Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Jangan Cintai Bosmu!
Jangan Cintai Bosmu!

Jangan Cintai Bosmu!

5.0

Naura, seorang staf pemasaran yang cerdas namun sial, hanya ingin bertahan di kerasnya dunia kerja Jakarta tanpa menambah daftar masalah hidupnya. Tapi segalanya berubah dalam sekejap-hanya karena satu botol iced latte yang tumpah dan seorang pria asing yang tampaknya terlalu arogan untuk minta maaf. Ia tidak pernah menyangka, pria dengan jas mahal yang ia tabrak pagi itu ternyata adalah Arga Narendra Wijaya, pewaris sekaligus CEO baru di perusahaannya. Naura mengira insiden itu akan berlalu begitu saja, namun ia salah besar. Arga, yang merasa harga dirinya tercoreng, menjadikan Naura target pelampiasan amarah dan dominasi di kantor. Bukan hanya dipermalukan di depan umum, Naura dipaksa mencuci jas mahal Arga-sebuah simbol bahwa hidupnya kini berada dalam cengkeraman pria yang kekuasaannya tak terbantahkan. Namun, Arga tidak tahu bahwa Naura bukan perempuan yang bisa diinjak seenaknya. Dan Naura pun belum tahu bahwa di balik dinginnya Arga, tersimpan luka dan dendam masa lalu yang perlahan-lahan akan menyeretnya ke dalam pusaran konflik yang jauh lebih dalam. Di antara amarah, gengsi, dan percikan perasaan yang tak diakui, hubungan mereka berkembang tak terduga-penuh adu ego, perang dingin, dan momen-momen menyesakkan. Tapi satu hal pasti: pertemuan mereka bukan kebetulan. Dan Naura? Dia harus memilih-mundur demi harga diri, atau bertahan untuk mengungkap siapa Arga sebenarnya... dan siapa yang selama ini memegang kendali atas hidupnya.

Konten

Bab 1 keterlambatan

Pagi itu, mentari mulai menyapa Jakarta dengan sinarnya yang hangat, namun Naura tak merasakan kehangatan apa pun selain kegelisahan yang menggerogoti. Jam sudah menunjukkan pukul 07.45 WIB, dan kemacetan ibu kota menjadi penghalang terbesarnya untuk sampai tepat waktu di kantor. Naura, dengan napas terengah-engah, memacu motor matic-nya menembus padatnya lalu lintas. Kemeja putih yang ia kenakan sudah sedikit lepek oleh peluh, dan rambutnya yang tergerai indah mulai terlihat sedikit berantakan. Ia tahu betul konsekuensi keterlambatan di perusahaan tempatnya bekerja, PT Adhi Jaya Gemilang.

Bukan hanya potongan gaji, tetapi juga tatapan sinis dari manajernya, Bu Sinta, yang selalu menuntut kesempurnaan.

Sesampainya di gedung pencakar langit PT Adhi Jaya Gemilang, Naura segera memarkirkan motornya di basement. Ia buru-buru meraih tas selempangnya dan sebotol iced latte yang sempat ia beli di minimarket dekat kantor. Cairan dingin itu adalah satu-satunya harapan untuk menyegarkan pikirannya yang sudah kacau balau sejak pagi. Langkahnya tergesa-gesa menyusuri koridor lantai dasar. Ia hanya punya waktu kurang dari lima menit sebelum jam kerja dimulai. Pikiran Naura hanya tertuju pada satu hal: mencapai lift dan sampai di lantai dua belas sesegera mungkin.

"Aduh, aduh, aduh!" gumam Naura pada dirinya sendiri. "Naura, kamu harus cepat! Kalau sampai telat lagi, habislah riwayatmu!"

Saking terburu-burunya, Naura sama sekali tidak memperhatikan sekelilingnya. Matanya terpaku pada layar ponsel yang menampilkan jam digital. Ia mempercepat langkahnya, bahkan nyaris berlari di tikungan koridor menuju deretan lift. Tanpa ia sadari, dari arah berlawanan, seorang pria tinggi tegap dengan setelan jas mahal berwarna navy juga berjalan tergesa-gesa sambil menatap ponselnya.

BRUK!

Tabrakan tak terhindarkan. Botol iced latte yang ada di tangan Naura terpental, dan isinya tumpah ruah membasahi jas pria itu. Aroma kopi yang manis bercampur susu langsung menyebar di udara. Naura terhuyung ke belakang, untungnya tidak sampai terjatuh. Ia mendongak, matanya memicing menatap noda basah di jas pria di hadapannya.

"Aduh! Bapak ini bagaimana, sih?! Jalan kok tidak lihat-lihat!" sembur Naura, emosinya sudah memuncak. Rasa panik karena takut terlambat, ditambah lagi insiden tak terduga ini, membuat Naura lupa menahan diri.

