asaan campur aduk. Ia masih memegang jas Arga, yang kini menjadi simbol pembalasan dendam bos barunya. Karyawan lain sesekali meliriknya dengan tatapan ingin tahu, be
kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta dari ketinggian. Jemarinya sibuk mengetik di layar laptop, menyel
t sebagai sekretaris Pak Wijaya. Pakaiannya yang minim dan potongan rendah di bagian dada sengaja ia kenakan untuk menonjolkan lekuk tubuhnya. Rok mini
berjalan mendekat ke meja kerja Arga, pinggulnya bergoyang sensual. "
mbali fokus pada layar laptopnya
annya sengaja menyentuh punggung tangan Arga saat meletakkan pena. "I
Ia mendongak, menatap Luna dengan tatapan datar.
akan aroma parfumnya yang menyengat. Jarak sedekat itu membuat payudaranya yang menyembul dari balik gaun mera
pak, lho," goda Luna, suaranya kini terdengar seperti bisikan di telinga Arga. "Saya bisa menem
bunyikan. Ia tidak suka dengan wanita yang terlalu agresif, apalagi yang mencoba memanfaatkan
aya tidak butuh ditemani. Silakan Anda keluar dari
ari lengan Arga, merasa harga dirinya tercoreng. Ia sudah berusaha keras untuk mendapatkan perhatian Arga
ki yang cukup keras, lalu berjalan keluar ruangan dengan langkah yang
ekretaris pribadinya selama ini. Ia merasa tidak nyaman bekerja dengan seseorang yang
dengan bagian HRD," peri
enjawab dari seberang. "Baik, Pak
ntuk datang ke ruangan say
an kacamata tebal, Pak Anwar, kepala HRD perusahaan, masuk ke dalam ruangan. Ia terliha
yang bisa saya bantu?"
. "Duduklah, Pak Anwar. Saya ada
, menunggu inst
nya tenang namun tegas. "Saya ingin Anda
ejut. "Maaf, Pak Arga?
gin menjelaskan detail tentang perilaku Luna yang menggodanya. "Saya ingin And
an keningnya. "Oh y
ngingat nama lengkap wanita yang ia tabrak tadi pagi. Namun, ia tahu ia tidak ingin Luna be
putih," kata Arga, berusaha mengingat detail. "Sepertinya dia d
t. "Maksud Bapak... Naura? Naura
ia! Ya, mungkin Naura. Saya ingin dia
ah satu karyawan berprestasi di tim keuangan, dan memindahkannya
gat berdedikasi di posisinya sekarang," Pak Anwar mencoba memberikan
njadi urusan saya, Pak Anwar. Saya akan bicara dengan Papah nanti. Saya tidak
k Anwar mengerti bahwa Arga tidak akan menguba
. Saya akan seg
bekerja sebagai sekretaris
hu Naura adalah karyawan yang berdedikasi, dan memindahkannya dari posisi kepala tim keuangan ke sekreta
esal dengan insiden jas Arga, datang dengan ekspresi datar.
war?" tanya Naur
uklah dulu, Naura. Ada hal pen
menunggu deng
saja membuat keputusan. Beliau i
ndahkan? Ke mana, Pak? Apakah a
"Bapak Arga ingin Anda menempati posisi
dengan apa yang baru saja didengarnya. Sekretaris pribadi Arga?
gan! Saya punya posisi yang jelas dan saya menyukai pekerjaan saya! Saya tidak mau jadi sekr
secara detail, Naura. Tapi beliau bersikeras ingin Anda yang menjadi se
karena saya menumpahkan kopi ke jasnya, dia langsung memi
ukmu. Tapi ini adalah perintah langsung dari CEO baru. Mungkin lebih baik j
h, kesal, dan merasa tidak dihargai. Ia tidak akan
am. "Saya akan bicara dengannya! Saya tidak akan
enuju lift. Jantungnya berdebar kencang, amarah membakar dadanya. Ia tidak peduli A
ruangan Arga. Ia tidak mengetuk, langsung saja membuka pintu d
nya, sedikit terkejut. Ia mengangkat kepa
a Arga. Wajahnya merah padam karena amarah. Tanpa ra
saya menjadi sekretaris?! Apa salah saya?! Jangan hanya karena masalah jas
k terpengaruh oleh ledakan emosi Naura. Ia menutup lapt
Arga datar, suaranya tenang, namun penuh otoritas. "Dan saya butuh seseorang yang
ka?! Bukankah kebanyakan lelaki suka dengan
seperti lelaki lain. Saya mencari kompetensi, bukan daya tarik fi
! Saya tidak mau dipindahkan!" Naura bersikeras. "Saya sudah nyam
n bagi Naura. Ia berjalan mendekat ke arah Naura, memaksa Naura untuk mundur perlahan. Naura
isa merasakan napas Arga yang hangat menyentuh wajahnya. Matanya yang tajam m
an mengancam. "Jika kamu tidak mau menjadi sekretaris saya,
langan pekerjaan, kehilangan penghasilan, dan semua yang sudah ia bangun selama ini. Ia menatap Arga, matanya dipenuhi