuti ketegangan yang lebih pekat. Naura menyadari bahwa Arga adalah pria yang jauh lebih kompl