Pria itu mendongak, matanya yang tajam menatap Naura dengan pandangan tak percaya. Wajahnya yang semula datar kini diliputi amarah. Rambutnya hitam legam tersisir rapi, hidungnya mancung, dan garis rahangnya tegas, memancarkan aura dominasi. Ia terlihat sangat marah.

"Apa?! Anda yang menabrak saya! Anda yang jalan terburu-buru seperti dikejar setan! Lihat ini!" tunjuk pria itu pada noda kopi di jasnya. "Jas saya basah semua gara-gara Anda! Bagaimana ini?"

Naura mendengus. "Salah saya? Hei, Bapak itu juga jalan sambil main ponsel, kan? Sama saja cerobohnya!" Ia melirik jam di ponselnya lagi. Waktu terus berjalan, dan ia semakin panik. "Sudahlah, saya buru-buru!"

Tanpa menunggu jawaban dari pria itu, Naura langsung membalikkan badan dan mempercepat langkahnya menuju lift yang kebetulan baru saja terbuka. Ia masuk ke dalam lift tanpa menoleh sedikit pun.

"Hei! Wanita tidak sopan! Anda mau lari begitu saja?!" teriak pria itu, suaranya menggema di koridor. "Minta tanggung jawab Anda! Hei!"

Namun, Naura seolah tak mendengarnya. Pintu lift tertutup, meninggalkan pria itu sendirian dengan jasnya yang basah dan amarah yang meluap-luap.

Di lantai dua belas, suasana kantor PT Adhi Jaya Gemilang sudah ramai. Beberapa karyawan terlihat berbisik-bisik di meja mereka, sesekali melirik ke arah pintu ruang CEO. Naura, yang berhasil lolos dari cengkeraman waktu, segera melangkah menuju mejanya di departemen pemasaran. Ia meletakkan tasnya dan langsung menyalakan komputer.

"Pagi, Naura! Tumben banget kamu datangnya ngepas?" sapa Sekar, rekan kerjanya yang duduk di meja sebelah. Sekar adalah satu-satunya teman dekat Naura di kantor, dengan sifatnya yang periang dan suka bergosip.

"Pagi, Kar. Iya nih, macet banget di jalan. Hampir saja telat," jawab Naura sambil menghela napas lega. Ia melirik Sekar yang terlihat sangat antusias. "Ada apa sih? Kok pada bisik-bisik begitu? Gosipin apa lagi nih?"

Sekar mendekatkan kursinya ke meja Naura, matanya berbinar-binar. "Naura, kamu tahu tidak? Hari ini kita kedatangan bos baru! Anak dari CEO kita, Pak Wijaya!"

"Oh ya? Siapa namanya?" tanya Naura, tidak terlalu tertarik. Perubahan manajemen bukan hal baru baginya.

"Namanya... Arga Narendra Wijaya!" bisik Sekar, suaranya sedikit tertahan. "Dengar-dengar, dia tampan sekali, Naura! Masih single pula! Katanya, dia yang akan menggantikan Pak Wijaya untuk mengurus perusahaan ini. Semua orang sudah tidak sabar ingin melihatnya."

Naura hanya mengangguk-angguk kecil, masih sibuk membuka email. "Memang kenapa kalau tampan dan single? Bukan urusan kita juga kan?"

"Ih, kamu ini! Mana tahu ada kesempatan. Jarang-jarang loh ada CEO muda dan tampan!" Sekar menyenggol lengan Naura. "Dengar-dengar juga, dia ini lulusan luar negeri dan sangat cerdas. Pasti perusahaan kita akan semakin maju di tangannya."

Tiba-tiba, suara pengeras suara di kantor berbunyi, memecah keheningan. "Perhatian kepada seluruh karyawan, mohon untuk berkumpul di aula utama sekarang juga. Bapak Wijaya akan menyampaikan pengumuman penting."

Semua karyawan langsung bergegas menuju aula. Naura dan Sekar ikut berjalan di antara kerumunan. Di aula, panggung sudah disiapkan dengan sebuah podium di tengahnya. Tak lama kemudian, Pak Wijaya, CEO perusahaan yang sudah beruban namun masih terlihat gagah, naik ke atas panggung. Di sampingnya, berdiri seorang pria muda dengan setelan jas navy yang terlihat agak... basah di bagian dadanya.

Mata Naura terbelalak. Jantungnya berdebar kencang, nyaris melompat keluar dari dadanya. Ia tidak salah lihat. Pria di samping Pak Wijaya adalah pria yang baru saja ia tabrak di koridor tadi pagi. Pria yang jasnya ia basahi dengan iced latte. Pria yang berteriak meminta tanggung jawab darinya.

"Gawat!" bisik Naura, bibirnya pucat pasi. Sekar menoleh padanya dengan bingung.

"Ada apa, Naura? Kok mukamu jadi pucat begitu?" tanya Sekar.

Naura tidak menjawab. Ia hanya bisa menatap Arga dengan ngeri. Otaknya berputar cepat. Ini mimpi buruk. Ia akan dipecat, ia yakin sekali. Ia sudah menghina dan membasahi jas anak CEO! Habislah karirnya di sini. Naura tanpa sadar memejamkan matanya, berharap ini semua hanyalah mimpi.

Pak Wijaya mulai berbicara. "Selamat pagi, rekan-rekan sekalian. Saya tahu Anda semua sudah menunggu-nunggu momen ini. Hari ini, saya akan memperkenalkan putra saya, Arga Narendra Wijaya, yang akan mengambil alih kepemimpinan perusahaan ini. Saya percaya, dengan pengalaman dan visi yang dimilikinya, Arga akan membawa PT Adhi Jaya Gemilang menuju kesuksesan yang lebih besar."

Tepuk tangan bergemuruh di seluruh aula. Namun, suara itu terdengar samar di telinga Naura. Ia masih memejamkan mata erat-erat, seolah dengan begitu ia bisa menghilang.

Tiba-tiba, ia merasakan langkah kaki mendekat. Aroma kopi dan susu yang samar tercium lagi. Naura menahan napas. Ia membuka matanya perlahan, dan pandangannya langsung bertabrakan dengan sepasang mata tajam yang kini menatapnya dengan intens.

Arga berdiri tepat di hadapannya, seringai tipis terukir di bibirnya. "Ternyata kamu kerja di sini?" suaranya rendah, namun jelas terdengar oleh Naura. "Kenapa kamu pergi begitu saja saat saya minta tanggung jawab kamu, hah?"

Seluruh karyawan yang berada di dekat mereka langsung terdiam. Bisik-bisik mulai terdengar. "Tanggung jawab apa?" "Ada hubungan apa mereka?" "Jangan-jangan..."

Wajah Naura langsung memerah padam, bukan karena malu, melainkan karena kesal dan marah. "Itu juga salah Bapak!" balas Naura, tanpa sadar ia menggunakan nada yang sama seperti tadi pagi. Ia merasa dipermalukan di depan umum.

Mendengar jawaban Naura, rahang Arga mengeras. Matanya menyiratkan kemarahan yang membara. Ia mengangkat tangan, seolah hendak melayangkan protes.

"Arga!"

Suara Pak Wijaya tiba-tiba menginterupsi. Sang CEO sudah turun dari panggung dan mendekati mereka. "Ada apa ini? Kenapa kamu memarahi karyawan begitu?"

Arga menoleh pada ayahnya, menunjuk Naura dengan dagunya. "Papah lihat sendiri, kan? Gara-gara wanita ini, jas aku jadi kotor, Pah! Bau kopi dan susu! Ini jas mahal!"

Pak Wijaya melihat noda di jas putranya. Ia menghela napas. "Ya ampun, Arga. Kamu ini. Kan bisa minta Bibi Rina untuk mencucinya nanti. Hal sepele saja dibesar-besarkan."

"Tapi, Pah!" Arga berseru, tidak terima.

Pak Wijaya menepuk bahu Arga. "Sudah, jangan ribut di depan karyawan lain. Tidak enak dilihat. Kamu kan sekarang sudah jadi CEO."

Arga mendengus kesal. Ia melirik Naura lagi dengan tatapan tajam. Tanpa diduga, ia membuka jasnya, melepaskan dari tubuhnya, dan melemparkannya tepat ke arah Naura. Jas mahal itu mendarat di tangan Naura dengan agak keras.

"Nih! Cuci jas mahal saya ini sampai bersih! Awas kalau sampai tidak bersih!" perintah Arga, nadanya penuh dominasi. Ia kemudian berbalik dan kembali naik ke panggung mendampingi ayahnya.

Naura terdiam, mematung di tempatnya. Di tangannya, jas Arga terasa berat. Ia menatap jas itu, lalu beralih menatap punggung Arga yang kini berdiri tegak di samping Pak Wijaya. Berbagai emosi bercampur aduk di dadanya: kesal, marah, malu, dan sedikit... takut. Ini baru hari pertama Arga menjabat, dan Naura sudah menjadi musuh utamanya. Ini akan menjadi hari-hari yang panjang di PT Adhi Jaya Gemilang.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 50 Teriakan Kinan   09-09 18:54
img
img
Bab 8 Cepat makan
03/08/2025
Bab 14 reputasi
03/08/2025
Bab 26 kebahagiaan
03/08/2025
Bab 31 kecerdasan
03/08/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY